Tampilkan postingan dengan label Literary Devices. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Literary Devices. Tampilkan semua postingan

Satire: Arti, Jenis, dan Contoh

 

 


Artikel ini melengkapi versi singkat di Youtube:


 (Jika video tidak tampil, gunakan link ini: https://youtu.be/qL-JXj73Fto)

 

Definisi

Menurut Encyclopedia Britannica, satire merupakan bentuk artistik, terutama dalam sastra dan drama, yang mana kejahatan, kebodohan, 

penyalahgunaan, atau kekurangan manusia 

atau individu diangkat untuk DIKECAM dengan 

ejekan, ironi, parodi, karikatur, atau metode lain, 

kadang-kadang dengan niat untuk MENGILHAMI REFORMASI SOSIAL.

 


Satire sebagai Genre

Sebagai genre, satire berisi ironi, humor, atau ejekan yang digunakan untuk MENGKRITIK dan MENGEKSPOS kekurangan dalam sifat dan perilaku manusia.


Satire sering kali lucu, tetapi tidak harus. Dia juga tidak sama dengan parodi.


Satire sebagai Alat Sastra

Sebagai perangkat sastra, satire sering digunakan untuk mengkritik politik dan isu-isu topikal.


Brave New World (Aldous Huxley) adalah contoh sastra yang terkenal. Huxley menyindir sebagian besar konvensi (permufakatan) dan institusi sosial yang dianggap suci dan dicintai oleh masyarakat Barat yang "maju".  Termasuk di dalamnya adalah soal agama, monogami, dan kesetaraan sosial. Dalam novel ini, konvensi dan institusi itu dijungkirbalikkan sampai-sampai tokohnya menganut seks bebas dan memakai narkoba, termasuk satire terhadap pemisahan kelas sosial dan kontrol pemerintah. Huxley menyindir masyarakat kontemporer untuk memaparkan kepada pembaca tentang struktur moral yang sewenang-wenang dan sering kali munafik.


Medium

Termasuk literatur, film, dan musik. Bentuk lainnya adalah kartun/komik politik, puisi, bahkan seni visual.


Tujuan

Untuk MENGHIBUR penonton dan membuat mereka BERPIKIR LEBIH tentang suatu subjek.


Jenis Satire

Menurut Kyle DeGuzman, ada tiga jenis satire.

1. Horatian Satire

Memakai humor untuk mengolok orang atau kejadian dengan cara yang lucu.

Contoh: acara TV 'Saturday Night Live'


2. Juvenalian Satire

Lebih serius dan gelap daripada Horatian, sering dipakai untuk mengekspresikan kemarahan.

Biasanya dipakai dalam fiksi distopia.

Contoh: Animal Farm dan Fahrenheit 451


3. Menippean Satire

Satire yang mengkritik sistem kepercayaan umum

ketimbang seseorang atau individu.

Contoh: South Park


Contoh Cuplikan Satire

The Devil’s Dictionary oleh Ambrose Bierce adalah kumpulan definisi satire yang pedas.  Banyak menyoroti gagasan yang dianggap penting oleh masyarakat, seperti doa, pernikahan, dan persahabatan;  semua digambarkan dalam humor yang gelap.  Beberapa contoh isinya:

Cinta, kata benda.  Kegilaan sementara yang dapat disembuhkan dengan pernikahan.

dan

Sabar, kata benda.  Sebuah bentuk kecil dari keputusasaan, menyamar sebagai kebajikan.

Contoh Karya

- The Invisible Man (Ralph Ellison)

- Slaughterhouse-Five (Kurt Vonnegut)

- The Importance of Being Earnest (sandiwara satire tentang norma budaya cinta dan pernikahan di masa Victorian, oleh Oscar Wilde)

- Family Guy (serial kartun yang menampilkan satire soal masyarakat sosial menengah Amerika)

- Shrek (film kartun dengan satire terhadap dongeng)

- Deadpool (film yang memberi satire terhadap superhero)

- The Office (seri komedi yang menyelipkan satire tentang budaya kerja dalam perusahaan)

- Gangnam Style (lagu ini merupakan satire gaya hidup orang kaya di Korsel)


Narasumber

DeGuzman, Kyle. "What is Satire — 3 Types of Satire Every Storyteller Should Know". Studio Binder, 25 Juli 2021.

https://www.studiobinder.com/blog/what-is-satire-definition-examples/. Akses 12 Agustus 2021.


Elliott, Robert C.. "Satire". Encyclopedia Britannica, Invalid Date, 

https://www.britannica.com/art/satire. Akses 12 Agustus 2021.


"Satire". Literary Device, invalid date,

https://literarydevices.net/satire/. Akses 12 Agustus 2021


"Satire". Literary Terms, invalid date,

https://literaryterms.net/satire/. Akses 13 Agustus 2021



Antagonis (transkrip video)


 

(Transkrip ini disediakan untuk teman-teman yang tidak bisa mengakses Youtube.)

Antagonis berasal dari kata antagonistēs.

Artinya lawan, kompetitor, penjahat, musuh, saingan.


"Antagonistēs" adalah bahasa Yunani.

"anti-" (melawan) dan "agonizesthai" (mendapatkan hadiah).


Meski salah satu artinya adalah penjahat, tidak berarti semua antagonis jahat.


Antagonis lebih sering diartikan sebagai orang yang berlawanan dari protagonis (tokoh utama).


Baik protagonis dan antagonis bisa sama-sama orang baik.


Antagonis juga bisa bertindak sebagai rintangan bagi protagonis.


Contoh:

1. Protagonis ingin mencuri.

Antagonis menghalangi.

2. Protagonis ingin pergi ke sekolah.

Antagonis mengajaknya membolos.


Antagonis sering menjadi sumber konflik dan moral bagi protagonis.


Contoh protagonis x antagonis

Hamlet x Claudius

Nobita x Giant

Naruto x Sasuke

Tom x Jerry


Manfaatkan antagonis untuk membuat plot jadi lebih menarik.


Kamu baru saja belajar tentang antagonis. 


Kalau suka, jangan lupa subscribe, like, dan share video ini, ya.


+++

 

Teks dan musik oleh Dessy Yasmita.

Sampel musik dari Bandlab.

 


Plot Twist: In Medias Res




In medias res adalah bahasa Latin yang artinya di tengah sesuatu. Dalam karya fiksi, termasuk puisi, istilah ini menggambarkan narasi yang langsung masuk ke tengah situasi kritis yang merupakan bagian dari deretan kejadian dan nantinya akan dikembangkan. Dalam bahasa yang lebih ringkas, cerita 'dimulai' dari pertengahan yaitu pada sebuah kejadian penting, baru kemudian mulai dari awal. Setelah dimulai di tengah, penulis kemudian bebas untuk menceritakan keseluruhan cerita dari awal atau menggunakan flashback.

Fungsi

In medias res, untuk saya, memaksa pembaca atau penonton untuk segera waspada bahwa cerita berada di titik kritis. Menurut Literary Devices, pembaca juga akan dipaksa untuk bertanya-tanya pada si pengarang, dalam artian bertanya-tanya apa yang terjadi dalam cerita. Hal ini memaksa pembaca atau penonton mempertanyakan segala aspek dan kejadian dalam cerita tersebut.

Ciri

Selain dimulai di tengah atau menjelang akhir cerita, tvtropes juga melihat in medias res biasanya melibatkan tokoh berada dalam situasi hidup dan mati. Meski, biasanya masih hidup.

Contoh

Contoh tertua dari penggunaan in medias res adalah The Illiad oleh Homer.

Dari dunia anime, Psycho-Pass dimulai dengan adegan perkelahian antara Shinya dan Makishima. Setelah itu cerita berjalan normal dari awal sampai akhirnya kita kembali menemukan adegan pertarungan itu. Pada Naruto Shippuuden, lima menit adegan pembuka, baru akan ditampilkan lagi setelah 40 episode.

