Tampilkan postingan dengan label Tokoh & Karakterisasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tokoh & Karakterisasi. Tampilkan semua postingan

Per-bully-an: Antara Fiksi dan Fakta

 


Beberapa bulan yang lalu saya mengadakan riset kecil-kecilan tentang bully (perundungan) sebagai stereotip dalam cerita remaja. Dari situ saya mendapat banyak masukan. Ketimbang menjawab dari sisi fiksi, lebih banyak yang cerita bagaimana perundungan yang terjadi di sekitar responden. 

Untuk memudahkan, saya akan bagi pembahasannya jadi dua bagian. Dari segi fiksi dan fakta lapangan.

Fiksi

Meski kebanyakan cerita fiksi terbit profesional, banyak remaja yang sekarang menulis cerita di platform seperti Wattpad. Komunitas yang menjadi sasaran tanya saya juga komunitas penulis dan pembaca Wattpad (Forum Wattpader Indonesia) dengan respon dari usia remaja hingga dewasa. 

Dari tanggapan mereka, rasanya kebanyakan cerita remaja menggambarkan perundungan dilakukan oleh 
-remaja yang cantik atau ganteng
-populer dan atau kaya
-biasanya tidak sendirian, memiliki geng.
-di dalam geng itu biasanya si 'bos' yang aktif merundung. Yang lain ikut-ikutan.
-bad boy atau bad girl, tetapi tidak sesuai dengan definisi bad boy yang sebenarnya.
-anak donatur sekolah atau anak pejabat
-ada pembaca yang merasa bahwa tokoh perundung dihadirkan hanya demi membuat konflik dan agar pembaca bersimpati pada tokoh yang dirundung
-bertubuh kekar (cowok)
-perundung cewek cenderung ke body shaming
-pelaku orang yang cerdas (misalnya juara olimpiade matematika) 
-queen bee dan atau pintar dandan
-pelaku adalah kakak kelas (cewek atau cowok) 

Saya rasa, tanggapan dari Dian Fajarianto perlu saya kutip di sini:
"Taktik bully-annya banyak sih. Tapi secara garis besar ada yang main fisik, main verbal, dan make trik psikologis (mengucilkan, nge-prank, ngejebak, dan apa pun yang bisa menghancurkan harga diri korban). Pem-bully cowok biasanya suka main fisik/kekerasan. Tipe yang sering dipake itu Jerk Jock (anak tim olahraga yang songongnya bukan main, apalagi mereka punya keunggulan fisik dibanding tokoh lain).

"Pem-bully cewek biasanya pake taktik verbal. Ngata-ngatain, bikin target merasa bersalah meski nggak tau salahnya apa, dan menjelek-jelekkan apa pun dalam diri korban yang tak disukai pelaku. 

"Kedua tipe pem-bully itu, kalo populer, juga bisa pake taktik psikologis nonverbal kayak menghasut orang banyak buat mengucilkan korban, atau bikin korban nggak nyaman di kelas/sekolah (gaslighting). Taktik ini yang paling berbahaya sebenarnya. Karena susah membuktikannya daripada bullying fisik dan verbal (fisik bisa aja ada bekasnya, ucapan bisa direkam atau screenshot, kalo itu cyberbullying). Parahnya kalo orang-orang udah merasionalisasikan tindakan mereka dan berpikir bahwa pelaku memang benar, menganggap korban pantas di-bully, bahkan orang yang gak ada kaitannya pun bisa ikut nge-bully.

"Karena ketiadaan bukti itu, biasanya guru/ortu lepas tangan dan menganggap, "Ah, cuma candaan biasa". Perlu kepekaan memang, tapi orang yang peka bakal dicap baperan, gak ngerti lelucon, dan bisa jadi korban berikutnya. Gitu aja terus sampai tau-tau ada yang wafat."

 

Fakta

Sedikit terkejut saya mendapati bahwa di dunia nyata, perundungan masih mirip-mirip dengan versi buku, tetapi variannya lebih luas.
-remaja cantik atau ganteng, tetapi bisa juga dilakukan oleh mereka yang tampangnya biasa saja
-merasa cantik atau ganteng, merasa populer, termasuk merasa pintar, kaya, dll.
-populer atau kaya tidak selalu jadi patokan. Sering juga pelaku adalah dari kelompok ekonomi menengah ke bawah. Yang kaya jadi korban palakan dan yang miskin dirundung secara fisik.
-tergantung situasinya, perundung bisa saja sendirian atau berkelompok. Kadang di dalam kelompok itu ada kelompok yang lebih kecil lagi.
-sindir-menyindir dan bersikap dramatis (cewek)
-tidak tertutup kemungkinan bahwa pelaku anak yang pintar dan berprestasi. 
-pelaku bisa jadi kakak kelas.
-bentuk perundungan bisa fisik maupun verbal.
-memiliki benda tertentu (misalnya motor) sehingga merasa hebat
-orang atau kelompok yang dianggap berbeda dianggap sebagai musuh.

Menyikapi

Cukup menarik bahwa fiksi dan fakta sepertinya saling silang. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi saya sendiri: apakah ini bentuk life imitates art atau art imitates life?

Hal yang tadinya saya anggap fiksi yang bombastis, ternyata ada dalam dunia nyata. Kalau saya pikir-pikir, banyak memang, kasus perundungan fisik yang mengerikan di dunia nyata. Tidak sedikit korban perundungan yang tewas akibat kekerasan tersebut. Begitu pun dampak psikis kepada korban, yang jika terlalu dalam sakitnya, bisa membuat mereka memutuskan bunuh diri. 

Harapan

Saya sengaja tidak menulis soal mengapa orang melakukan perundungan. Saya pikir, tugas penulis adalah mencari tahu hal itu sendiri. Yang menjadi perhatian saya adalah 
-apakah penulis yang masih remaja menganggap merundung sebagai hal yang biasa?
-apakah penulis yang masih remaja mampu memasukkan nilai moral ke dalam cerita?
-apakah penulis-penulis belia ini memahami secara serius dampak psikologis dari perundungan?

Saya harap cerita berbasis perundungan bukan demi keren-kerenan cerita. Hal ini tentu mudah dipahami oleh penulis dewasa yang menulis cerita remaja. Bagaimana dengan penulis remaja yang cara berpikirnya belum mendalam? 

--- Catatan: Terima kasih untuk FWI dan anggotanya yang telah memberi respon positif untuk pertanyaan saya.

Perlukah Cast dalam Fiksi?

 


Saya memang tidak suka cerita dengan cast.

Pertama karena kesannya si penulis 'malas' mikir. Kesannya, lho.

Kedua, karena risiko tinggi bagi yang dijadikan cast. Misalnya dijadikan objek fantasi seksual atau pelecehan. Pernah saya lihat beberapa bulan lalu ada remaja cewek yang memberi komen di postingan si seleb bahwa dia ingin melihat si cast ini telanjang. Mengerikan.

Ketiga, rawan pencemaran nama baik. Kalau cast-nya dijadikan tokoh baik-baik atau sehat-sehat saja, mungkin masih gak masalah. Kalau ditulis kena Ebola kan berabe. Bisa bikin geger. Atau kalau dibuat selingkuh, kan bisa dikira itu beneran.

Keempat, rawan jerat hukum. Kalau si seleb gak nyaman dengan apa yang ditulis, bisa saja dia menuntut. Bisa jadi, meski ceritanya baik, si seleb menuntut karena merasa tidak pernah mengizinkan namanya dipakai. Satu lagi, andaikan kalian mendapat keuntungan (royalti dan bentuk finansial lain) dengan memakai si dia sebagai cast, sementara dia tidak dapat apa-apa, itu bisa jadi masalah hukum. Kalau kalian kaya raya bisa bayar pengacara, ya silakan aja lanjut. Kalau gak, mending pikir sejuta kali.

Ada situasi-situasi lain yang perlu dipertimbangkan. Misalnya reaksi media sosial. Jangan sampai sebagai pengarang kalian dirundung atau dilaporkan oleh pihak ketiga. Ujung-ujungnya kan masalah hukum. Pertimbangkan juga bahwa netizen Indonesia belum banyak yang belum 'cerdas' dalam menanggapi cerita fiksi. Banyak pembaca yang menganggap fiksi itu sungguhan. Fiksi pelakoran saja dianggap kejadian nyata. Bisa-bisa mereka akan berpikir bahwa kelakuan cast memang seperti di dalam cerita.

Buat saya, menjadikan seleb sebagai cast cukup di dalam otak pengarang saja. Jangan kasih tahu pembaca. Ini rahasia kecil yang menyenangkan. Saya selalu berprinsip: biarkan pembaca memiliki imajinasi sendiri seperti apa atau seperti siapa si tokoh dalam cerita. Lagian, seneng amat sih kelien ngatur-ngatur?

Antagonis (transkrip video)


 

(Transkrip ini disediakan untuk teman-teman yang tidak bisa mengakses Youtube.)

Antagonis berasal dari kata antagonistēs.

Artinya lawan, kompetitor, penjahat, musuh, saingan.


"Antagonistēs" adalah bahasa Yunani.

"anti-" (melawan) dan "agonizesthai" (mendapatkan hadiah).


