Tampilkan postingan dengan label Plot. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Plot. Tampilkan semua postingan

Tilik: Film yang Berbahaya

 

 

Melawan opini umum, saya merasa film Tilik membosankan. Ini contoh cerita yang terlalu mengandalkan dialog yang jadi 'tell, not show', minim konflik, hampir tidak ada progres plot, dan ada plot hole. Tentu pendapat saya bukan pendapat populer (unpopular opinion).


Sebelum sampai pada postingan ini, saya sempat mencari tahu apakah penafsiran saya soal ending benar (Dian memang 'main dengan om-om', tepatnya jadi pacar Pak Lurah). Setelah dikonfirmasi, saya berkesimpulan film ini berbahaya.

Kita balik dulu ke soal membosankan.
1. Mengandalkan dialog.
Tidak semua orang bisa seperti Tarantino. Tarantino bisa bikin dialog soal lagu Madonna (film Reservoir Dogs) dan obrolan ini gak membawa ke mana-mana selain sebuah introduksi cerita. Namun, obrolan ini menarik karena bersifat interpretasi, filsafat, dan berbenturan dengan topik lain yaitu soal ngasih tip ke pelayan dan soal daftar nama. Ada tiga hal dibicarakan secara simultan oleh sekian banyak tokoh. Meski seperti tidak punya makna, obrolan ini memberi pemahaman awal tentang beberapa tokoh dan nilai yang masing-masing mereka anut.

Film yang hanya mengandalkan dialog kalau tidak digarap dengan cermat, mudah membosankan karena biasanya bersifat telling (memberi tahu). Ini yang terjadi dengan Tilik. Semua pengetahuan kita soal Dian hanya lewat gosip. Kita mendapat gambaran karena Bu Tejo memberi tahu. Belum lagi ada 'ceramah' soal gosip tidak baik dan fitnah. Khas sinetron. Film dan buku lokal belum bisa keluar dari sifat menggurui.

Kenapa dialog-dialog film Tarantino dan film lain seperti Closer, Crash, bahkan In The Mood for Love terasa enak? Karena ada gaya film di situ. Obrolannya lancar, tapi ada kesan bahwa ini bukan obrolan yang real (misalnya ada pengulangan kata, ada pertanyaan yang dibalas pertanyaan, ada panjang pendeknya, ada tempo dan tonasi). Sementara dialog dalam Tilik masih sama dengan sinetron. Realistis. You don't get the beauty of film dialog.

Lima menit pertama, cerita Tilik masih ok. Saya langsung drop setelah adegan break di musholla (satu-satunya momen diam dan transisi dengan sinematografi yang cukup baik) mereka kembali bicara soal Dian. Pertama karena lagi-lagi mereka hanya memberi tahu. Kedua, karena memberi tahu, tidak terjadi progres. Di ending, si Bu Tejo cuma memuji-muji di depan Dian. Tidak ada konflik. Tiga puluh menit cerita tidak ada konflik.

Tadinya saya berharap bahwa obrolan Bu Tejo ingin suaminya jadi lurah bisa menimbulkan konflik. Ternyata juga tidak.

Bahkan adegan Dian dan Pak Lurah juga tidak cocok disebut konflik. Dian cuma memberi tahu tentang perasaan dan keinginannya.

2. Tidak ada plot
Perhatikan. Semua tokoh hanya MEMBERI TAHU. Namun, tidak satu orang pun maju untuk menghadapi konflik. Tidak seorang pun berani mengkonfirmasi pada Dian. Tidak ada plot utama dalam cerita ini. Semua kejadian (muntah, kebelet pipis, ditilang) hanya situasi sekunder yang kalaupun tidak terjadi, cerita tetap berjalan. Mereka tetap akan sampai ke rumah sakit, Bu Lurah tetap di ICU, dan tidak seorang pun akan mengkonfrontasi Dian.

3. Tokoh flat
Kenapa tidak ada konflik? Karena tokohnya tidak digarap. Semua tokoh tetap dengan pendirian masing-masing. Tidak seorang pun mengalami perubahan jadi lebih baik ataupun lebih buruk.

Bandingkan dengan sebuah film pendek (saya lupa judulnya) bergaya Orwellian. Di sebuah sekolah seorang guru berkata 2+2=5. Mulanya anak-anak menolak. Setelah ketua OSIS dan jajaran otoriternya masuk dan membunuh satu murid, baru kelas itu menerima 5 sebagai jawaban. Namun, ada satu anak yang sudah menulis 5 di bukunya, tertegun, lalu menggantinya jadi 4. Lihat bahwa dengan sinopsis sependek ini saya bisa memperlihatkan konflik dan bagaimana satu tokohnya dinamis (mengalami perubahan).