Serial buku Twilight (Stephenie Meyer) selalu dibuka dengan teknik in medias res.

Video game Warriors Orochi, Persona 5, dan beberapa serial Final Fantasy juga memakai teknik ini (FF VII, X, XIII, XV)

Serial televisi seperti Breaking Bad memulai sekian menit cerita pada adegan yang menegangkan, membuat penonton bertanya-tanya, dan sulit meninggalkan kursi sebelum cerita flashback.

Untuk film, sutradara Christopher Nolan sering menggunakan teknik ini. Misalnya dalam Batman Begins, The Prestige, dan Inception

Narasumber "In medias res" oleh the Editors of Encyclopaedia Britannica
https://www.britannica.com/art/prequel
(Diakses tanggal 28 April 2020)

"In medias res" oleh Literary Devices
https://literarydevices.net/in-medias-res/
(Diakses tanggal 28 April 2020)

"In medias res" oleh tvtropes
https://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/InMediasRes
(Diakses tanggal 28 April 2020)

"Plot twist" oleh Wikipedia
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Plot_twist
(Diakses tanggal 27 April 2020)

Plot Twist: False Protagonist (Protagonis Palsu)




Artikel ini mengandung spoiler (beberan)

False Protagonist atau kadang disebut decoy protagonist (Protagonis Palsu) adalah salah satu teknik plot twist yang cukup sering dipakai. Di sini, tokoh dibuat seolah-olah sebagai tokoh utama pada awal cerita, tetapi kemudian posisinya digantikan oleh tokoh lain. 

Apa manfaat menggunakan teknik ini? Teknik ini dipakai untuk membuat cerita lebih dikenang karena membuat pembaca atau penonton percaya bahwa tokoh tersebut tokoh utama, tetapi ternyata bukan.

Menampilkan protagonis atau tokoh utama palsu ini bisa dengan bermacam cara. 
A. Yang paling sering dipakai adalah dengan membunuh si tokoh. Misalnya dalam "Game of Thrones" musim pertama, penonton diyakinkan bahwa Ned Stark adalah tokoh utama cerita. Kematiannya pada episode terakhir membuat penonton terkejut dan menduga-duga siapa sebenarnya tokoh utama dari keluarga Stark. Dalam film "The Godfather", Vito Corleone adalah pemimpin keluarga dan menjadi pusat cerita sebelum ia sakit dan meninggal. Tokoh utama kemudian diganti oleh anaknya, Michael.

B. Masih dengan membunuh si tokoh, tetapi dengan memanfaatkan aktor ternama setelah muncul 5—15 menit. Tentu saja ini lebih cocok ke dalam produksi film. Contohnya, dalam film "Scream", aktris Drew Barrymore hanya bermain selama 15 menit. Namun, dalam promosi film, ia ditampilkan paling menonjol. Film lain yang menggunakan teknik ini adalah "Children of Men". Tokoh Julian yang diperankan Julianne Moore tampak sangat menjanjikan. Penonton akan berharap bahwa tokoh ini menjadi protagonis kedua dalam film. Apalagi dalam cerita, Julian adalah mantan istri tokoh utama. Saya tidak ingat tepatnya, tetapi tokoh Julian tewas dalam waktu 15—30 menit setelah tampil.

C. Menggeser tokoh yang tadinya protagonis menjadi antagonis. Dalam "Aladdin", cerita dibuka oleh sang penyihir yang melakukan perjalanan sulit dari Moroko ke Cina demi mendapatkan lampu ajaib. Sudut pandang ini baru diubah setelah ia membiarkan Aladdin terjebak di dalam gua. Cerita pun sekarang berasal dari Aladdin dan menjadikan si penyihir sebagai antagonis.

D. Menggeser tokoh utama pelan-pelan. Yang ini agak jarang karena tokoh utama dan tokoh pengganti biasanya sama-sama protagonis. Dalam serial anime "Psycho-Pass", tokoh Shinya yang tadinya menjadi sorotan, perlahan-lahan digantikan oleh Akane.  

Narasumber

"Decoy Protagonist" oleh tv tropes
https://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/DecoyProtagonist
(Diakses tanggal 25 April 2020)

"False Protagonist", Wikipedia.
https://en.m.wikipedia.org/wiki/False_protagonist
(Diakses tanggal 25 April 2020)

"Plot twist" oleh Wikipedia
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Plot_twist
(Diakses tanggal 25 April 2020)

Pesan dan Moral: Apa dan Bagaimana



Topik ini mengandung beberan (spoiler)

Setiap cerita memiliki pesan. Bisa dalam bentuk moral, kebijaksanaan, kedewasaan, atau yang lainnya. Moral terbentuk jauh sebelum cerita ditulis, yaitu ketika masih dalam masa digodok. Kita kembali pada tema. Tema apa yang ingin kita sampaikan? Tema inilah yang menjadi dasar dari moral. Tema sendiri akan saya bahas terpisah, ya. Namun, supaya ada gambaran, tema itu semacam esensi dari cerita.

Menurut Steve Alcorn, tema itu pesan yang terkait dengan hasrat yang diinginkan oleh si pengarang. Jadi kalau hasratnya membahas soal lingkungan hidup, tema (pesannya) berupa pentingnya menjaga lingkungan hidup dari kerusakan. Jadi, tema = pesan.

Namun, tidak semuanya menganggap tema sebagai pesan. K. M. Weiland, misalnya, berpendapat bahwa tema sifatnya lebih umum, sedangkan pesan ditemukan dalam situasi cerita yang spesifik, yang mengilustrasikan prinsip-prinsip yang tematis. Jadi, kalau menurut Weiland, contoh tema dalam Jane Eyre adalah kepantasan diri (self-worth). Pesannya adalah bahkan cinta yang luar biasa tidak pantas untuk memperbudak jiwa kita.

Buat saya, melihat kaitan tema dan pesan atau moral itu bisa dengan cara:

Tema + kejadian dalam cerita dan hasil dari kejadian itu = moral/pesan.

Misalnya:
1. Cerita Orang-Orang Proyek (Ahmad Tohari) temanya korupsi. Kejadian dalam cerita adalah jembatan yang dibangun cepat rusak karena dana proyek dikorupsi. Pesannya: korupsi menguntungkan sebagian kecil pihak, tetapi lebih banyak memberi sengsara bagi rakyat.

2. Lelaki Harimau memiliki tema KDRT. Dalam cerita, KDRT yang dilakukan ayah si protagonis menyebabkan si protagonis dendam. Jadi pesannya: KDRT, baik verbal maupun fisik, menyebabkan luka psikologis yang ditanggung oleh seluruh anggota keluarga.

3. Lords of The Ring salah satu temanya adalah keserakahan. Contohnya Boromir dan Smeagol sangat ingin untuk menguasai cincin. Boromir tewas. Smeagol kehilangan wujud manusia dan pikirannya hanya dipenuhi soal cincin. Pesannya keserakahan tidak membawa kebaikan.

Lalu bagaimana kita menyampaikan sebuah pesan? Bisa terang-terangan maupun implisit. Hanya saja, kalau terang-terangan dan menggurui akan terasa kering dan membosankan jika pesannya merupakan kebenaran umum. Seperti, cuci tangan sebelum makan untuk mengurangi kuman, dendam itu tidak baik, mencontek itu salah, dll. Selengkapnya baca "Pesan (yang Menggurui)".

Nah, untuk menghindari pesan yang menggurui, Weiland menganjurkan dengan melalui empati, rasa peduli pada tokoh dan perasaan mereka. Misalnya, dalam Lelaki Harimau, pembaca akan berempati pada protagonis karena dia mengalami masa kecil yang cukup sulit, melihat bagaimana ibunya smenderita kekerasan seksual dan fisik. Meskipun pembaca tahu bahwa dendam dan membunuh salah, mereka memahami perasaan si protagonis dan dapat menyimpulkan sendiri pesan cerita ini.

