Beberapa bulan yang lalu saya mengadakan riset kecil-kecilan tentang bully (perundungan) sebagai stereotip dalam cerita remaja. Dari situ saya mendapat banyak masukan. Ketimbang menjawab dari sisi fiksi, lebih banyak yang cerita bagaimana perundungan yang terjadi di sekitar responden.
Untuk memudahkan, saya akan bagi pembahasannya jadi dua bagian. Dari segi fiksi dan fakta lapangan.
Fiksi
Meski kebanyakan cerita fiksi terbit profesional, banyak remaja yang sekarang menulis cerita di platform seperti Wattpad. Komunitas yang menjadi sasaran tanya saya juga komunitas penulis dan pembaca Wattpad (Forum Wattpader Indonesia) dengan respon dari usia remaja hingga dewasa.
Dari tanggapan mereka, rasanya kebanyakan cerita remaja menggambarkan perundungan dilakukan oleh
-remaja yang cantik atau ganteng
-populer dan atau kaya
-biasanya tidak sendirian, memiliki geng.
-di dalam geng itu biasanya si 'bos' yang aktif merundung. Yang lain ikut-ikutan.
-bad boy atau bad girl, tetapi tidak sesuai dengan definisi bad boy yang sebenarnya.
-anak donatur sekolah atau anak pejabat
-ada pembaca yang merasa bahwa tokoh perundung dihadirkan hanya demi membuat konflik dan agar pembaca bersimpati pada tokoh yang dirundung
-bertubuh kekar (cowok)
-perundung cewek cenderung ke body shaming
-pelaku orang yang cerdas (misalnya juara olimpiade matematika)
-queen bee dan atau pintar dandan
-pelaku adalah kakak kelas (cewek atau cowok)
Saya rasa, tanggapan dari Dian Fajarianto perlu saya kutip di sini:
"Taktik bully-annya banyak sih. Tapi secara garis besar ada yang main fisik, main verbal, dan make trik psikologis (mengucilkan, nge-prank, ngejebak, dan apa pun yang bisa menghancurkan harga diri korban). Pem-bully cowok biasanya suka main fisik/kekerasan. Tipe yang sering dipake itu Jerk Jock (anak tim olahraga yang songongnya bukan main, apalagi mereka punya keunggulan fisik dibanding tokoh lain).
"Pem-bully cewek biasanya pake taktik verbal. Ngata-ngatain, bikin target merasa bersalah meski nggak tau salahnya apa, dan menjelek-jelekkan apa pun dalam diri korban yang tak disukai pelaku.
"Kedua tipe pem-bully itu, kalo populer, juga bisa pake taktik psikologis nonverbal kayak menghasut orang banyak buat mengucilkan korban, atau bikin korban nggak nyaman di kelas/sekolah (gaslighting). Taktik ini yang paling berbahaya sebenarnya. Karena susah membuktikannya daripada bullying fisik dan verbal (fisik bisa aja ada bekasnya, ucapan bisa direkam atau screenshot, kalo itu cyberbullying). Parahnya kalo orang-orang udah merasionalisasikan tindakan mereka dan berpikir bahwa pelaku memang benar, menganggap korban pantas di-bully, bahkan orang yang gak ada kaitannya pun bisa ikut nge-bully.
"Karena ketiadaan bukti itu, biasanya guru/ortu lepas tangan dan menganggap, "Ah, cuma candaan biasa". Perlu kepekaan memang, tapi orang yang peka bakal dicap baperan, gak ngerti lelucon, dan bisa jadi korban berikutnya. Gitu aja terus sampai tau-tau ada yang wafat."
Fakta
Sedikit terkejut saya mendapati bahwa di dunia nyata, perundungan masih mirip-mirip dengan versi buku, tetapi variannya lebih luas.
-remaja cantik atau ganteng, tetapi bisa juga dilakukan oleh mereka yang tampangnya biasa saja
-merasa cantik atau ganteng, merasa populer, termasuk merasa pintar, kaya, dll.
-populer atau kaya tidak selalu jadi patokan. Sering juga pelaku adalah dari kelompok ekonomi menengah ke bawah. Yang kaya jadi korban palakan dan yang miskin dirundung secara fisik.
-tergantung situasinya, perundung bisa saja sendirian atau berkelompok. Kadang di dalam kelompok itu ada kelompok yang lebih kecil lagi.
-sindir-menyindir dan bersikap dramatis (cewek)
-tidak tertutup kemungkinan bahwa pelaku anak yang pintar dan berprestasi.
-pelaku bisa jadi kakak kelas.
-bentuk perundungan bisa fisik maupun verbal.
-memiliki benda tertentu (misalnya motor) sehingga merasa hebat
-orang atau kelompok yang dianggap berbeda dianggap sebagai musuh.
Menyikapi
Cukup menarik bahwa fiksi dan fakta sepertinya saling silang. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi saya sendiri: apakah ini bentuk
life imitates art atau
art imitates life?
Hal yang tadinya saya anggap fiksi yang bombastis, ternyata ada dalam dunia nyata. Kalau saya pikir-pikir, banyak memang, kasus perundungan fisik yang mengerikan di dunia nyata. Tidak sedikit korban perundungan yang tewas akibat kekerasan tersebut. Begitu pun dampak psikis kepada korban, yang jika terlalu dalam sakitnya, bisa membuat mereka memutuskan bunuh diri.
Harapan
Saya sengaja tidak menulis soal mengapa orang melakukan perundungan. Saya pikir, tugas penulis adalah mencari tahu hal itu sendiri. Yang menjadi perhatian saya adalah
-apakah penulis yang masih remaja menganggap merundung sebagai hal yang biasa?
-apakah penulis yang masih remaja mampu memasukkan nilai moral ke dalam cerita?
-apakah penulis-penulis belia ini memahami secara serius dampak psikologis dari perundungan?
Saya harap cerita berbasis perundungan bukan demi keren-kerenan cerita. Hal ini tentu mudah dipahami oleh penulis dewasa yang menulis cerita remaja. Bagaimana dengan penulis remaja yang cara berpikirnya belum mendalam?
---
Catatan: Terima kasih untuk FWI dan anggotanya yang telah memberi respon positif untuk pertanyaan saya.