Tampilkan postingan dengan label Get Out. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Get Out. Tampilkan semua postingan

"Get Out" - Film yang Menggiring Penonton untuk Satu Rasa


"Get Out" itu sudah lama direkomendasi teman kantor (yang paham saya gak bisa dikasih film 'awam') dan sebenarnya saya pernah sepintas nonton di HBO. Namun, kemarin itu cukup beruntung bisa nonton dari awal.

Ringkasnya, “Get Out” bercerita tentang Chris yang berakhir pekan di rumah keluarga pacarnya. Masalahnya si pacar tidak memberi tahu keluarga kalau Chris berkulit hitam. Hal ini bikin Chris merasa tidak nyaman. Benar saja. Suasana sedikit canggung. Misalnya para pelayan di rumah itu berkulit hitam dan memiliki ekspresi yang aneh. Kakak si pacar cenderung provokatif. Tamu-tamu yang datang keesokan harinya juga agak berlebihan. Merasa ada yang tidak beres, Chris mengajak pacarnya balik ke kota. Namun, tak semudah itu.

Kenapa saya tertarik dengan "Get Out"? Alasannya mudah dan susah.
1. Film ini mengubah persepsi saya tentang 'horor'. Mungkin karena terlalu sering film horor berbau mistik, saya lupa bahwa horor bisa terjadi tanpa campur tangan dunia supranatural. "Get Out" murni cerita manusia.

2. Sebagai film horor, "Get Out" tidak didesain untuk jadi cerita yang tujuannya ngaget-ngagetin, bukan karena musik jegar-jeger buat bikin jantung copot. Film ini mengutamakan relasi antarmanusia sebagai pijakan ketegangan yang dibangun pelan-pelan.

3. Penonton terlibat secara emosional dan digiring untuk ikut berpikir. Ketika Chris dihadapkan pada situasi yang 'awkward', penonton bersimpati padanya. Semua orang, terlepas gender dan ras, pernah berada pada situasi yang dihadapi Chris. Peele (penulis dan sutradara) juga membuat penonton ikut berpikir saat melihat kejanggalan di sekitar rumah atau pada tokoh-tokoh yang hidup di sana.

4. Saya suka kenyataan bahwa film ini mengangkat tema yang tidak menyenangkan: rasialisme, negrofilia, dan stereotip. Isu yang diangkat cukup sensitif, tetapi bisa menyatukan penonton dengan latar belakang apa pun untuk berpihak pada Chris.

5. Saya suka kenyataan film ini memiliki beberapa flaw. Misalnya, rusa lewat di depan, yang copot kok kaca spion? Atau pas pacar Chris lagi pakai earphone, kok bisa dengar bunyi tembakan?

Secara pribadi, saya menganggap “Get Out” sebagai film ‘sastra’. Mungkin yang menentukan dari segalanya ada pada ending-nya: mobil polisi tiba. Chris mau tidak mau harus angkat tangan. We know what’s going to be happened next, right?

Pencarian Artikel

Entri yang Diunggulkan

Samurai Seven: Siapa Pemenang Sebenarnya

Inilah salah satu cerita terbaik yang pernah saya tonton. Baik versi asli maupun anime sangat menarik. Seven Samurai (1954) memiliki be...

Artikel Terpopuler Minggu Ini