Tidak semua orang bisa menangkap pesan sebuah cerita. Namun, separah-parahnya, saya selalu yakin, pembaca pasti bisa menemukan sesuatu, meskipun terasa kabur. Apalagi sebuah cerita biasanya bisa mengandung beberapa lapisan tema dan moral. Serial Harry Potter, misalnya, mengandung tema persahabatan, kerja sama, percaya pada diri sendiri, dll. Karangan saya, Badai, bertema cinta, dendam, pengkhianatan, dan maaf. Dengan begitu ada beberapa pesan dan salah satunya pasti bisa ditangkap oleh pembaca.

Pengarang tidak perlu mencemaskan bahwa pembaca tidak bisa menemukan pesan atau moral cerita. Ketakutan seperti ini hanya membuat cerita jadi menggurui dan membuat pembaca seolah-olah bodoh. 

Narasumber


How to Fix Your Novel oleh Steve Alcorn. Theme Perks Press, 2012.

"How To Teach a Moral In a Short Story" oleh Freelance Writing. (Diakses tanggal 20 November 2019)
https://www.freelancewriting.com/creative-writing/how-to-teach-a-moral-in-a-short-story/

"What's The Difference Between Your Story's Theme and Its Message?" oleh K. M. Weiland di Helping Writers Become Authors.com. Tanggal 14 Desember 2014.
https://www.helpingwritersbecomeauthors.com/storys-theme-2/ (diakses tanggal 23 November 2019)

Moral dan Mentor



Catatan: artikel ini saya batasi hanya menjelaskan hubungan mentor dan pesan moral.

Dalam cerita-cerita lokal ada kesan bahwa pesan moral harus diungkapkan secara eksplisit oleh tokoh berpengaruh. Padahal sebenarnya pesan moral sifatnya global, bahkan ditentukan jauh sebelum cerita ditulis. Kita bahas pada artikel "Moral: Apa dan Bagaimana".

Meski demikian, boleh-boleh saja tokoh tertentu memberi nasihat, asalkan tidak menggurui (karena menggurui itu klise). Biasanya tokoh yang memberi nasihat ini sepadan dengan 'orang tua bijaksana' entah dalam bentuk master silat, orang tua, guru, profesor, dukun, dll. Dalam bahasa yang ringkas, mereka biasanya disebut mentor.

Tokoh mentor tidak selalu berasal dari generasi tua. Dalam cerita remaja, biasanya teman sepermainan menjadi tempat curhat dan minta saran. Becca Puglisi menjelaskan betapa lebih masuk akal bagi remaja mendapat saran dari teman ketimbang orang tua. Kenapa? Karena sesama remaja lebih mengerti. 

Dalam cerita tertentu, orang dewasa atau anak-anak kadang belajar dari anak kecil atau makhluk lain. Misalnya dalam The Little Prince, menurut saya Sang Pangeran menjadi sumber kebijaksanaan bagi tokoh "aku". Dalam buku yang sama, rubah menjadi mentor bagi Sang Pangeran. Dalam Alice's Adventures in Wonderland (versi asli, bukan Disney) ulat bulu, Cheshire Cat, dan Gryphon adalah tokoh mentor. Sementara itu, Secret Garden juga memiliki beberapa mentor. Tokoh anak perempuan menjadi mentor bagi si tokoh anak lelaki. Namun, anak perempuan itu juga memiliki mentor yaitu tukang kebun.

Dalam arketipe karakter, tokoh mentor merupakan peran pembantu. Fungsinya menjadi penuntun protagonis dalam mencapai tujuannya. Dia bisa saja memberi nasihat, tetapi gak harus, ya. Kadang dia juga tidak ingin jadi guru (butuh suatu dorongan untuk menerima protagonis sebagai muridnya). Fred Johnson menekankan bahwa tokoh mentor gak harus bijak. Ingat, semua tokoh pasti punya kekurangan. Bayangkan kalau si mentor superbijak. Bakal panjang dia ngasih petuah. Mungkin si protagonis juga begah dengerinnya. Ujung-ujungnya berasa talk only, no action

Dalam cerita-cerita yang menarik, tokoh mentor tidak mencekoki protagonis dengan petuah. Tulisan Fred Johnson ini perlu diingat: tugas mentor itu bukan untuk memberi tahu (tell) si protagonis apa yang harus dipikirkan, melainkan mengajarkan bagaimana (how) caranya berpikir.

Bagaimana membuat si mentor mengajarkan how ketimbang tell? Menurut saya, bisa dengan memanfaatkan motto pendidikan dari Ki Hajar Dewantara: di depan jadi teladan, di tengah memberi semangat, dan di belakang jadi pendorong.

Untuk memahami lebih lanjut, baca Pesan Moral (yang Menggurui), "Moral dan Mentor" dan "Moral: Apa dan Bagaimana".

Narasumber

45 Master Characters: Mythic Models for Creating Original Characters oleh Victoria Lynn Schmidt. Penerbit Writer's Digest Book, Ohio. 2001.

"Guide Mentor" (Character Role Analysis, Alice's Adventures in Wonderland and Through The Looking-Glass) oleh shmoop 
https://www.shmoop.com/alice-in-wonderland-looking-glass/guidementor.html (diakses tanggal 23 November 2019)

"A Final Character Cliché … The Mentor" oleh Becca Puglisi di Writers Helping Writers.net. 28 Juli 2008.
https://writershelpingwriters.net/2008/07/a-final-character-cliche-the-mentor/ (diakses tanggal 23 November 2019)

"How (And Why) To Write A Mentor Character” oleh Fred Johnson di Standout Books Publishing Services. 16 Oktober 2017.
https://www.standoutbooks.com/write-mentor-character/ (diakses tanggal 23 November 2019)

How to Fix Your Novel oleh Steve Alcorn. Theme Perks Press, 2012.

"How To Teach a Moral In a Short Story" oleh Freelance Writing. (Diakses tanggal 20 November 2019)
https://www.freelancewriting.com/creative-writing/how-to-teach-a-moral-in-a-short-story/

Pesan Moral (yang Menggurui)



Entah mengapa cerita-cerita kita senang sekali membuat tokoh yang datang untuk menggurui, menguliahi, menceramahi, ataupun mencekoki tokoh lain dengan nasihat. Datangnya entah dari orang tua, orang yang dituakan, teman superbijak, ketua RT, dan entah siapa lagi. Saya pernah melihat sebuah karya penulis amatir yang berisi tiga orang teman dan dalam 1 bab ada sekitar tiga hingga empat petuah beruntun di antara mereka mulai dari tidak boleh keluar tanpa pendamping, sampai urusan mencuri itu salah. Wow. 

Saya tidak bermasalah dengan pesan moral. Setiap karya fiksi punya pesan moral. Masalahnya, di Indonesia telah terjadi salah kaprah bahwa pesan moral itu harus selalu verbal. Dari buku anak hingga dewasa isinya petuah verbal. Tidak boleh begini, harus begitu, ini salah, itu dosa, anu bisa dipenjara, dst. Ini berbeda dengan buku atau film luar yang merangsang pembaca atau penontonnya untuk berpikir sendiri dan mengekspresikan pendapat mereka tentang moral atau pesan cerita. 

Tentu saya tidak menolak kenyataan bahwa tidak semua pembaca dan penonton bisa menangkap pesan tersirat. Jika mereka kurang atau tidak berpendidikan, lebih mudah untuk menyampaikan pesan secara eksplisit. Jenis penikmat cerita yang hanya menjadikan cerita sebagai hiburan, misalnya kelas pekerja, mungkin lebih tepat dengan pesan instan ketimbang harus merenung. Itu sebabnya, saya tidak protes jika sinetron di televisi yang gratis kita tonton, bersifat kering, menggurui, dan membosankan. Target penontonnya bukan pencari intelektual. 