Meski salah satu artinya adalah penjahat, tidak berarti semua antagonis jahat.


Antagonis lebih sering diartikan sebagai orang yang berlawanan dari protagonis (tokoh utama).


Baik protagonis dan antagonis bisa sama-sama orang baik.


Antagonis juga bisa bertindak sebagai rintangan bagi protagonis.


Contoh:

1. Protagonis ingin mencuri.

Antagonis menghalangi.

2. Protagonis ingin pergi ke sekolah.

Antagonis mengajaknya membolos.


Antagonis sering menjadi sumber konflik dan moral bagi protagonis.


Contoh protagonis x antagonis

Hamlet x Claudius

Nobita x Giant

Naruto x Sasuke

Tom x Jerry


Manfaatkan antagonis untuk membuat plot jadi lebih menarik.


Kamu baru saja belajar tentang antagonis. 


Kalau suka, jangan lupa subscribe, like, dan share video ini, ya.


+++

 

Teks dan musik oleh Dessy Yasmita.

Sampel musik dari Bandlab.

 


Contagion: Sebuah Prediksi yang Akurat

 


Ada yang sudah nonton film Contagion? Film yang lumayan lawas ini dibesut Steven Soderbergh pada tahun 2011 dan digadang sebagai film.

Sinopsis

Beth Emhoff sakit parah setelah beberapa hari pulang dari Hong Kong. Anaknya juga meninggal tak lama kemudian. Situasi ini dianggap janggal. Suaminya Mitch segera dikarantina, tetapi dia ternyata imun, begitu juga anaknya yang lain, Jory.

Di Hong Kong, Leonora Orantes dan pejabat lokal Sun Feng menyelidiki pergerakan Beth selama di sana.

dr. Cheever dari Departemen Pengontrolan Penyakit mengirim dr. Erin Mears untuk menginvestigasi. Tugasnya termasuk menegosiasi birokrat lokal untuk melakukan pencegahan. Setelah kontak dengan beberapa orang, Mears sakit. Chicago di-lockdown. Kepanikan, penjarahan, dan kekerasan terjadi. Mears akhirnya meninggal.

Di tempat lain, Ally Hextall dan Ian Sussman bekerja mencari akar virus dan membuat vaksin. 

Sementara itu, Alan Krumwiede—seorang 'pakar teori konspirasi'—mengklaim bahwa bunga forthysia adalah obatnya. Hal ini menyebabkan kegaduhan karena orang-orang mencari obat tersebut. Ia kemudian ditangkap karena telah memalsukan sakit demi menjual penawar tadi.

Sun Feng menahan Leonora agar desanya mendapat vaksin. Ally, di lain pihak, menyuntikkan vaksin uji coba pada dirinya sendiri dan tidak mengalami efek tertentu. Vaksin segera dibuat dan pembagiannya dilakukan lewat lotere berdasarkan tanggal lahir. Saat itu jumlah kematian di Amerika telah mencapai 2,5 juta jiwa dan 26 juta di seluruh dunia. Representasi WHO di Hong Kong memberikan vaksin pada Sun Feng. Leonora dibebaskan. Ia kembali pada Sun Feng setelah mengetahui vaksin tersebut hanya placebo.

Pada akhir cerita, diperlihatkan bagaimana ketika  pepohonan yang ditebang membuat sekelompok kelelawar terbang. Satu di antaranya makan pisang yang sisanya jatuh dan dimakan seekor babi. Babi itu kemudian dijagal dan dimasak oleh chef. Menyukai makanannya, Beth minta bertemu. Mereka bersalaman. Dari sanalah semua berasal.

Riset

Film ini sendiri memang tidak main-main. Dari segi riset, pelaku film menggandeng orang WHO untuk memberi masukan. Penulis skenario, Scott Z. Burns, melakukan riset berbulan-bulan tentang ilmu pandemi. Burns juga mengatakan idenya menulis Contagion didapat dari ayahnya yang cemas terhadap kemungkinan flu burung jadi pandemik. Dia tidak ingin membuat cerita yang konvensional dan meminta saran dari seorang epidermologis, dr. Larry Brilliant. Selain itu dr. Dr. Ian Lipkin, seorang dokter yang berhasil mengidentifikasi banyak penyakit baru, ikut menjadi konsultan dalam film ini.

Sudut Pandang Cerita

Dari sisi cerita, penggunaan POV-3 jamak membantu penonton melihat berbagai aspek dan konflik yang terjadi di berbagai tempat.

Beth Emhoff mewakili suspect zero. Mitch dan anak perempuannya mewakili cerita orang sehat yang terjebak dalam lockdown. Mereka juga menjadi saksi bagaimana situasi berubah menjadi kacau karena penjarahan. Cheever dan Mears mewakili bagaimana birokrasi bekerja dan bagaimana pejabat tidak antusias untuk melakukan pencegahan. Mears juga mewakili pekerjaan dokter di lapangan yang memakan nyawanya sendiri. Alan mewakili dunia obat alternatif, hoaks, dan tuduhan konspirasi. Sun Feng dan Leonora memperlihatkan cara kerja penyelidikan termasuk konflik politik global soal vaksin. Sementara Ally dan Ian memperlihatkan bagaimana proses penemuan vaksin.

Teknik narasi ini diperkuat dengan dialog yang padat. Meski ada istilah teknis, penjelasannya cukup gamblang dan tidak terkesan sebagai film edukasi ataupun propaganda.

Ketegangan

Sayang saya tidak sempat mencatat sumbernya, tetapi sebelum ribut-ribut COVID-19, sekitar setahun sebelumnya, ada simulasi komputer bahwa jika terjadi pandemi, sekian banyak orang akan terinfeksi dan sekian akan meninggal. Kita mungkin menganggap remeh pandemi, tetapi bagi para ilmuwan, itu hanya soal waktu.

Mengapa Contagion lebih menakutkan ketimbang cerita zombie? Mungkin karena kita tahu zombie hanya fantasi. Virus lebih nyata dan telah beberapa kali jadi contoh pandemi. Yang jelas nyata, tetapi tidak bisa dikontrol jauh lebih menakutkan. Itu sebabnya Contagion lebih memberi dampak.

Musuh atau Situasi?

Ada pengarang yang menganggap penyakit sebagai penjahat (villain). Saya tidak sependapat. Penyakit adalah situasi. Jika penyakit dan virus adalah tokoh, harus ada interaksi yang jelas, dialog di antara keduanya, bahkan si virus harus melawan berbagai vaksin. Setidaknya, pembaca, pendengar, atau penonton harus bisa memahami mengapa si penyakit memilih si korban dan mengapa dia sangat ingin menginfeksi manusia. Tentu saja, kita tidak akan pernah mendapat jawaban 'manusiawi'. Penyakit tidak akan pernah berbicara atau bernegosiasi. Sama seperti alam. Manusia tidak punya arti ketika alam 'memutuskan' untuk gempa atau tsunami. Bedanya, penyakit bisa dicegah. Untuk itu saya tetap berprinsip bahwa penyakit adalah konflik eksternal dari alam. 

Dalam Contagion, meski konflik utamanya bersifat eksternal, konflik internal juga terjadi. Inilah momen 'cerita' dari tokoh-tokohnya. Beth ternyata berselingkuh. Dari Hong Kong, dia tidak langsung ke rumah, tetapi ke kota selingkuhannya. Mitch mati-matian ingin melindungi anak perempuannya. Sebelum meninggal Mears mencoba memberi selimut pada pasien di sebelahnya. Leonora memutuskan untuk kembali ke desa Sun Feng. Cheever mendapatkan vaksin untuk dia dan istrinya, tetapi memutuskan untuk memberi vaksin jatahnya pada seorang anak. Ally memutuskan untuk menguji vaksin pada dirinya sendiri karena terlalu lama jika harus ikut protokol. Sedangkan Alan mewakili ketamakan dan kericuhan yang ditimbulkan media sosial. 

Konflik eksternal dan internal ini menyatu sehingga cerita yang ditampilkan cukup kuat dan menuai banyak pujian.

Pada beberapa universitas dan mata kuliah tertentu, banyak dosen juga menyertakan film ini sebagai bagian dari kurikulumnya. Ini menunjukkan bahwa film ini cukup akurat.

Pelajaran

Untuk penulis skenario dan pengarang, catatan terbesar yang bisa diambil adalah keberanian penulis naskah untuk melakukan riset berbulan-bulan. Berbulan-bulan, lho. Keberanian untuk mengambil risiko riset yang begitu lama memberi hasil nyata. Contagion sebuah cerita yang memberi prediksi akurat bagaimana manusia bereaksi pada pandemi.

Jika kalian ingin membuat cerita yang terasa nyata, jangan takut melakukan riset mendalam.

Narasumber

Contagion (2011 film)
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Contagion_(2011_film)

"How the makers of ‘Contagion’ saw an outbreak like coronavirus coming" oleh Soumya Karlamangla di Los Angeles Times. 11 Maret 2020
https://www.latimes.com/california/story/2020-03-11/coronavirus-contagion-outbreak-accuracy-movie (diakses tanggal 12 Maret 2020)

Hamlet (sinopsis dan analisis)


Sinopsis

Hamlet seorang pangeran yang ayahnya telah meninggal selama beberapa waktu. Ibunya kemudian menikah dengan pamannya, Claudius, yang sekarang menjadi raja. Hamlet benci pernikahan itu.