4. Pesan moral bermasalah
Kalau melihat ending-nya, saya menangkap pesan moralnya begini: bergosip itu baik dan terbukti benar.
Ada kesan penulis skenario berusaha membuat plot twist, tetapi saya tidak melihat ini plot twist. Saya lebih melihat ending-nya sebagai konfirmasi semua perkataan Bu Tejo benar. Padahal penonton tahu cara Bu Tejo salah. Namun, dengan ending seperti ini, tentu penonton dipaksa menerima 'kenyataan'.

Yang berbahaya sih, kalau penontonnya dari grassroot sampai menengah, ya. Film alat propaganda yang mudah dicerna karena ada bahasa visual dan audio. Karena ending-nya seperti ini, bagi kalangan tersebut bisa diartikan bahwa gosip itu baik dan informasi dari internet lebih banyak yang benar, jadi tidak perlu disaring. Kesimpulan ini malah jadi berlawanan dengan usaha di awal cerita bahwa gosip itu buruk dan informasi perlu disaring.

Sejujurnya, cerita ini cukup 10 menit dengan catatan ending harus berbeda. Saya setuju film ini memperlihatkan watak orang Indonesia yang tukang gosip. Namun, saya tidak setuju dengan epilog film ini.  Sebagai penonton saya merasa dibodohi.

Plot Twist: In Medias Res




In medias res adalah bahasa Latin yang artinya di tengah sesuatu. Dalam karya fiksi, termasuk puisi, istilah ini menggambarkan narasi yang langsung masuk ke tengah situasi kritis yang merupakan bagian dari deretan kejadian dan nantinya akan dikembangkan. Dalam bahasa yang lebih ringkas, cerita 'dimulai' dari pertengahan yaitu pada sebuah kejadian penting, baru kemudian mulai dari awal. Setelah dimulai di tengah, penulis kemudian bebas untuk menceritakan keseluruhan cerita dari awal atau menggunakan flashback.

Fungsi

In medias res, untuk saya, memaksa pembaca atau penonton untuk segera waspada bahwa cerita berada di titik kritis. Menurut Literary Devices, pembaca juga akan dipaksa untuk bertanya-tanya pada si pengarang, dalam artian bertanya-tanya apa yang terjadi dalam cerita. Hal ini memaksa pembaca atau penonton mempertanyakan segala aspek dan kejadian dalam cerita tersebut.

Ciri

Selain dimulai di tengah atau menjelang akhir cerita, tvtropes juga melihat in medias res biasanya melibatkan tokoh berada dalam situasi hidup dan mati. Meski, biasanya masih hidup.

Contoh

Contoh tertua dari penggunaan in medias res adalah The Illiad oleh Homer.

Dari dunia anime, Psycho-Pass dimulai dengan adegan perkelahian antara Shinya dan Makishima. Setelah itu cerita berjalan normal dari awal sampai akhirnya kita kembali menemukan adegan pertarungan itu. Pada Naruto Shippuuden, lima menit adegan pembuka, baru akan ditampilkan lagi setelah 40 episode.

Serial buku Twilight (Stephenie Meyer) selalu dibuka dengan teknik in medias res.

Video game Warriors Orochi, Persona 5, dan beberapa serial Final Fantasy juga memakai teknik ini (FF VII, X, XIII, XV)

Serial televisi seperti Breaking Bad memulai sekian menit cerita pada adegan yang menegangkan, membuat penonton bertanya-tanya, dan sulit meninggalkan kursi sebelum cerita flashback.

Untuk film, sutradara Christopher Nolan sering menggunakan teknik ini. Misalnya dalam Batman Begins, The Prestige, dan Inception

Narasumber "In medias res" oleh the Editors of Encyclopaedia Britannica
https://www.britannica.com/art/prequel
(Diakses tanggal 28 April 2020)

"In medias res" oleh Literary Devices
https://literarydevices.net/in-medias-res/
(Diakses tanggal 28 April 2020)

"In medias res" oleh tvtropes
https://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/InMediasRes
(Diakses tanggal 28 April 2020)

"Plot twist" oleh Wikipedia
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Plot_twist
(Diakses tanggal 27 April 2020)

Plot Twist: False Protagonist (Protagonis Palsu)




Artikel ini mengandung spoiler (beberan)

False Protagonist atau kadang disebut decoy protagonist (Protagonis Palsu) adalah salah satu teknik plot twist yang cukup sering dipakai. Di sini, tokoh dibuat seolah-olah sebagai tokoh utama pada awal cerita, tetapi kemudian posisinya digantikan oleh tokoh lain. 

Apa manfaat menggunakan teknik ini? Teknik ini dipakai untuk membuat cerita lebih dikenang karena membuat pembaca atau penonton percaya bahwa tokoh tersebut tokoh utama, tetapi ternyata bukan.