Hal yang ingin saya sorot adalah buku atau sinema yang seringkali untuk remaja, mahasiswa, dan orang kritis, dipaksa untuk tetap menerima pesan dengan format sinetron dan moral menggurui. Dan yang menjadi masalah menurut saya:

1.Pesan yang literal, verbal, eksplisit, dan menggurui terasa membosankan. Kenapa? Karena si penulis sering membiarkan tokoh berceramah tentang masalah yang sudah diketahui pembaca: membunuh itu salah, mencuri bisa dipenjara, mem-bully tidak baik. Semua orang sudah tahu. Kenapa harus memberi tahu apa yang sudah diketahui pembaca/penonton?

2.Pengarang membuat seolah-olah audiens orang bodoh. Tidak ada audiens yang bodoh. Pengarang harus meletakkan audiens sebagai rekan ketimbang 'bawahan yang dungu dan harus disuapi pengetahuan'. Ini berkaitan dengan poin berikutnya.

3.Pengarang tidak sanggup menahan ego untuk tidak menggurui. Saya tahu 'berbagi kebaikan itu penting'. Namun, pengarang harus ingat bahwa dia mengerjakan cerita, bukan buku kumpulan petuah. Kadang, begitu banyak petuah yang dia sampaikan, sampai-sampai tidak ada hubungannya dengan jalan cerita. 

4.Cerita adalah kumpulan konflik. Jika ada yang datang, memberi nasihat, lalu nasihatnya dituruti, konflik telah selesai. Cerita pun ikut selesai. Dan ini berkaitan dengan poin selanjutnya.

5.Deus ex machina adalah jenis plot twist yang tidak disarankan. Plot twist ini menghadirkan tokoh sebagai pamungkas masalah dengan cara yang tidak masuk akal. Aslinya merujuk pada drama Yunani/Romawi kuno yang sering mengakhiri cerita dengan datangnya sang dewa untuk menyelesaikan masalah. Dan itu sebabnya mereka nongol terakhir karena setelah itu cerita pun langsung selesai. Baca Deus ex machina di sini.

Kesimpulannya:
A.Cerita yang menggurui mematikan cerita.
B.Cerita yang menggurui mematikan perjuangan tokoh karena masalah diselesaikan dengan petuah.
C.Pembaca/Penonton tidak diberi kesempatan untuk meresapi secara intelektual dan batiniah atas pesan yang ada.

Untuk memahami lebih lanjut, baca Pesan Moral (yang Menggurui), "Moral dan Mentor" dan "Moral: Apa dan Bagaimana".

JOKER untuk Pengarang



Halo sobat buku,

Kalau kamu berniat nonton "Joker" untuk pertama kali atau malah kedua kalinya dan kamu seorang pengarang (pemula atau lanjut), nah, sebaiknya kamu cermati film tersebut. Pelajari apa yang membuat film ini menarik, apa ide-ide besarnya, bagaimana film ini merajut konflik, dan lain-lain aspek.

Kalau bingung apa yang harus diperhatikan, gunakan daftar berikut ini:


Plot Twist: Eucatastrophe


Artikel ini mengandung beberan (spoiler)

Eucatastrophe (baca: yuu.ketas.tro.fi) merupakan sebuah istilah yang digagas oleh J. R. R. Tolkien yang bisa diartikan sebagai sebuah kejadian tiba-tiba yang memastikan si protagonis tidak menemui malapetaka mengerikan. 

Tolkien menggunakan bahasa Yunani yaitu prefiks 'eu' dan 'catastrophe'. Prefiks 'eu' berarti 'baik'. Sementara itu, 'catastrophe' atau katastrofe dalam KBBI V diartikan sebagai (1) malapetaka besar yang datang tiba-tiba (2) sebagai istilah sastra berarti akhir drama, terutama drama klasik yang bersifat tragedi.

Hal lain yang dibahas dalam artikel ini: fakta, ciri, dan tip membuat Eucatastrophe, perbedaannya dengan deus ex machina, dan contoh.


Cerita yang mengandung eucatastrophe biasanya meletakkan si tokoh dalam bencana yang berakhir dengan kesejahteraan (well-being) atau kebaikan si tokoh. Bukan sekadar happy ending, eucatastrophe memberi sukacita (joy). Timothy Willard menulisnya sebagai "ketika segala asa sepertinya hilang, keadaan sudah begitu suram, harapan muncul". 

Dalam bahasa yang sederhana, bisa diartikan begini: situasi sudah begitu buruknya. Si tokoh sepertinya tak punya harapan untuk memperbaiki atau menyelesaikan tugasnya. Eh, datanglah sesuatu yang menyelamatkannya. Yang baca sudah harap-harap cemas sampai menahan napas. Begitu situasi terselamatkan, pembaca pun girang setengah mati.

Tolkien mengatakan bahwa eucatastrophe tidak menyangkal kegagalan mendadak oleh protagonis, melainkan menyangkal kekalahan final universal dan merupakan evangelium (kabar baik), memberi secercah pandangan tentang Sukacita, [dan] kepedihan layaknya kesedihan. (Timothy Willard mengutip Tolkien on Fairy-Stories, Expanded Edition with Commentary and Notes oleh J. R. R. Tolkien, Verlyn Flieger, and Douglas A. Anderson. London: Harper Collins Publ., 2014.)

Sebagai ilustrasi, pembaca atau penonton cemas setengah mati apakah Gandalf bisa melarikan diri dari menara Sauron dalam Lord of the Rings. Ketegangan ini dijawab dengan datangnya burung raksasa ketika situasi Gandalf sangat terdesak. Pembaca/penonton mungkin akan berteriak girang, melompat-lompat, atau bahkan merasa lega. Perasaannya meluap, lebih dari sekadar senang, tetapi sukacita (girang).

Fakta seputar Eucatastrophe

- Istilah eucatastrophe pertama kali ditulis Tolkien dalam esainya "On Fairy-Stories" pada tahun 1942 (ada juga sumber yang mengatakan tahun 1947).
- Meski minat Tolkien adalah mitologi, eucatastrophe juga erat dengan pemikiran Tolkien terhadap gospel Kristen.
- Eucatastrophe berlawanan dengan catastrophe. Catastrophe berakhir dengan tragedi. Eucatastrophe berakhir dengan kebahagiaan.
-Tolkien berbagi diskusi dengan C. S. Lewis (pengarang serial Narnia) tentang kekristenan (termasuk eucatastrophe) yang kemudian menginspirasi Lewis untuk menulis esai "Myth Became Fact" pada tahun 1944.

Ciri Eucatastrophe

1. Eucatastrophe lebih dari sekadar akhir yang bahagia. Ia adalah kesukacitaan yang 'mengambil giliran'  dalam cerita (karena tidak ada akhir yang sejati pada setiap dongeng). Ia adalah anugerah yang ajaib, tidak akan bisa diandalkan untuk terulang kembali.
2. Tidak menyangkal adanya kesedihan dan kegagalan. Namun, ia menyangkal kekalahan akhir universal (universal final defeat),dan memberikan sekilas gambaran tentang Sukacita.
3. Tiba-tiba, tak diduga
4. Ajaib
5. Happy ending
6. Tokoh berada dalam situasi terdesak dan tidak ada jalan keluar
7. Masalah terselesaikan bukan karena si tokoh yang memiliki kontrol untuk menyelesaikannya, tetapi karena ada faktor luar atau intervensi, misalnya keajaiban.

Tip Membuat Eucatastrophe

- Pastikan si tokoh meyakini bahwa dirinya sudah di ambang malapetaka.
- Meskipun kejadiannya kecil, pastikan kejadian itu sangat penting bagi si tokoh.
- Kebaikan yang datang setelah pembaca yakin kalau yang terburuklah yang akan datang, harus diungkapkan dengan segera.
- Kejadiannya tidak harus membahayakan si tokoh
- Tidak harus terjadi di akhir cerita.
- Bisa berbentuk emosi, tidak harus selalu berbentuk plot.