Suatu malam, Hamlet bertemu hantu yang memintanya membalas dendam karena dialah sang raja yang dibunuh oleh Claudius. Hamlet pun bersiap. Namun, dia bukan tipe orang yang terburu-buru. Ia banyak merenung. Hal ini membuat cemas sang ratu, Gertrude, dan mengutus teman-teman Hamlet untuk mencari tahu. Polonius, seorang pejabat rumah tangga istana, menduga Hamlet sedang tergila-gila pada putrinya, Ophelia. Namun, Hamlet tidak tertarik. Ia menyuruh Ophelia pergi ke biara wanita.

Ketika lewat grup teater keliling, Hamlet mendapat ide untuk mengetes apakah Claudius si paman bersalah atau tidak. Dalam pertunjukan itu ada sebuah adegan yang dibayangkan Hamlet begitulah cara Claudius membunuh ayahnya. Ketika melihat adegan itu Claudius langsung pergi. Bagi Hamlet, inilah buktinya. Hamlet kemudian hendak membunuh pamannya, tetapi sang paman sedang berdoa. Hal itu membatalkan niatnya karena menurut Hamlet jika Claudius mati saat berdoa, arwahnya akan menuju surga.

Setelah itu Hamlet berhadapan dengan ratu di kamar. Ia tidak tahu kalau Polonius menguping dan ketika mendengar keributan, Hamlet menghunuskan pedangnya sebagaimana ia mengira Claudius yang bersembunyi. Polonius mati. Akibatnya Hamlet segera dikirim ke Inggris. Namun, diam-diam Claudius memerintahkan teman-teman Hamlet yang akan menemani perjalanan itu untuk memastikan Raja Inggris menghukum mati Hamlet.

Kematian Polonius membuat Ophelia hilang akal dan bunuh diri. Laertes, anak Polonius, pun marah setelah Claudius meyakinkan bahwa Hamletlah pembunuh keduanya. Claudius memanfaatkan situasi ketika Hamlet harus kembali karena kapalnya diserang perompak. Ia pun memanfaatkan kemarahan Laertes yang ingin membalas dendam. Sebuah duel direncanakan. Pada pedang milik Laertes, Claudius membubuhkan racun. Sebagai rencana cadangan, jika Hamlet yang menang, gelas anggurnya telah dibubuhi racun.

Hamlet tiba saat pemakaman Ophelia. Merasa sangat berduka, Hamlet menyerang Laertes dan mengatakan bahwa sebenarnya ia sangat mencintai Ophelia. Setelah kembali ke kastil, ia meyakini bahwa salah satu dari mereka harus mati karena kematian bisa datang kapan saja. Tak lama kemudian, datanglah utusan Claudius yang mengatur duel antara Laertes dan Hamlet.

Duel pun berlangsung. Hamlet berhasil melukai Laertes, tetapi menolak anggur yang ditawarkan Claudius. Malah, Ratu Gertrude yang meminumnya lalu tewas. Duel kembali berlangsung. Kali ini menyebabkan Hamlet terluka. Namun, ia masih hidup. Pertarungan terus berlangsung dan akhirnya Laertes terluka oleh pedang beracunnya. Sebelum tewas, ia memberi tahu bahwa Claudius bertanggung jawab atas kematian sang ratu. Hamlet menusuk Claudius dengan pedang beracun lalu memaksanya minum sisa anggur. Claudius tewas. Hamlet sendiri mati tak lama kemudian.

Kalian baru saja mendengarkan sinopsis superpendek dari Hamlet. Cerita tragedi ini dianggap sebagai karya Shakespeare yang paling kompleks, paling sering dibahas, dan paling sering diproduksi entah dalam bentuk film, televisi, maupun radio, terutama di masa modern. Tapi kenapa?

7 Alasan Mengapa kamu harus membaca Hamlet


1. Relevan

Apa yang ditampilkan dalam Hamlet merupakan permasalahan abadi manusia. Ada pembunuhan, dendam, keserakahan, konspirasi, tipu daya, dan pergumulan batin.

Claudius menginginkan kekuasaan. Ia mengkudeta raja yang sah. Hantu raja dan Hamlet dendam pada Claudius. Hamlet merencanakan pembalasan. Claudius memanipulasi Laertes dan berkonspirasi membunuh Hamlet untuk mengamankan kejahatannya. Melakukan duel demi harga diri plus tipu daya pembunuhan, hanya berakhir dengan kematian.

Relevan? Sering mendengar atau membaca kasus seperti ini? Ya. Dalam masa modern/ harta dan kekuasaan masih menjadi pemicu nafsu. Kita banyak mendengar kasus pembunuhan yang berbasis penguasaan atau kekayaan, juga demi harga diri. Dan semua itu membuat kita bertanya-tanya, mengapa mereka melakukannya.

2. Tema

Sebenarnya, apa sih tema besar Hamlet? Saya yakin kalian langsung bisa menebaknya. Ya. Balas dendam. Sepanjang cerita berisi pemikiran tentang membalas dendam. Namun, baru menjelang akhir cerita dendam itu dilaksanakan.

3. Karakter

Apakah Hamlet jahat? Menginginkan kematian dan membalas dendam, tentu bukan perbuatan terpuji. Saya pikir Hamlet seorang antihero jika bukan karakter abu-abu. Ada pergeseran dari tokoh baik menjadi gelap. Dia masih memiliki moralitas. Namun, sepertinya dia terjebak dalam pikirannya.

Claudius, di lain pihak memainkan peranan antagonis merangkap penjahat (villain) dan meskipun dia menyadari perbuatannya salah, dia tidak melepaskan diri. Di sinilah tragedi sebenarnya berawal. Seandainya Claudius mengakui kejahatannya dan mengusahakan rekonsiliasi dengan Hamlet, mungkin meski tidak berakhir happy ending, tingkat tragedinya tidak sekelam akhir yang kita lihat.

4. Dilema

Hamlet menyadari kejahatannya ketika dia ingin memastikan Claudius mati masuk neraka. Kenyataan Claudius berdoa menjadi dilema moral bagi Hamlet.

Ia juga mengalami krisis eksistensial dalam beraksi, dan pikiran-pikiran soal kematian:
To be or not to be—that is the question:
Whether ’tis nobler in the mind to suffer
The slings and arrows of outrageous fortune,
Or to take arms against a sea of troubles
And, by opposing, end them ...
(Hamlet, Act 3, Scene 1.)

(Melakukan atau tidak—itu pertanyaannya: Apakah lebih mulia berpikir untuk menderita dari
Pengumban dan panah keberuntungan yang memalukan,
Atau mengambil senjata/ melawan lautan masalah
Dan, secara bertentangan, mengakhirinya.)

5. Moral

Siapa yang paling diuntungkan dalam cerita ini? Tidak ada. Tidak satu tokoh pun mendapat keuntungan.

Obsesi Hamlet membuatnya lupa ada sisi lain kehidupan. Laertes terbawa amarah dan dendam sehingga mudah dimanipulasi.

Mungkin korban yang paling sia-sia adalah Ophelia. Pikirannya polos dan hanya jadi komoditas Polonius untuk menguatkan posisinya dalam hirarki kerajaan.

Bagaimana dengan Hantu? Ya, dendamnya sudah terbalas. Namun, apakah sepadan dengan membawa kematian bagi istri dan anaknya? Bukankah keinginannya terdengar egois?

Mungkin pertanyaannya jadi lebih besar:
Apakah membalas dendam menjadi satu-satunya cara menyelesaikan masalah?
Apakah membalas dendam harus dengan membunuh?

6. Terbuka pada interpretasi

Cerita Hamlet tergolong terbuka untuk perdebatan, lho. Makanya banyak ahli yang mempertanyakan perihal psikologi, kebiasaan, sosiologi, dan aspek lain yang terkait dengan cerita ini.

Misalnya ada perdebatan apakah Hamlet gila, sekadar terbawa nafsu, atau terobsesi? Kenyataan dia mengingkari perasaannya pada Ophelia buat saya menunjukkan dia orang yang waras dan penuh kalkulasi. Dia juga seorang pemikir sehingga monolognya filosofis.

Lalu apakah Ophelia benar-benar bunuh diri atau jatuh ke air? Apakah tenggelam merupakan simbolisme atau metafora atas kejadian lain?

Bagaimana dengan Ratu Gertrude? Sepertinya dia memang terlibat perselingkuhan karena diisyaratkan oleh Hantu. Namun, apakah dia terlibat persekongkolan pembunuhan? Dia terlihat kaget ketika Hamlet menuduhnya. Apakah dia tahu kalau anggur untuk Hamlet sebenarnya sudah diracun? Mengapa dia berkata

"I will, my lord; I pray you, pardon me" (Act 5, scene 2.)
Saya akan (meminumnya), Yang Mulia.