Eucatastrophe vs. Deus Ex Machina

Susah-susah gampang untuk melihat perbedaan eucatastrophe dengan Deus ex machina. Secara umum keduanya sama-sama:
- tiba-tiba dan tak diduga
- ajaib
- tokoh berada dalam situasi terdesak dan tidak ada jalan keluar
- sama-sama bisa dipakai dalam drama dan komedi

Untuk cerita modern, Deus ex machina bisa tercampur dengan eucatastrophe. Misalnya film "Monty Python and the Holy Grail". Sebagai sebuah komedi, film ini digadang berbau Deus ex machina, padahal memiliki happy ending. Namun, karena plotnya kelihatan tidak masuk akal (polisi modern mendadak nongol di zaman Raja Arthur), akhirnya jatuh ke Deus ex machina.

Berikut perbedaan umum antara eucatastrophe dan Deus ex machina.

                                                                                                
EucatastropheDeus Ex Machina
masuk akaltidak masuk akal
happy ending bercampur dengan kesedihan dan kesalahanhappy ending menutup ending yang masih bolong-bolong
cocok dengan cerita sering kali tidak pas dengan cerita
datang dari dalam ceritakadang-kadang bukan dari dalam cerita
harapan adalah faktor pentingharapan bukan faktor
alami dari dalam ceritapalsu dan dipaksakan


Contoh

1. Lord of the Rings (buku/film)

a) Ketika Frodo merasa mustahil untuk membuang cincin ke api gunung berapi, Gollum datang mengambil cincin itu. Pembaca/penonton merasa kejahatan menang. Namun karena terlalu gembira, Gollum terjatuh ke dalam api bersama cincinnya. Dengan demikian, Sauron dan semua kelompok kejahatan yang bersekutu dengannya berhasil dilumpuhkan. Perang yang tengah terjadi pun terhenti. Dunia terselamatkan.

b) Meskipun kebaikan telah menang, Frodo merasa dirinya berbeda ketika pulang ke kampung Hobbit dan sebagai penutup dia meninggalkan kampungnya. Ini bagian eucatastrophe yang tidak menyangkal adanya kesedihan dan kegagalan.

2. Game of Thrones (buku/serial TV)

Dalam season 8, episode 3, Perang Winterfell menjadi pertarungan keras antara manusia dan white walkers. Pada saat situasi sudah genting (sepertinya pihak manusia sudah kewalahan dan banyak tokoh penting gugur), Bran Stark berhadapan langsung dengan Night King. Night King siap membunuh Bran. Tanpa diduga, Arya muncul dan membunuhnya. Seluruh pasukan white walkers lenyap dan manusia menang. Adegan ini contoh terbaik eucatastrophe di mata saya karena sebelum momen sukacita, momen Arya nongol sempat memberi sukacita, lalu penonton sempat merasa tidak punya harapan ketika Night King mencekiknya, dan kembali bersorak ketika pisau jatuh dan ditangkap oleh tangan Arya yang lain sehingga bisa menusuk Night King. Dan kali ini benar-benar sorak panjang. Ada banyak video reaksi Youtube yang bisa dipakai dalam mempelajari reaksi penonton saat menonton episode ini.

3. Harry Potter and the Deathly Hallows (buku)

Neville berusaha menahan laju Voldemort dan disiksa dengan Sorting Hat. Orang lain tak berani melawan Voldemort. Sementara itu, banyak tokoh baik terluka dan gugur. Kemudian centaur menyerang, Neville terbebaskan, dan Harry yang diyakini sudah tewas nongol sebagai Not Quite Dead and mengalahkan Voldemort.


Narasumber:

"Eucatastrophe" oleh Wikipedia.
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Eucatastrophe (diakses tanggal 27 Agustus 2019)

"Eucatastrophe: J. R. R. Tolkien and C. S. Lewis's Magic Formula for Hope" oleh Tim Willard. Situs A Pilgrim in Narnia. 21 Desember 2015.
https://apilgriminnarnia.com/2015/12/21/eucatastrophe/ (Diakses tanggal 27 Agustus 2019)

"Game of Thrones: 5 Hidden Bombshells Waiting to Rock the Battle of Winterfell". Artikel oleh Joanna Robinson di situs Vanity Fair.com. 28 April 2019.
https://www.vanityfair.com/hollywood/2019/04/game-of-thrones-melisandre-golden-company-bronn-bran-warg-crypts-secret-tunnels (diakses tanggal 27 Agustus 2019)

"Just A Fool's Hope: J. R. R. Tolkien's Eucatastrophe as the Paradigm of Christian Hope" oleh Margaret Bush di situs Scholar Crossing: Liberty University.
https://www.google.com/url?q=http://digitalcommons.liberty.edu/cgi/viewcontent.cgi%3Farticle%3D1328%26context%3Dhonors&sa=U&ved=2ahUKEwj06t21nqHkAhVBg-YKHdorAbM4ChAWMAB6BAgCEAE&usg=AOvVaw2JbPt9Ckg3fwpy074h5cMA (diakses tanggal 26 Agustus 2019)

KBBI V oleh Badan Pengembangan dan  Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Aplikasi v. 0.2.1 Beta

"Near-Villain Victory aka: Eucatastrophe" di situs TV Tropes.
https://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/NearVillainVictory?from=Main.Eucatastrophe (diakses tanggal 28 Agustus 2019)

"Plot Twist". Wikipedia.
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Plot_twist (diakses tanggal 2 Agustus 2019)

"Plot Twist in Fiction: Making a Story Standout" oleh Francesca Turauskis. Artikel 15 Februari 2015.
https://the-artifice.com/plot-twists-in-fiction/ (diakses tanggal 2 Agustus 2019)

"The 10 Types of Plot Twists" oleh Chazda Hill. Artikel 8 Februari 2017.
http://greatstorybook.com/10-types-plot-twists/ (diakses tanggal 2 Agustus 2019)

"The Hobbit: Deus Ex Machina and Eucatastrophe" di-upload oleh Kenny di situs SlideServe.com. 27 Juli 2014.
https://www.slideserve.com/kenny/the-hobbit (diakses tanggal 26 Agustus 2019)

"WTHeck is this Narrative Technique Called Eucatastrophe?" oleh Chazda Hill. Ditulis tanggal 7 Maret 2016 di situs Great Story Book.
http://greatstorybook.com/wtheck-narrative-technique-called-eucatastrophe/ (diakses tanggal 28 Agustus 2019)

Plot Twist: Deus Ex Machina


Artikel ini mengandung beberan (spoiler)

Deus ex machina (baca: dèyus èks makina) adalah sebuah istilah dalam bahasa Latin. Jika diterjemahkan secara literal, artinya dewa dari mesin (god from machine). 

Bingung? Begini sejarahnya:

Dalam drama Yunani dan Romawi kuno, sering kali dewa turun dari langit untuk menyelesaikan masalah dari cerita tersebut. Nah, biasanya aktor pemeran sang dewa akan diderek turun oleh alat yang disebut 'mechane'. Jadi permesinan dalam dunia drama sudah ada sejak abad ke-5 SM. (Britannica.com). 

Dalam cerita, Deus ex machina biasanya orang atau benda yang datang tiba-tiba dan memberikan solusi yang dibuat-buat terhadap masalah yang tak terpecahkan.

Plot Twist: Chekhov's Gun


Artikel ini mengandung beberan (spoiler)

Chekhov's gun atau Senapan Chekhov adalah sebuah konsep yang intinya segala elemen dalam cerita harus memberi kontribusi secara keseluruhan. (Now Novel)

Bingung? Dalam bahasa yang sederhana, konsep ini menekankan bahwa apa pun yang kita letakkan ke dalam cerita harus memiliki fungsi.