7. Fakta

Hamlet adalah drama terpanjang Shakespeare yang butuh 4 jam penampilan. Tapi jangan salah, Hamlet adalah cerita blockbuster dari masa Shakespeare sampai sekarang. Alasannya? Barangkali Pangeran Hamlet adalah refleksi dari diri kita sendiri yang diam-diam curiga, diam-diam berkomplot dengan kematian, dan siap membalas dendam. Setidaknya dalam pikiran kita.

7 Hal yang Jangan Kamu Lakukan pada Episode Pilot



Peringatan: tonton dulu episode 1 sinetron ini sebelum baca komentar saya. Maxstream bisa diunduh di Google Play. Setelah terpasang, di bagian pencarian tinggal ketik judulnya. Tidak perlu login (pengalaman saya pakai wifi) bisa langsung nonton. Selebihnya, artikel ini mengandung beberan (spoiler) dan dibagi jadi dua tayangan.

Beberapa minggu yang lalu saya ngasih komen langsung pada salah satu tim produksi "Cerita Dokter Cinta". Versi yang ada di sini lebih fokus pada dunia penulisan, terutama bagaimana menulis episode pembuka (pilot episode) televisi.

Saya hanya nonton episode 1 karena episode pilot selalu penting buat saya. "Cerita Dokter Cinta" (saya singkat jadi CDC) episode 1 bercerita tentang sekelompok koas yang datang untuk menjalani hari koas di rumah sakit. Setelah malam, akhirnya mereka bisa bersantai sejenak, mendengarkan acara radio "Dokter Cinta". Dokter yang mengepalai kelompok koas ini juga pulang, mengurus ibunya yang sudah pikun. Itu saja intinya dalam 16 menit tayang. 

1.Tidak ada konflik (yang jelas)

Perhatikan blurb atau logline CDC yang dipasang di Maxstream:
Kisah dokter Obygin Ryan, …, dalam membantu persalinan pasien dan mengatasi persoalan cinta di antara mereka yang penuh konflik


Saya tidak tahu di mana letak konfliknya karena episode pilot tidak punya konflik sama sekali. Semuanya hanya setup dan pengenalan tokoh. Buat saya, 16 menit itu bisa dipangkas jadi 5 menit karena naskahnya tidak efisien. 

Ada beberapa adegan bagus yang bisa dijadikan konflik, ternyata hanya tempelan. Misalnya, Ryan sedang membantu ngasih CPR lalu masalah selesai begitu saja. Adegan selanjutnya, dia sudah di depan koas untuk briefing. Coba kalau pasiennya mati dan dia terlambat menemui koas, pasti lebih menarik karena ada konflik batin sehingga adegan ketika bersama ibunya akan lebih emosional. Kalau adegan ini digarap, kita bisa melihat bahwa Ryan adalah tokoh utama. 

2.Adegan superklise

CDC masih terjebak dengan pola seperti ini:
-tokoh utama terlambat bangun
-tabrakan dengan tokoh lain
Silakan baca selengkapnya 10 Pembuka Cerita yang Klise.

3.Tokoh tidak tergarap

Siapa yang sebenarnya jadi tokoh utama di sini? Si cewek kesiangan atau Ryan? Kesannya tetap si cewek kesiangan yang jadi tokoh utama karena penonton digiring untuk mengikuti dia dari rumah hingga di rumah sakit. Kalau dilihat dari poster dan prolog, seharusnya Ryan yang lebih banyak dapat porsi. Bahkan, walaupun ceritanya terdiri dari banyak tokoh, tokoh utamalah yang seharusnya memimpin cerita pada episode pilot.

Masalah lain dalam sinetron (lokal dan luar) adalah menghadirkan tokoh lucu untuk menyegarkan cerita (walaupun saya tahu dalam CDC nanti dia punya masalah). Yang fatal adalah mereka harus ditampilkan konyol dari awal entah dengan ekspresi yang kelihatan bodoh atau perilaku yang cocok untuk ditertawakan. Lebih fatal lagi jika … (ke poin selanjutnya)

3.Adegan/informasi/dialog sia-sia

Adegan komedi yang ditempel paksa jelas sia-sia. Contoh lain dalam CDC misalnya adegan makan di lorong dan kedua koas bertukar makanan. Apa fungsi adegan ini? Tidak ada. Apakah bertukar makanan bikin keracunan? Tidak. Apakah karena habis pegang makanan terus bawa bakteri ke pasien (tidak cuci tangan)? Tidak. Adegan ini hanya ditutup dengan seorang perawat memanggil mereka untuk kembali kerja. Artinya, ketimbang percakapan konyol, adegan ini bisa digarap lebih baik. 

Contoh dialog/monolog sia-sia lainnya adalah ketika si cewek terlambat terbirit-birit ke dapur sambil bergumam, "Kesiangan, kesiangan, kesiangan!" Monolog ini jelas tidak penting karena penonton sudah tahu si tokoh kesiangan cukup dari gayanya terbirit-birit.

Adegan dokter cewek nyanyi (dengan peralatan superprofesional) juga tidak jelas maksudnya apa. Apakah dia merangkap Youtuber atau punya podcast? Kalau demi backsound, tidak perlu juga harus dia yang nyanyi.

4.Setup yang tidak tergarap, ketidaklogisan

Buat saya, alasan kenapa adegan makan di lorong dan adegan si dokter nyanyi tidak masuk akal karena tidak adanya setup yang jelas. Penonton tiba-tiba disuguhkan dengan mereka duduk dan membuka makanan. Padahal kalau ada setup mereka cuma punya waktu singkat untuk makan dan tidak bisa ke mana-mana selain di lorong, penonton cerewet seperti saya tidak akan protes. Yang terjadi, saya protes karena makan di lorong dan bisa terlihat pasien, jelas tidak profesional. Ketimbang ngobrol soal tuker makanan, di sini juga bisa diset bagaimana penonton perlu tahu kalau si dokter ini bisa nyanyi dan main gitar (karena peralatannya kelewat pro). 

Yang paling parah dalam CDC, fakta bahwa mereka hari itu kerja sekian jam untuk pertama kalinya, diletakkan menjelang akhir cerita. Karena di awal tidak ada penjelasan ini, saya pikir ini hari normal koas dan 'kebetulan' ada yang telat. Apalagi semua tugas koas selesai dengan mulus. Jika fakta ini diletakkan di depan, akan jelas mengapa para koas yang jadi fokus dalam episode ini. Ini yang akan menjadi goal (tujuan) Ryan: berhasil membimbing semua koas. Sayangnya ini tidak ditunjukkan dalam cerita. 

5.Perpindahan scene tidak mulus

Berkaitan dengan poin ke-11. Adegan Ryan memberi bantuan darurat, terasa tidak masuk akal karena scene tidak digambarkan utuh. Misalnya, CPR cuma dua detik lalu lebih banyak adegan dengan alat kejut jantung. Karena penggalannya tidak rapi, yang terbiasa nonton "Doctor-X", "E.R.", "House M.D.", dll, pasti merasa janggal. Ketimbang dibikin maraton sebagai 1 scene, sebenarnya adegan ini bisa dibuat paralel dengan kejadian lain: koas yang terlambat masih di dalam lift dan kelompok koas lain sudah menunggu di ruang lain. Tiga kejadian … dan sebenarnya bisa menaikkan tensi ketegangan karena orang akan lebih penasaran apakah si pasien mati atau tidak. 

6.Lokasi yang tidak masuk akal

Saya mengerti bahwa cerita ini sebuah cerita romantis, tapi tolong jangan mengada-ada. Baru kali ini saya melihat rooftop dijadikan tempat bersantai yang indah di sebuah rumah sakit. Lebih gila lagi, tidak ada atap di atas sofa (pergola, misalnya)  dan setahu saya rumah sakitnya tidak terlalu tinggi. Debu, hujan, dan kuman ancaman nyata. Dan masa sih kalau hujan petugas kebersihan harus selalu repot gotong sofa ke tempat aman? Ketimbang ke rooftop, lebih masuk akal mereka ke kedai kopi keren di rumah sakit. 

Jangan bikin set demi keindahan sinematografi. Rumah sakit tidak indah. Itu kenyataan. Jadi, buatlah cerita yang kuat untuk menampilkan keromantisan dari tokoh-tokohnya.

7.Menggurui

Adegan Ryan saat briefing yang mengingatkan tugas dokter di atas komersialitas, jelas tidak penting. Lebih penting dalam adegan ini dijelaskan siapa dan apa tugas mereka. Lagipula, seharusnya anak koas sudah tahu ekspektasi dunia kedokteran seperti apa. Kalau pun ada yang tetap mengutamakan uang, bukankah itu jadi konflik menarik? (Semoga di episode lain memang ada yang kemaruk uang)

Baca juga tentang Pesan Moral (yang Menggurui).

Penutup

Kalau diasah, cerita ini bisa luar biasa menarik. Saya rasa masalah penulis naskah lokal memang masih terlalu berbasis sinetron dan belum bisa keluar dari sistem yang lama. Penonton sinetron di televisi adalah penonton murni eskapis sehingga kualitas cerita tidak penting. Sebenarnya sayang. Platform penayangan sudah bagus karena bisa mendapat penonton spesifik dan menemukan penonton yang—dalam bahasa saya—'eskapis, tapi mau mikir', seperti mahasiswa, pekerja muda perkotaan, dan kelompok ekonomi menengah ke atas. 

Semoga proyek sinetron berbasis internet lainnya bisa tampil lebih edgy dan memorable. Begitupun semoga proyek dari PH yang digawangi Ichwan Persada ini di masa depan lebih baik.

Catatan

Sebuah episode pilot harus:
-sudah jelas premisnya apa
-sudah tergambar genre dan target penontonnya
-jelas siapa tokoh utama dan antagonisnya (gak harus villain)
-sudah jelas karakterisasi tokoh-tokohnya seperti apa
-sudah ada pencetus masalahnya
-sudah jelas konflik utamanya apa
-ada kejadian yang sangat menarik

Moral dan Mentor



Catatan: artikel ini saya batasi hanya menjelaskan hubungan mentor dan pesan moral.

Dalam cerita-cerita lokal ada kesan bahwa pesan moral harus diungkapkan secara eksplisit oleh tokoh berpengaruh. Padahal sebenarnya pesan moral sifatnya global, bahkan ditentukan jauh sebelum cerita ditulis. Kita bahas pada artikel "Moral: Apa dan Bagaimana".

Meski demikian, boleh-boleh saja tokoh tertentu memberi nasihat, asalkan tidak menggurui (karena menggurui itu klise). Biasanya tokoh yang memberi nasihat ini sepadan dengan 'orang tua bijaksana' entah dalam bentuk master silat, orang tua, guru, profesor, dukun, dll. Dalam bahasa yang ringkas, mereka biasanya disebut mentor.

Tokoh mentor tidak selalu berasal dari generasi tua. Dalam cerita remaja, biasanya teman sepermainan menjadi tempat curhat dan minta saran. Becca Puglisi menjelaskan betapa lebih masuk akal bagi remaja mendapat saran dari teman ketimbang orang tua. Kenapa? Karena sesama remaja lebih mengerti. 

Dalam cerita tertentu, orang dewasa atau anak-anak kadang belajar dari anak kecil atau makhluk lain. Misalnya dalam The Little Prince, menurut saya Sang Pangeran menjadi sumber kebijaksanaan bagi tokoh "aku". Dalam buku yang sama, rubah menjadi mentor bagi Sang Pangeran. Dalam Alice's Adventures in Wonderland (versi asli, bukan Disney) ulat bulu, Cheshire Cat, dan Gryphon adalah tokoh mentor. Sementara itu, Secret Garden juga memiliki beberapa mentor. Tokoh anak perempuan menjadi mentor bagi si tokoh anak lelaki. Namun, anak perempuan itu juga memiliki mentor yaitu tukang kebun.

Dalam arketipe karakter, tokoh mentor merupakan peran pembantu. Fungsinya menjadi penuntun protagonis dalam mencapai tujuannya. Dia bisa saja memberi nasihat, tetapi gak harus, ya. Kadang dia juga tidak ingin jadi guru (butuh suatu dorongan untuk menerima protagonis sebagai muridnya). Fred Johnson menekankan bahwa tokoh mentor gak harus bijak. Ingat, semua tokoh pasti punya kekurangan. Bayangkan kalau si mentor superbijak. Bakal panjang dia ngasih petuah. Mungkin si protagonis juga begah dengerinnya. Ujung-ujungnya berasa talk only, no action

Dalam cerita-cerita yang menarik, tokoh mentor tidak mencekoki protagonis dengan petuah. Tulisan Fred Johnson ini perlu diingat: tugas mentor itu bukan untuk memberi tahu (tell) si protagonis apa yang harus dipikirkan, melainkan mengajarkan bagaimana (how) caranya berpikir.

Bagaimana membuat si mentor mengajarkan how ketimbang tell? Menurut saya, bisa dengan memanfaatkan motto pendidikan dari Ki Hajar Dewantara: di depan jadi teladan, di tengah memberi semangat, dan di belakang jadi pendorong.

Untuk memahami lebih lanjut, baca Pesan Moral (yang Menggurui), "Moral dan Mentor" dan "Moral: Apa dan Bagaimana".

Narasumber

45 Master Characters: Mythic Models for Creating Original Characters oleh Victoria Lynn Schmidt. Penerbit Writer's Digest Book, Ohio. 2001.

"Guide Mentor" (Character Role Analysis, Alice's Adventures in Wonderland and Through The Looking-Glass) oleh shmoop 
https://www.shmoop.com/alice-in-wonderland-looking-glass/guidementor.html (diakses tanggal 23 November 2019)

"A Final Character Cliché … The Mentor" oleh Becca Puglisi di Writers Helping Writers.net. 28 Juli 2008.
https://writershelpingwriters.net/2008/07/a-final-character-cliche-the-mentor/ (diakses tanggal 23 November 2019)

"How (And Why) To Write A Mentor Character” oleh Fred Johnson di Standout Books Publishing Services. 16 Oktober 2017.
https://www.standoutbooks.com/write-mentor-character/ (diakses tanggal 23 November 2019)

How to Fix Your Novel oleh Steve Alcorn. Theme Perks Press, 2012.

"How To Teach a Moral In a Short Story" oleh Freelance Writing. (Diakses tanggal 20 November 2019)
https://www.freelancewriting.com/creative-writing/how-to-teach-a-moral-in-a-short-story/

Sucker Punch dan Stratosphere Girl: Underrated Film tentang Imajinasi

Saya heran, film keren kayak “Sucker Punch” gak 'lolos' pujian kritikus. Meski kelihatan seperti film action, sebenarnya film ini lumayan dalam dan perlu mikir ekstra. Jadi, untuk kategori film berbasis pahlawan, memang film berat. Toh, sudah diimbangi dengan kualitas FX yang keren. Jadi, seharusnya, film ini bisa diterima penikmat film  mainstream. Setidaknya, yang gak kuat mikir berat masih bisa enjoy; yang menikmati seni dan filsafat juga terlayani.

Kalau kita lihat plotnya, ada beberapa plot di sini. Secara garis besar diceritakan oleh Baby Doll yang imut. Satu lagi dari sisi Sweet Pea. Kedua tokoh memiliki masa lalu yang cukup kelam yang cukup berpengaruh pada psikologi mereka. Ceritanya sendiri berputar pada usaha mereka (bersama dua tokoh lain) melarikan diri.

Lari dari apa?

Nah, di sini letak menariknya. Karena kita sudah bicara soal teks, subteks, dan konteks, seharusnya lebih mudah bagi kita untuk melihat benang merah cerita. Seingat saya cerita ini diset tahun ‘60-an. Di masa itu, hak-hak dan fungsi perempuan belum sepenuhnya seperti sekarang. Jadi, perempuan sebagai superheroine, jelas tidak sesuai konteks masa tersebut.

Sebagai lapisan-lapisan latar belakang dan masalah psikologi, “Sucker Punch” mewakili kisah perempuan sebagai objek, entah objek fantasi atau objek seksual. Tarian Baby Doll yang konon seksi (selalu hanya ditunjukkan sedikit dan langsung ke adegan pertempuran), dianggap sebagai penolong untuk membuat para lelaki terlena. Namun, mengapa langsung masuk ke adegan action? Apa kaitan menari dengan kisah pertempuran epik, dari melawan samurai segede Gaban sampai nuansa peperangan ala PD II? Apakah tarian merupakan perang terhadap fantasi lelaki? Apakah ini merupakan mekanisme Sweet Pea untuk bertahan hidup dengan menciptakan imajinasi?

Apakah ini merupakan subteks? Saya yakin, ya.

Ending “Sucker Punch” tidak terlalu definitif. Artinya, bisa dibilang sebagai sebuah open ending, akhir terbuka yang bebas diinterpretasi oleh penonton. Apakah Sweet Pea berhasil keluar dari rumah sakit jiwa atau apakah itu sekadar kebebasan imajinatif? Jika kita kaitkan dengan pembuka cerita yang seolah-olah kita menonton sebuah pertunjukan panggung (adegan tirai dibuka), ini sebuah petunjuk subteks yang cukup penting. Bukan cuma subteks, film ini juga banyak meletakkan simbol-simbol untuk dipecahkan.

Menonton “Sucker Punch”, saya rasa, tidak cukup satu kali. Film ini sebenarnya semakin bisa dinikmati setelah ditonton lebih dari sekali. Mungkin yang pertama untuk menikmati gambar dan kali selanjutnya untuk memahami cerita.

Sekarang, bandingkan “Sucker Punch” dengan “Stratosphere Girl” (sinopsis bisa dibaca pada tautan yang saya tulis di akhir artikel). Film yang jauh lebih lawas ini juga mengangkat tema hampir sama. Tokoh utama pergi ke Jepang, jadi hostess, dan menyelidiki sebuah kasus pembunuhan. Benang merahnya terletak pada kesamaan atas tidak jelasnya batas imajinasi dan pemanfaatan perempuan sebagai objek. Pada “Stratosphere Girl” penonton juga bisa menginterpretasi akhir cerita dengan bebas. Apakah ini cerita sungguhan, khayalan si tokoh yang memang artis manga, atau campuran?