Literary Devices


Halo sobat buku,

Literary devices bisa diterjemahkan sebagaimana adanya sebagai alat literasi. Saya tidak terlalu yakin istilah ini populer di Indonesia. Namun, elemen-elemennya cukup umum didengar. Pada dasarnya, alat literasi merujuk pada struktur yang biasa dipakai penulis untuk menyampaikan pesan dalam ceritanya kepada pembaca. Penggunaan alat literasi membantu pembaca dalam mengartikan, menginterpretasi, dan menganalisa cerita.

Menurut situs literarydevices.net, sebenarnya alat literasi ini bisa dipecah dua: elemen literasi dan teknik literasi.

Majas Metonimia, Litotes, dan Hiperbola


Ketiga majas di bawah ini masuk majas perbandingan.

Metonimia

Majas yang satu ini menggunakan nama barang, merek, ciri khas sebagai pengganti (penyebutan) barang itu sendiri.

Contoh:
BMW itu melaju kencang. (Merek BMW menggantikan kata mobil)
Satpam membariskan honda berdasarkan warna. (Honda menggantikan kata motor dan belum tentu semuanya memang merek itu.)

Litotes

Litotes merupakan majas yang berupa pernyataan, yang memperkecil atau melemahkan sesuatu untuk menyatakan sesuatu yang kuat atau besar. Fungsi majas litotes adalah untuk merendahkan diri.

Contoh:
Maaf, ya, makanannya cuma kecil-kecilan. (Padahal jamuannya cukup baik, bisa jadi malah mewah)
Selamat datang di gubuk kami. (Padahal rumahnya bukan gubuk, melainkan rumah KPR yang cukup bagus)

Hiperbola

Majas hiperbola melukiskan sesuatu dengan mengganti peristiwa atau tindakan yang sesungguhnya dengan kata-kata yang lebih hebat.

Contoh:
Aduh, macetnya! Benar-benar tua di jalan. (Tua di jalan maksudnya buang-buang waktu atau sia-sia. Perjalanan itu sendiri tidak mungkin menyebabkannya tua.)
Panasnya hari ini bikin wajahku meleleh. (Panasnya hari membuat si pembicara berkeringat banyak, tetapi wajahnya tidak meleleh).


Narasumber:
Intisari Sastra Indonesia untuk SMP dan SMA oleh Yadi Mulyadi, Ani Andriyani, dan Auliya M. Fajwah. Penerbit Yrama Widya, Bandung. 2016.
Mengayakan Kalimat dan Imajinasi, Panduan No. 1 Menjadi Penulis Andal dan Profesional oleh Burhan Fanani, S.Pd.. Penerbit Araska, Yogyakarta. 2016.

The Handmaid’s Tale: Sihir Kata


Novel yang sering disebut masuk genre speculative fiction ini dikerjakan oleh Margaret Atwood pada tahun 1985. Pernah dijadikan film dan sekarang menjadi serial TV online yang paling ditunggu. “The Handmaid’s Tale” (THL) bercerita dari perspektif tokoh wanita, Offred, ketika Republik Gilead baru berdiri. Dia bersama perempuan-perempuan lain yang berstatus handmaid hanya punya satu fungsi: melahirkan.

Dari awal cerita, pembaca digiring pada suasana depresif dan ketegangan. Dimulai dari kalimat pembuka paragraf yang tidak membuang-buang waktu:

We slept in what had once been a gymnasium.

(Kami tidur di tempat yang dulunya gimnasium.) Selanjutnya si tokoh berbicara tentang bagaimana gimnasium itu di masa lalu. Cerita kemudian bergulir pada bagaimana mereka tidur, siapa yang mengawasi, dan bagaimana mereka belajar untuk berbisik tanpa suara, lalu diam-diam saling bertukar nama asli.

Dari bab pertama, pembaca langsung tahu, ada yang tidak beres, ada suasana yang menekan. Dari sini, cerita kemudian bergerak maju dan mundur sehingga pembaca bisa menyatukan semua kepingan kisah di masa lalu dan masa sekarang (pada cerita).


Saya tidak ingin membeberkan lebih banyak plot cerita. Yang ingin saya tekankan untuk artikel kali ini adalah kekuatan kata. Atwood membius pembaca dengan monolog dan setelah saya perhatikan kekuatan kata yang dimanfaatkan Atwood ada tiga:

- Pengulangan kata,
- Permainan panjang pendek kalimat, dan
- Pengembalian kata pada maknanya.

Pengulangan Kata

Pengulangan kata memberi implikasi atas pentingnya apa yang disampaikan oleh si pembicara. Mungkin ini tradisi Barat, tetapi dalam pidato, pengulangan kata berguna menjadi amplifikasi, perpanjangan, yang membuat orang ingat nilai dari apa yang disampaikan si pembicara. Ketika diterapkan ke dalam narasi, efeknya sama.

Dalam dunia literasi, pengulangan kata seperti ini disebut dengan anafora.

Contoh 1 dalam THL:
I would like to believe this is a story I’m telling. I need to believe it. I must believe it. Those who can believe that such stories are only stories have a better chance. (Halaman 49)

Pada contoh di atas, kata ‘believe’ diulang empat kali pada empat kalimat. 4x4. Untuk memahami, kita kembali pada subteks. Ketiga kalimat pertama memberi tahu kita bahwa tokoh gamang atau merasa tidak percaya. Ia harus meyakinkan dirinya dan itu terjadi pada kalimat ketiga: Aku harus percaya. Namun, kenapa ia harus percaya, baru terungkap pada kalimat keempat (konteks): Mereka yang bisa percaya kalau cerita semacam itu sekadar cerita memiliki kesempatan yang lebih baik (untuk hidup atau selamat). Kita sudah berada pada halaman 49 dan sebelum mencapai halaman ini, Offred telah bercerita cukup banyak tentang kehidupannya saat sekarang dan sebelum Republik Gilead terbentuk. Jadi kalimat keempat merupakan cara si tokoh untuk merangkum situasi yang dihadapinya.


Contoh 2 masih menggunakan kata ‘believe’, tetapi kali ini menyebar dalam beberapa paragraf (halaman 114—116). Adegan ini menceritakan apa yang Offred pikirkan tentang nasib Luke, suaminya, yang terpisah saat mereka melarikan diri. Saat ini ia tidak tahu Luke ada di mana. Ia menduga, seperti potongan adegan di bawah, bahwa Luke sudah tewas dieksekusi. Tulisan di bawah saya potong-potong untuk mengambil intisari kata yang diulang:

Paragraf 1: Here is what I believe. (Hanya 1 kalimat)
Paragraf 2: I believe Luke is lying
Paragraf 3: I pray that the hole, … I pray that
Paragraf 4: I believe this. (Hanya 1 kalimat)
Paragraf 5: I also believe that Luke is sitting up, …. God knows what he’s wearing. God knows what they’ve put him in. God isn’t the only one who knows, so there ….
Paragraf 6: Anyway, they don’t
Paragraf 7: He finds it painful …. I can’t imagine. I can’t imagine he hasn’t already said whatever it is.
Paragraf 8: He is surrounded by a smell, …. I imagine him resting, because I can’t bear to imagine him at any other time, just as I can’t imagine anything below his collar, …. Does he know I am here, alive, that I’m thinking about him? I have to believe so. In reduced circumstances you have to believe all kinds of things. I believe in thought transference now, ....
Paragraf 9: I also believe that they didn’t catch him or catch up with him after all, that ….
Paragraf 10: He made contact with the others, …. I believe in the resistance as I believe there can be no light ….
Paragraf 11: Any day now ….
Paragraf 12: The message will say that …. The message will say that also. It’s this message, which may never arrive, that keeps me alive. I believe in the message.
Paragraf 13: The things I believe can’t all be true, though one of them must be. But I believe in all of them, all three versions of Luke, at one and the same time. This contradictory way of believing seems to me, right now, the only way I can believe anything. Whatever the truth is, I will be ready for it.
Paragraf 14: This also is a belief of mine. This also may be untrue.