Kembali ke pernyataan awal saya, mengapa kritikus tidak terlalu mengapresiasi film “Sucker Punch”? Mungkin karena selera dan ekspektasi kita terhadapan tontonan superhero terlalu mainstream. Hanya ada sedikit cerita heroisme yang dalam dari sisi psikologi. Kebanyakan hanya cerita permukaan, cepat, dan mudah dipahami oleh berbagai tingkat usia dan pendidikan.

Lalu apa pentingnya dua film ini? Saya pikir keduanya hanya sedikit dari contoh film sarat konteks dan subteks. Di luar kedua film ini, saya rasa film “Amelié” (Perancis) dan “Millennium Actress” (animasi Jepang) memperlihatkan bagaimana leburnya fantasi dan kenyataan dalam bentuk cerita dan visual sebagai kesatuan subteks dan konteks.

Ada satu hal menarik yang saya pelajari dari dua artikel yang saya sertakan baik “Sucker Punch” dan “Stratosphere Girl”. Ada dialog atau monolog tokoh tertentu yang menjadi kunci untuk menjawab apakah segalanya hanya khayalan atau tidak. Untuk yang ini, Anda harus mengakses kedua tautan yang saya sertakan di akhir tulisan.


Jadi, apa saja yang bisa kita pelajari dari film-film ini?

- Bagaimana menceritakan imajinasi yang lebur dengan khayalan,

- bagaimana konteks penting untuk memahami jenis cerita psikologi,

- pentingnya pemahaman penulis (skenario) mengenai filsafat (misalnya feminisme, eskapisme, dan kapitalisme) dan psikologi untuk bisa menciptakan hubungan sebab akibat yang kuat antara tokoh dan latar belakang mereka.

- cerita yang berat tidak berarti tak menghibur. Targetkan penonton Anda. Segmentasi seringkali lebih baik. Banyak film yang tidak laku secara komersial, tetapi dihargai di kemudian hari. “Sucker Punch” bukan box office dan tidak panen pujian. Namun, ke belakang sepertinya banyak yang menghormati film ini.

Selamat menulis.

Data Sucker Punch

Sutradara: Zack Snyder
Naskah: Zack Snyder, Steve Shibuya
Pemeran: Emily Browning, Abbie Cornish, Jena Malone, Vanessa Hudgens, Jamie Chung, Carla Gugino, Oscar Isaac, Jon Hamm, Scott Glenn
Rilis: 25 Maret 2011
Negara pembuat: Amerika Serikat, Kanada

Data Stratosphere Girl

Sutradara: Matthias X Oberg
Naskah: M. X. Oberg
Pemeran: Chloe Winkel, Jon Yang, Rebecca R Palmer, Tuva Novotny, Tara Elders, Linda Steinhoff, Filip Peeters, Togo Igawa
Rilis: 9 September 2004
Negara pembuat: Jerman dan regional Eropa

Narasumber

Untuk memahami lebih dalam soal “Stratosphere Girl”, silakan baca artikel ini (dengan judul sama, ditulis oleh Fatchur Rochim) yang saya akses tanggal 2 April 2019: https://m.kapanlagi.com/film/insight-hollywood/stratosphere-girl.html

Dan untuk lebih mendalami soal “Sucker Punch”, silakan lihat video komentar “You Don’t Understand Sucker Punch” oleh ASCseries yang saya akses tanggal 31 Maret 2019: https://youtu.be/qQm1rBqh53Y

Game of Thrones: Melihat Perkembangan 3 Tokoh


Sebelum masuk pada tulisan, saya ingatkan bahwa “Game of Thrones” (serial TV) tidak cocok untuk ditonton oleh mereka yang berusia di bawah usia 20 tahun.

“Game of Thrones” sudah mendekati musim terakhir dan menjadi musim penutup setelah tayang dari tahun 2011. Serial yang dikerjakan dengan serius ini berhasil memikat jutaan penonton. Apa resepnya?

a. Cerita
Meski merupakan cerita fantasi, “Game of Thrones” cepat membuat orang larut dalam cerita. Ada tiga tema besar yang diusung: iron throne; white walker; legenda, sejarah, atau mitologi yang melingkupi cerita epos ini.

b. Desain set
Salah satu kekuatan terbesar “Game of Thrones” adalah pengambilan gambar di situs-situs asli dan bukan dalam studio, meski beberapa setting harus dilakukan dengan membangun set. Setiap tata kota juga diperhatikan dengan baik. Kota yang dilingkupi musim dingin tampak berbeda dari kehidupan di kota yang aman. Kota di daerah gurun tampak berbeda dengan kehidupan berbasis laut. Semua direncanakan dengan saksama.

c. Fesyen
Keunggulan lainnya jelas terletak pada fesyen. Sekali lagi, tim desain harus melihat perbedaan kehidupan antara kota yang dingin, kota yang aman, kota padang pasir, hingga kehidupan nomaden. Hampir semua pakaian tokoh utama (dan pakaian ningrat) berkualitas jahit tangan dengan tingkat kerumitan tinggi. Ini belum termasuk tata rambut dan aksesoris seperti bros dan kalung.

Namun, cukupkah itu untuk menjadikan cerita yang solid? Jelas tidak. Kita harus kembali pada karakter. Kisah dalam “Game of Thrones” bisa terjadi di bumi, di semesta lain, di masa depan, bahkan di dalam laut. Namun, tanpa tokoh-tokoh yang kuat, cerita ini tidak akan berhasil.

Satu hal yang saya lihat menarik adalah perkembangan para tokohnya. Beberapa tokoh yang menurut saya menyebalkan dan ‘bikin susah’ seperti Sansa, ternyata memiliki perkembangan cukup baik sehingga perbedaannya cukup jelas antara musim pertama dengan musim ketujuh. Jon Snow dan Daenerys Targaryen juga mengalami perubahan yang cukup signifikan.


Pembahasan selanjutnya mengandung bocoran (spoiler).

Salah satu tokoh yang dulu bikin saya jengkel memang Sansa. Dia ini tipikal cewek ningrat yang benar-benar fokus untuk jadi ratu. Sayangnya karena ngotot banget mau jadi istrinya Joffrey, Sansa berpartisipasi dalam mempercepat kematian Ned Stark, ayahnya, meski sebenarnya Sansa mati-matian berusaha menyelamatkan ayahnya juga. Faktor usia dan berada di kandang musuh membuat gadis ini mudah disetir dan dikelabui. Namun, beberapa kejadian selama dalam ‘sekapan’ King’s Landing membuatnya lebih serius. Wajah mudanya yang polos sudah menghilang. Ada ketakutan di sana, terutama pada Joffrey, juga kemurungan setelah ayahnya mati dan adiknya hilang. Setelah kematian Joffrey dan dibawa Littlefinger ke luar, Sansa perlahan mulai lebih kuat. Sekali lagi, hidupnya dihancurkan oleh Ramsay Gordon. Ini yang terburuk. Namun, dia dengan cepat bangkit, menjadi lebih dingin, lebih waspada, dan pelan-pelan memperlihatkan kualitasnya sebagai pemimpin. Dalam musim ke-7 penayangan, dia dipercaya Jon Snow untuk mengurus Winterfell selama Jon pergi.

Jon, si anak haram, meski menjadi bagian keluarga Stark, tetap terasing. Ia tidak pernah tahu sejarah ibunya. Catelyn, istri Ned, benci pada dirinya. Ketika pergi menjadi anggota Night’s Watch, Jon tidak dianggap. Setelah jati dirinya sebagai anak haram keluarga Stark terbuka, barulah tantangan datang. Kehidupannya di ujung perbatasan membuat Jon belajar banyak soal kepemimpinan. Di sisi lain, ia menjadi pengkhianat dengan bergabung bersama kaum wildlings. Namun, ia masih memiliki moral dan sering berbenturan di antara idealisme dan kenyataan. Ketika kembali ke Winterfell, ia jelas berselisih dengan Sansa. Sansa lebih keras mendorong Jon untuk melakukan apa yang penting, sementara Jon merasa tidak pantas memimpin klan Stark. Ujian sebenarnya terjadi ketika Jon diminta Daenerys untuk berlutut dan mengakui dirinya sebagai pemimpin.

Daenarys anak yang terbuang. Bersama kakaknya, Viserys, hidup di pengasingan. Namun, Viserys hanya memanfaatkan Daenarys untuk merebut kembali tahta keluarga. Di awal musim pertama, jelas sekali Daenarys takut pada kakaknya dan hidup tanpa pilihan. Pernikahannya dengan Khal Drogo diisi ketakutan dan terhalang bahasa. Namun, setelah penghalang itu berhasil dibuka, muncul masalah lain. Setelah suaminya mati, ia menjadi ratu dan harus membawa kaumnya ke tempat aman. Kita bisa melihat Daenerys berkembang sejak musim kedua. Pada musim ke-7 Daenerys telah membuat dirinya dikenal dan siap menyerang. Pada satu sisi dia pemimpin yang asih, tetapi dia juga cukup kejam di dalam dunia peperangan.


Dari sini kita bisa melihat bahwa
- ketiga tokoh ini sedari awal tidak dibuat sempurna.

- masing-masing menghadapi masalah dan harus bisa mengatasinya. Efek dari menyelesaikan masalah itu (baik gagal maupun berhasil) akan memberi perkembangan karakter.

- mereka tidak hanya menghadapi satu masalah. Umumnya dalam satu waktu ada dua masalah yang harus diselesaikan dan ketika satu atau keduanya teratasi, muncul masalah lain.

- masalah tertentu membuat mereka jatuh dalam emosi yang terguncang. Namun, tidak membuat mereka berhenti. Ketiga tokoh ini berjuang untuk dua hal: hidup dan idealisme atau keinginannya.

- ketiganya tidak suci kejahatan. Masing-masing harus melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani, idealisme, atau moral yang dianut.

- ketiganya mengalami situasi yang sangat buruk atau traumatis. Sansa melihat Ned dipenggal. Jon melihat cinta pertamanya mati terpanah. Daenerys melihat suaminya mati suri dan kehilangan bayi.

Jadi, membuat perkembangan tokoh sangat tergantung latar belakang, apa yang kemudian dihadapi si tokoh, dan bagaimana dia menyelesaikan problem.

Dalam cerita yang lebih ringan seperti cerita percintaan semata, sungguh membosankan jika masalah hanya terbatas pada usaha si tokoh utama untuk memacari si gadis terkenal. Beberapa penghalang bisa dipasang, mulai dari orang tua, mantan pacar, selingkuhan, masalah di kantor, hingga adat di daerah itu. Jika karakter si tokoh playboy kantor yang hedonis, bagaimana semua permasalahan yang timbul mengubah perilaku atau filosofinya?

Di sinilah Anda ditantang untuk berpikir, menempatkan diri sebagai si tokoh. Kita kembali pada Daenerys. Ia keguguran dan insting keibuan tetap ada dalam dirinya (perkembangan pertama). Dalam perjalanan, ia melihat bagaimana budak diperlakukan. Ini membangkitkan sense of justice (perkembangan kedua). Kita ingat bagaimana Viserys memperlakukan dirinya begitu buruk. Perkembangan ini masih berkaitan dengan insting keibuan yang ingin melindungi. Memiliki naga jelas memberi kepercayaan diri yang lebih baik (perkembangan ketiga). Ini menjadi modal dirinya sebagai pemimpin.

George R. R. Martin memang bukan perempuan. Tim penulis Game of Thrones juga kebanyakan diisi pria. Namun, mereka berpikir panjang dan menempatkan sebab akibat sebagai acuan perkembangan karakter. Jika para penulis ini tidak bisa menempatkan diri mereka pada posisi Daenerys, Jon, Sansa, atau tokoh lainnya, tidak mungkin perkembangan karakter mereka terasa alami dan masuk akal.

Poin pentingnya, penulis harus membuat biodata tokoh yang meyakinkan dan manusiawi sehingga ketika berbenturan dengan masalah, reaksi tokoh terasa wajar dan membawa tokoh pada perkembangan diri.


Selamat menulis!

Psikopat vs. Depresi


Saya selalu heran dengan cerita fiksi berbau sakit jiwa zaman sekarang. Bisanya nulis soal psikopat melulu. Ditanya psychopathy trait-nya apa saja, gak bakal bisa jawab. Pokoknya kalau dibilang psikopat itu pasti pembunuh berdarah dingin. Titik.

Untuk kalangan Indonesia, cerita psikopat sebenarnya terlalu canggih. Dasar para penulis cuma novel, serial TV, dan film buatan Amerika. Sayangnya, yang ditunjukkan di situ tidak sepenuhnya mewakili dunia psikopat.

Jujur, kalau pengetahuan si penulis soal dunia kejiwaan secuil, mending jangan nulis apapun berbau gangguan dan sakit jiwa. Ketimbang bikin cerita kelewat canggih soal psikopat, coba bikin cerita soal depresi.

Kelihatannya cukup gampang, tapi persoalannya gak semudah itu. Depresi kelihatannya gak keren untuk dijadikan cerita. Padahal banyak kasus pembunuhan dilatari depresi. Utang bisa membuat depresi dan bunuh diri. Dirundung di sekolah bisa membuat pelajar sakit hati dan membunuh. Calon legislatif gagal bisa depresi berat dan mungkin saja harus dirawat di RSJ.

Nah, sekarang tinggal riset sebanyak-banyaknya supaya jalan cerita menarik dan believable (dapat dipercaya).

5 Hal yang Penting Saat Mendeskripsikan Tokoh



A. Apakah Anda mendeskripsikan tokoh dengan menggunakan kata cantik, keren, kaya, ganteng, imut, manis, dll?

Menurut saya pribadi, kata-kata di atas tidak punya standar yang jelas. Lebih baik jelaskan dengan kata yang lebih spesifik, misalnya deskripsi tentang mata, rambut, atau otot six packs.

B. Apakah ketika dijadikan paragraf isinya menjejalkan informasi?

Jika ya, pilih yang paling relevan dulu. Deskripsi yang lain bisa belakangan. Bahkan, jauh lebih baik Anda buat dalam show, not tell. Misalnya, tokoh A pemarah. Ketimbang membuat deskripsi bahwa A pemarah, Anda tunjukkan tabiatnya lewat dialog dan interaksinya dengan tokoh lain.

C. Mana yang lebih enak, deskripsi dijejal dalam satu paragraf atau dipecah dalam paragraf atau halaman berbeda? Mengapa?

Jika Anda ragu, buat dua versi tulisan. Lihat mana yang lebih enak: jejalkan semua dalam satu paragraf atau pecahkan ke dalam beberapa paragraf (halaman yang berbeda atau bab yang berbeda). Pelajari mana yang lebih enak dibaca.

D. Berapa banyak kata sifat yang dipakai untuk mendeskripsikan satu tokoh?

Tom anak yang kuat. Ia suka permen. Jika tidak memanjat pohon, ia senang main gundu. Rambutnya merah dengan kulit merah terbakar. Bajunya hampir selalu kotor berselimut debu. Tom benci anak perempuan. Ia akan mengusili mereka dengan cacing dan serangga.

Kata sifat membantu menjelaskan karakter kita, tapi jangan gunakan berlebihan. Juga hindari penulisan kata sifat beruntun seperti ini dalam satu kalimat (terlalu banyak):
Tom, anak nakal dan manja berambut merah dengan kulit merah terbakar yang usil dan jorok,  benci anak perempuan, suka bohong, jarang mandi, dan ingusnya kental hijau, bernama lengkap Tommy Winduwinoto.

E. Bagaimana deskripsi tokoh disampaikan? Deskripsi saja? Deskripsi diselingi narasi? Deskripsi diselingi dialog? Deskripsi diselingi dialog dan narasi?

Manfaatkan bentuk-bentuk paragraf. Manfaatkan dialog untuk mendeskripsikan tokoh. Manfaatkan perpaduan antara narasi dan deskripsi.

Contoh 1:
Dengan suara pelan Ade berkata, "Anto itu anak yang aneh, Rin. Suka menyendiri. Banyak rumor mengatakan dia suka memutilasi tikus. Entah benar atau tidak, tak ada bukti nyata sampai sekarang." Ade menarik napas. "Aku cuma tahu waktu SMP dia juara olimpiade fisika."

Contoh 2:
Dengan tenang ia menyalakan api. Remang cahaya memperlihatkan bibirnya yang tipis dan rahangnya yang persegi. Tangannya yang kekar sibuk mengaduk-aduk arang.

Selamat mengarang!

5 Hal Penting dalam Penokohan

1. Hindari penokohan super

Banyak sekali tokoh yang dibuat superkuat dengan kelemahan hanya satu atau dua. Untuk karakter seperti ini, sebenarnya semakin banyak kekurangannya semakin baik.
Saya kasih contoh Gin-chan dari Gintama. Dia ini murid kesayangan, paling jago bertarung, pasti menang meski sudah berdarah level 'nyaris mati', setia kawan, baik hati, cerdas, taktis.

Kekurangannya: pemalas, pintar mengakali situasi, suka ngupil, takut hantu, penggila makanan manis, miskin, gaya ngomongnya suka merendahkan 'musuh bebuyutan' (tapi di sini letak komedinya), dalam banyak kesempatan menyembunyikan perasaan yang sebenarnya, money oriented, dan oportunis dalam bekerja.

Kalau dilihat, jumlah kekurangannya jauh lebih banyak. Namun, ini yang bikin karakternya believable (dapat dipercaya) dan acceptable (dapat diterima) oleh pembaca/penonton. Ini yang bikin pembaca/penonton menyukainya.