Sekarang, mari kita bedah! Paragraf pertama dan kedua mengandung kata ‘believe’. Paragraf ketiga menjadi variasi dengan pengulangan kata ‘pray’. Paragraf keempat kembali pada kata ‘believe’ sebagai penegasan. Paragraf kelima menjadi kelanjutan apa yang diyakini si tokoh. Terjadi pengulangan kata ‘God’ dan ‘knows’. Paragraf keenam tidak mengandung pengulangan. Paragraf ketujuh mengulang kata ‘imagine’. Paragraf kedelapan masih mengulang kata ‘imagine’ lalu kembali mengulang 3 kali kata ‘believe’. Paragraf kesembilan memakai kata ‘believe’ dan mengulangnya 2 kali pada paragraf kesepuluh. Paragraf kesebelas tidak ada pengulangan kata. Paragraf kedua belas mengulang kata ‘message’ sebanyak 4 kali dan sekali ‘believe’. Paragraf ketiga belas mengulang kata ‘believe’. Paragraf keempat belas memakai kata ‘belief’ yang pengucapannya sama dengan ‘believe’.

Nah, ada semacam pola di sini. Setelah beberapa kali mengulang kata yang sama, Atwood memberi jeda dengan 2 cara: pertama, pengulangan kata baru seperti ‘pray’, ‘imagine’, ‘God’, dan ‘message’. Kedua, dengan membuat paragraf jeda yang tidak mengandung pengulangan apa pun. Contohnya paragraf 6 dan 11.

Apa yang bisa kita pelajari dari dua contoh di atas? Pengulangan kata tidak membosankan jika memiliki ritme yang tepat. Secara subteks, pembaca diingatkan apa yang ingin disampaikan (pada dua contoh di atas, tokoh butuh keyakinan dan dia memaksa dirinya untuk percaya).

Permainan Panjang Pendek Kalimat

Panjang dan pendeknya kalimat juga membantu memberi irama dan estetika dalam cerita. Perhatikan tiga contoh di bawah.

Contoh 1:
I ought to feel hatred for this man. I know I ought to feel it, but it isn’t what I do feel. What I feel is more complicated than that. I don’t know what to call it. It isn’t love. (Halaman 68)

Pada contoh pertama, paragraf dimulai dengan kalimat yang panjangnya sedang, diikuti kalimat yang paling panjang (14 kata). Selanjutnya kalimat menjadi lebih pendek dan paling pendek.


Contoh 2:
I wait. I compose myself. My self is a thing I must now compose, as one composes a speech. What I must present is a made thing, not something born. (Halaman 76)

Pada contoh kedua, paragraf dibuka dengan kalimat yang sangat pendek, diikuti kalimat yang lebih panjang, paling panjang (14 kata), dan diakhiri dengan kalimat yang panjangnya sedang.


Contoh 3:
But all around the walls there are bookcases. They’re filled with books. Books and books and books, right out in plain view, no locks, no boxes. No wonder we can’t come in here. It’s an oasis of the forbidden. I try not to stare. (Halaman 147)

Pada contoh terakhir, kalimat pertama agak panjang, diikuti dengan kalimat pendek. Kalimat terpanjang mengikuti (14 kata), kemudian 2 kalimat yang panjangnya sedang. Akhirnya ditutup dengan kalimat pendek.

Agak unik bahwa semua contoh yang saya ambil memiliki sebuah kalimat panjang yang terdiri dari 14 kata. Namun, Atwood sering menggunakan kalimat yang jauh lebih panjang, dengan banyak tanda koma, tapi konteks tulisan tetap bisa dipahami. Teknik menulis super panjang tidak saya anjurkan untuk pemula. Jika Anda merasa yakin bisa membuat kalimat yang jelas meskipun panjang, silakan.

Pengembalian Kata pada Maknanya

Yang saya maksud di sini adalah banyak kata yang sudah bergeser artinya kemudian dikembalikan pada bentuk asalnya. Ringkasnya, Atwood membuat eksposisi tentang asal sebuah kata.

Contoh 1:
… Rita would not allow it. She would be too afraid. The Marthas are not supposed to fraternize with us.
Fraternize means to behave like a brother. Luke told me that. He said there was no corresponding word that mean to behave like a sister. Sororize, it would have to be, he said. From the Latin. (Halaman 21)

Contoh 2:
I sit in the chair and think about the word chair. It can also mean the leader of a meeting. It can also mean a mode of execution. It is the first syllable in charity. It is the French word for flesh. None of this facts has any connection with the others. (Halaman 120)

Pada contoh pertama, paragraf pertama dan kedua berhubungan. Namun, contoh kedua berbeda. Paragraf ini pembuka adegan Offred duduk dan disajikan sarapan. Dari topik ‘duduk di kursi’, cerita mengalir pada apa saja yang ada di nampannya, kemudian berbicara banyak soal telur.

Contoh pertama lebih kepada adegan yang kemudian memiliki kilas balik. Contoh kedua merupakan eksposisi yang mengalir.

Penempatan kata untuk ‘diterjemahkan’ tepat pada contoh pertama. Pada contoh kedua, pengertian soal kursi disambung dengan sebuah paragraf yang mengatakan bahwa untuk menenangkan dirinya, Offred menjadikan ‘penerjemahan’ itu sebagai litani. Litani sendiri, dalam KBBI salah satu artinya berasal dari istilah Katolik, semacam doa yang saling bersambut pada kebaktian gereja. Secara subteks dan konteks, kita bisa melihat Offred ‘mengganti ritual doa makan’ dengan ‘menerjemahkan kata’, tetapi fungsinya sama: memberi ketenangan.

Ada banyak yang Atwood tulis sebagai ‘pengembalian kata pada artinya’. Secara filsafat, ini bisa saja diartikan sebagai dekonstruksi, membongkar hasil akhir untuk mencari awalnya. Selain itu Atwood seolah-olah juga mengembalikan teks bersubteks menjadi teks murni. Mungkin ini hanya interpretasi saya pribadi. Jika sudah membaca buku ini, Anda juga bisa membuat interpretasi lain.

Apa yang Bisa Anda Pelajari

Saya tidak berbicara tentang aturan menulis. Apa yang saya tulis kali ini lebih pada kreativitas menulis. Anda bisa mencoba teknik-teknik yang dipakai oleh Margaret Atwood sebagai nilai seni tambahan.

Selamat menulis.


Catatan:
Versi buku “The Handmaid’s Tale” yang saya pakai adalah terbitan Vintage, London, cetakan 2017.

Kalimat Pendek yang Catchy

Patience, you must have my young padawan.
-Yoda, Star Wars-

Ada yang menyadari kalau Yoda bicara, strukturnya suka dibalik, tidak mengikuti tata bahasa yang seharusnya? Selama ini saya tidak perhatian, tapi setelah baca How to Write Short karya Roy Peter Clark, saya jadi sering bermain dengan kalimat.

Sebelum kita bahas lebih lanjut, kita lihat dulu struktur kalimat yang seharusnya. Dalam bahasa Indonesia, kutipan Yoda bisa diterjemahkan, "Kesabaran, kau harus miliki, padawan mudaku." Jika kita buat dalam struktur tata kalimat yang seharusnya, kalimat itu bentuknya, "Kau harus memiliki kesabaran, padawan mudaku."

Pertanyaannya, mengapa kata 'kesabaran' (patience) yang malah diletakkan di awal kalimat? Apa efeknya pada pendengar? Ketika kata kesabaran diletakkan di awal kalimat, Yoda menekankan bahwa kesabaran itu penting. Pendengar juga langsung menangkap pentingnya kesabaran untuk ia miliki tanpa perlu ingat lanjutan kata-katanya.