2. Menjejalkan info

Masih banyak penulis yang memasukkan semua informasi dasar soal tokohnya ke dalam satu paragraf. Akhirnya, paragraf itu terasa penuh informasi. Jika kita lihat contoh pada Of Mice and Men, informasi yang dimasukkan hanya yang relevan yaitu hanya deskripsi fisik dari kedua tokoh. Bagaimana keduanya berpikir dijabarkan lewat dialog (bukan narasi). Kutipannya:

... Keduanya mengenakan celana dan jaket jins dengan kancing kuningan. Keduanya memakai topi hitam tak berbentuk dan membawa gulungan selimut yang ketat, disampirkan di bahu. Lelaki pertama bertubuh kecil dan gesit, wajahnya gelap, dengan mata gelisah dan bagian-bagian wajah tajam, kukuh. Setiap bagian dirinya tampak tegas: tangan kecil yang kuat, lengan ramping, hidung kecil dan kurus. Di belakangnya melangkah orang yang sungguh berlawanan darinya, lelaki berbadan besar, bentuk wajah tidak jelas, dengan mata besar pucat, bahu lebar yang menggayut; dan ia berjalan dengan langkah berat, sedikit menyeret kakinya, seperti beruang menyeret telapak kaki mereka. Lengan lelaki itu tidak berayun di sisi tubuhnya, tapi tergantung lemas.
(Halaman 9)

Dalam Tarian Bumi, keterangan tentang Putu Sarma cukup singkat: laki-laki paling gagah, dari seberang desa, matanya dingin, sering terlihat sinis dan tanpa perasaan. Hanya itu. Fakta bahwa dia sadar ganteng dan playboy diceritakan pada bagian lain. Bentuk kutipannya:

Laki-laki itu adalah Putu Sarma, laki-laki paling gagah dan sering jadi pembicaraan perempuan-perempuan Sudra di desa. Laki-laki itu berasal dari seberang desa. Sadri sangat menyukai mata laki-laki itu. Dingin. Sering terlihat sinis dan tanpa perasaan.
(Halaman 7-8)

Tidak semua pengarang membuat paragraf deskripsi hanya berisi tentang tampilan fisik. Ada yang digabung dengan deskripsi psikis, tetapi juga tidak banyak-banyak isinya.

3. Pengenalan yang Menarik

Kebanyakan pengarang pemula membuat sebuah paragraf khusus untuk mendeskripsikan tokohnya. Sedikit yang bisa menyelipkan deskripsi tersebut ke dalam paragraf aksi (action) atau ke dalam percakapan.
Contoh dari Time Machine sangat bagus:

Aku memperhatikan sosok dan jenis pakaian China mereka. Rambut mereka keriting. Leher dan pipinya tajam. Telinganya runcing.
Lalu aku mendengar suara-suara mendekatiku. Aku melihat kepala dan bahu laki-laki di semak-semak .... Mereka berlarian. Salah satu dari mereka muncul .... Makhluk itu bertubuh ramping. Mungkin tingginya empat kaki.

Kata-kata yang saya buat dalam huruf tebal-miring menunjukkan aksi atau apa yang dilakukan si tokoh. Setelah aksi, tokoh memberi keterangan deskripsi fisik dari apa yang dilihatnya.

Teknik yang menggabungkan deskripsi ke dalam paragraf aksi menurut saya menarik. Nah, tinggal kapan tepatnya campuran seperti ini bisa dipakai. Tidak semua cocok dengan teknik seperti ini.

4. Tidak menguasai materi dan logika

Banyak pengarang pemula yang tidak mengerti apa yang ia tulis. Misalnya menulis bahwa si tokoh ramah tapi pendiam. Ada juga yang pemarah tapi mudah berteman. Ini bertolak belakang dan tidak cocok. Atau ada juga yang menulis soal kejiwaan si tokoh, misalnya sadis atau psikopat. Padahal tidak semua psikopat itu sadis. Harus pelajari dulu istilah-istilah kejiwaan. Ada juga yang misalnya mengatakan kulit tokohnya bening. Bening itu transparan. Saya yakin orang yang paling putih pun tidak bening. Namun, kalian bisa saja membuat robot dengan tubuh bening (transparan) atau alien yang memang rasnya transparan.

5. Deskripsi yang berbunga-bunga

Dalam membuat biodata tokoh, gunakan bahasa yang lugas saja. Bahkan beberapa di antara fatal. Hindari deskripsi seperti ini:
bibir merahnya laksana semangka rekah mengkilap menyinari dunia.
manik matanya ...
Kata manik tidak bisa dipakai untuk mendeskripsikan mata. Kata yang benar adalah bola mata. Manik-manik (beads) itu bentuknya macam-macam dan hampir pasti tidak ada yang bulat seperti mata.

*****
Narasumber:
Karya H.G Wells: Time Machine (terbit 1895). Penerbit Octopus. Yogyakarta, 2016.
Karya John Steinbeck: Of Mice and Men (terbit 1937). GPU. Jakarta, 2017.
Karya Oka Rusmini: Tarian Bumi. GPU. Jakarta, 2007.

Membuat Tokoh



Pada dasarnya menggodok karakterisasi tokoh tidak terlalu berat asal tahu caranya. Kuncinya adalah SELALU MELIHAT LOGIKA DAN SEBAB AKIBAT. Misalnya, kalau kalian membuat tokoh pemalu lalu mendadak berubah rajin tertawa, apakah ini masuk akal? Apakah ada ALASANNYA?

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kalian mendeskripsikan tokoh tersebut. Hati-hati menggunakan kata cantik, tampan, ganteng, imut. Tidak ada standarisasi cantik itu seperti apa. Cantik juga tidak berarti sempurna. Bisa saja wajahnya cantik, tapi ada bopeng di leher.

Dan satu lagi, jangan memberi deskripsi yang terlalu umum seperti 'si A tidak suka dikhianati, dibohongi, dibuat menunggu'. Saya tanya, orang waras mana doyan dikhianati, dibohongi, dan dibuat menunggu? Nah, di sinilah logika harus dipakai.

Secara ringkas, kita bisa membuat biodata tokoh dengan aplikasi, word processor, atau cukup tulis saja di kertas. Isinya terdiri dari:
1. Nama. Gak usah panjang. Dua kata cukup. Gak sulit-sulit amat dicapkan atau diingat. Makin gampang, makin mudah diterima pembaca.
2. Umur pada saat cerita terjadi. Tanggal dan tempat lahir ditulis hanya jika berperan dalam cerita.
3. Penampilan fisik. Sekali lagi, hindari kata cantik dan tampan. Buat spesifik apa yg menarik dari tampilan si tokoh.
4. Kelebihan/kekurangan secara psikis. Misalnya apakah orangnya pemarah, pemalu, punya 'trait psikopat', mengidap alzeimer, punya sakit kejiwaan (namanya apa?)
Kalian boleh menambahkan apa yang disukai/tidak disukai dan hobi si tokoh. Bisa dari warna favorit, buku kesukaan, musik, olahraga, makanan, dll. Fakta ini tidak wajib masuk dalam cerita kamu nantinya. Namun, kalau stuck, bisa berguna untuk ditambah ke dalam cerita kelak.

Saya batasi hanya sampai di sini. Sebenarnya ada hal-hal lain seperti cita-cita, konflik, dan masa lalu (latar belakang). Namun, ini jauh lebih kompleks. Mungkin lain kali saya jelaskan secara terpisah.

CATATAN
Padamatabuku mengadakan latihan membuat tokoh (berbayar). Silakan cek Agenda.

Nama Tokoh Sesuai Sifat atau Pekerjaan



Banyak sekali saya melihat anak Wattpad dalam grup tertentu bolak-balik minta saran nama seperti minta nama cowok untuk ketua OSIS, nama untuk psikopat, nama untuk CEO, cewek kutu buku, sampai nama bad boy.

Sebenarnya hal ini sudah saya bahas dalam Menghapus Jejak Tulisan Ampas (Wattpad). Namun, sepertinya tidak masalah saya bahas lagi, kali ini lebih pada pendapat saya soal penyakit minta-meminta nama ini.

Dalam sebuah grup, ini yang saya tulis:
Orang yang masih bertanya soal nama tokoh sesuai sifat atau pekerjaan itu hanya ada 3 kemungkinannya:
  • Delusional, 
  • Malas, atau
  • Delusional dan malas.

Delusional artinya dia tidak pakai logika. Sekali lagi saya tanya, apakah orang tua langsung tahu anaknya jadi psikopat, ketua OSIS, cewek nerd, CEO, atau tukang batu begitu anaknya lahir? Kalau pertanyaan ini jawabannya 'tidak', berhentilah jadi orang yang delusional.

Malas ya malas. Enakan menyuruh orang yang cari nama, kan? Tinggal terima beres. Ya, toh? Malas riset, malas beli buku kumpulan nama bayi, malas mikir. Mending sekalian tidak usah mengaranglah.

Campuran delusional dan malas ini adalah orang yang memang malas, tetapi enggak terima disebut malas. Jadi bawaannya membela diri ini-itu. Misalnya dengan berdalih mengatakan tidak punya kuota internet. Tetap saja, logika pembelaannya salah.

Untuk yang senang sekali nanya nama tokoh sesuai sifat atau pekerjaan, nanti kalau kalian mau punya anak, tanya saja nama yang cocok pada tetangga!

Pencarian Artikel

Entri yang Diunggulkan

Samurai Seven: Siapa Pemenang Sebenarnya

Inilah salah satu cerita terbaik yang pernah saya tonton. Baik versi asli maupun anime sangat menarik. Seven Samurai (1954) memiliki be...

Artikel Terpopuler Minggu Ini