Sekarang, lihat contoh ini dari Macbeth, karya Shakespeare:
The queen, my lord, is dead.
(Sang ratu, Yang Mulia, telah wafat.)
Sekarang bayangkan struktur yang benar:
A. Sang ratu telah wafat, Yang Mulia.
B. Yang Mulia, sang ratu telah wafat.

Di sini, struktur dan intonasi menjadi kunci. Dalam bahasa Inggris, ketika mengucapkan The queen, nadanya naik. Ketika mengucapkan my lord nadanya jauh lebih rendah daripada saat mengucapkan is dead. Dengan demikian kita bisa menangkap bahwa queen adalah penekanannya pertama dan is dead penekanan kedua. Pemberian jeda oleh frasa my lord juga memberi ketegangan, seperti menggantung sejenak.

Hal kedua yang bisa kita cermati, kalimat dalam berbahasa Inggris itu hanya terdiri dari enam atau tujuh kata. Singkat, padat, mudah diingat, dan catchy.

Sekarang, kita lihat kutipan Martin Luther King Jr., yang kalimatnya sedikit lebih panjang, tapi esensinya sama dengan pembahasan kita di atas.

1. Love is the only force capable of transforming an enemy into friend.
(Cinta adalah satu-satunya kekuatan yang mampu mengubah seorang musuh menjadi teman)
Bentuk lain: Satu-satunya kekuatan yang mampu mengubah seorang musuh menjadi teman adalah cinta.
Jika kita cermati di sini, ada dua hal penting dalam kalimat aslinya: cinta dan musuh menjadi teman. Jadi dengan meletakkan satu di awal dan satu di akhir, kita bisa melihat apa intisari kalimat itu.

2. The quality, not the longevity, of one's life is what is important.
(Kualitas, bukannya usia panjang, dari kehidupan seseorang itulah yang penting)
Bentuk lain: Apa yang penting dalam kehidupan manusia adalah kualitasnya, bukan panjang usianya.
Sama dengan kalimat bijak Yoda, kata kualitas adalah bagian yang ingin ditekankan oleh King.

Nah, kalian bisa berlatih di buku coretan atau menggunakan tokoh-tokoh yang telah kalian buat, mengucapkan kata-kata dengan penekanan pada kata tertentu.
Selamat mencoba.

Majas: Simile, Metafora, dan Personifikasi



Sewaktu dulu saya wara-wiri di sebuah international school, ternyata pelajaran tentang majas sudah diperkenalkan sejak SD. Sekurangnya, kelas 4 ada tiga majas yang harus dikuasai. Ketiganya masih dari kelompok majas perbandingan.

1. Simile
Simile mungkin yang paling mudah di antara tiga majas. Majas ini membandingkan dua hal yang berbeda, tapi mengandung sesuatu yang serupa.
Cirinya ditandai dengan penggunaan kata seperti, bagai, laksana.
Contoh:
- Tubuh Andi lincah bagaikan kancil.
- Kecantikannya laksana bulan.
- Ia menggelepar seperti ikan megap-megap.

2. Metafora
Ini majas yang menggambarkan sesuatu dengan membandingkan langsung pada hal lain; sebuah ekspresi yang menjelaskan manusia atau objek dengan mereferensikannya pada sesuatu yang memiliki karakteristik sama.
Contoh:
- Pikiran adalah lautan.
- Ia bintang yang bersinar.
- Dia itu kamus berjalan.

3. Personifikasi
Personifikasi merupakan gaya bahasa yang menempatkan benda mati seolah-olah seperti manusia.
Contoh:
- Pohon menari-nari ditiup angin.
- Akhirnya matahari pun bangun.
- Ombak bergulung marah.

Apa bedanya simile dan metafora?
Perbedaan utama terletak pada kata 'seperti'. Simile pasti menggunakan kata tersebut, sementara dalam metafora tidak boleh sama sekali. Dalam metafora, sesuatu adalah sesuatu yang lain.

Dalam bahasa Inggris perbedaan keduanya tampak lebih jelas:
- You are as strong as a bear. (Simile)
- He slept like a log. (Simile)
- The snow is a white carpet. (Metafora)
- Life is a rollercoaster. (Metafora)

Dua contoh yang pertama membandingkan seseorang terhadap benda (log, kayu) atau hewan (bear, beruang).

Dua contoh terakhir berbeda. Yang satu mengatakan kalau salju adalah karpet putih. Jadi salju dan karpet seolah-olah hal yang sama. Keduanya memiliki kesamaan: lembut dan menghampar. Contoh yang kedua menyatakan bahwa hidup itu rollercoaster. Hidup hanya dimiliki makhluk hidup, sementara rollercoaster benda mati. Namun, dalam hal ini keduanya memiliki kualitas sama, yaitu naik turun.

***
Narasumber:
https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/metaphor
https://examples.yourdictionary.com/metaphor-examples-for-kids.html
https://examples.yourdictionary.com/examples-of-similes.html
Buku Intisari Sastra Indonesia: untuk SMP dan SMA oleh Yadi Mulyadi, Ani Andriyani, dan Auliya Millatina Fajwah. Penerbit Yrama Widya, 2016, Bandung.

Membuat Tokoh



Pada dasarnya menggodok karakterisasi tokoh tidak terlalu berat asal tahu caranya. Kuncinya adalah SELALU MELIHAT LOGIKA DAN SEBAB AKIBAT. Misalnya, kalau kalian membuat tokoh pemalu lalu mendadak berubah rajin tertawa, apakah ini masuk akal? Apakah ada ALASANNYA?

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kalian mendeskripsikan tokoh tersebut. Hati-hati menggunakan kata cantik, tampan, ganteng, imut. Tidak ada standarisasi cantik itu seperti apa. Cantik juga tidak berarti sempurna. Bisa saja wajahnya cantik, tapi ada bopeng di leher.

Dan satu lagi, jangan memberi deskripsi yang terlalu umum seperti 'si A tidak suka dikhianati, dibohongi, dibuat menunggu'. Saya tanya, orang waras mana doyan dikhianati, dibohongi, dan dibuat menunggu? Nah, di sinilah logika harus dipakai.

Secara ringkas, kita bisa membuat biodata tokoh dengan aplikasi, word processor, atau cukup tulis saja di kertas. Isinya terdiri dari:
1. Nama. Gak usah panjang. Dua kata cukup. Gak sulit-sulit amat dicapkan atau diingat. Makin gampang, makin mudah diterima pembaca.
2. Umur pada saat cerita terjadi. Tanggal dan tempat lahir ditulis hanya jika berperan dalam cerita.
3. Penampilan fisik. Sekali lagi, hindari kata cantik dan tampan. Buat spesifik apa yg menarik dari tampilan si tokoh.
4. Kelebihan/kekurangan secara psikis. Misalnya apakah orangnya pemarah, pemalu, punya 'trait psikopat', mengidap alzeimer, punya sakit kejiwaan (namanya apa?)
Kalian boleh menambahkan apa yang disukai/tidak disukai dan hobi si tokoh. Bisa dari warna favorit, buku kesukaan, musik, olahraga, makanan, dll. Fakta ini tidak wajib masuk dalam cerita kamu nantinya. Namun, kalau stuck, bisa berguna untuk ditambah ke dalam cerita kelak.

Saya batasi hanya sampai di sini. Sebenarnya ada hal-hal lain seperti cita-cita, konflik, dan masa lalu (latar belakang). Namun, ini jauh lebih kompleks. Mungkin lain kali saya jelaskan secara terpisah.

CATATAN
Padamatabuku mengadakan latihan membuat tokoh (berbayar). Silakan cek Agenda.

Pencarian Artikel

Entri yang Diunggulkan

Samurai Seven: Siapa Pemenang Sebenarnya

Inilah salah satu cerita terbaik yang pernah saya tonton. Baik versi asli maupun anime sangat menarik. Seven Samurai (1954) memiliki be...

Artikel Terpopuler Minggu Ini