Menampilkan protagonis atau tokoh utama palsu ini bisa dengan bermacam cara. 
A. Yang paling sering dipakai adalah dengan membunuh si tokoh. Misalnya dalam "Game of Thrones" musim pertama, penonton diyakinkan bahwa Ned Stark adalah tokoh utama cerita. Kematiannya pada episode terakhir membuat penonton terkejut dan menduga-duga siapa sebenarnya tokoh utama dari keluarga Stark. Dalam film "The Godfather", Vito Corleone adalah pemimpin keluarga dan menjadi pusat cerita sebelum ia sakit dan meninggal. Tokoh utama kemudian diganti oleh anaknya, Michael.

B. Masih dengan membunuh si tokoh, tetapi dengan memanfaatkan aktor ternama setelah muncul 5—15 menit. Tentu saja ini lebih cocok ke dalam produksi film. Contohnya, dalam film "Scream", aktris Drew Barrymore hanya bermain selama 15 menit. Namun, dalam promosi film, ia ditampilkan paling menonjol. Film lain yang menggunakan teknik ini adalah "Children of Men". Tokoh Julian yang diperankan Julianne Moore tampak sangat menjanjikan. Penonton akan berharap bahwa tokoh ini menjadi protagonis kedua dalam film. Apalagi dalam cerita, Julian adalah mantan istri tokoh utama. Saya tidak ingat tepatnya, tetapi tokoh Julian tewas dalam waktu 15—30 menit setelah tampil.

C. Menggeser tokoh yang tadinya protagonis menjadi antagonis. Dalam "Aladdin", cerita dibuka oleh sang penyihir yang melakukan perjalanan sulit dari Moroko ke Cina demi mendapatkan lampu ajaib. Sudut pandang ini baru diubah setelah ia membiarkan Aladdin terjebak di dalam gua. Cerita pun sekarang berasal dari Aladdin dan menjadikan si penyihir sebagai antagonis.

D. Menggeser tokoh utama pelan-pelan. Yang ini agak jarang karena tokoh utama dan tokoh pengganti biasanya sama-sama protagonis. Dalam serial anime "Psycho-Pass", tokoh Shinya yang tadinya menjadi sorotan, perlahan-lahan digantikan oleh Akane.  

Narasumber

"Decoy Protagonist" oleh tv tropes
https://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/DecoyProtagonist
(Diakses tanggal 25 April 2020)

"False Protagonist", Wikipedia.
https://en.m.wikipedia.org/wiki/False_protagonist
(Diakses tanggal 25 April 2020)

"Plot twist" oleh Wikipedia
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Plot_twist
(Diakses tanggal 25 April 2020)

Contagion: Sebuah Prediksi yang Akurat

 


Ada yang sudah nonton film Contagion? Film yang lumayan lawas ini dibesut Steven Soderbergh pada tahun 2011 dan digadang sebagai film.

Sinopsis

Beth Emhoff sakit parah setelah beberapa hari pulang dari Hong Kong. Anaknya juga meninggal tak lama kemudian. Situasi ini dianggap janggal. Suaminya Mitch segera dikarantina, tetapi dia ternyata imun, begitu juga anaknya yang lain, Jory.

Di Hong Kong, Leonora Orantes dan pejabat lokal Sun Feng menyelidiki pergerakan Beth selama di sana.

dr. Cheever dari Departemen Pengontrolan Penyakit mengirim dr. Erin Mears untuk menginvestigasi. Tugasnya termasuk menegosiasi birokrat lokal untuk melakukan pencegahan. Setelah kontak dengan beberapa orang, Mears sakit. Chicago di-lockdown. Kepanikan, penjarahan, dan kekerasan terjadi. Mears akhirnya meninggal.

Di tempat lain, Ally Hextall dan Ian Sussman bekerja mencari akar virus dan membuat vaksin. 

Sementara itu, Alan Krumwiede—seorang 'pakar teori konspirasi'—mengklaim bahwa bunga forthysia adalah obatnya. Hal ini menyebabkan kegaduhan karena orang-orang mencari obat tersebut. Ia kemudian ditangkap karena telah memalsukan sakit demi menjual penawar tadi.

Sun Feng menahan Leonora agar desanya mendapat vaksin. Ally, di lain pihak, menyuntikkan vaksin uji coba pada dirinya sendiri dan tidak mengalami efek tertentu. Vaksin segera dibuat dan pembagiannya dilakukan lewat lotere berdasarkan tanggal lahir. Saat itu jumlah kematian di Amerika telah mencapai 2,5 juta jiwa dan 26 juta di seluruh dunia. Representasi WHO di Hong Kong memberikan vaksin pada Sun Feng. Leonora dibebaskan. Ia kembali pada Sun Feng setelah mengetahui vaksin tersebut hanya placebo.

Pada akhir cerita, diperlihatkan bagaimana ketika  pepohonan yang ditebang membuat sekelompok kelelawar terbang. Satu di antaranya makan pisang yang sisanya jatuh dan dimakan seekor babi. Babi itu kemudian dijagal dan dimasak oleh chef. Menyukai makanannya, Beth minta bertemu. Mereka bersalaman. Dari sanalah semua berasal.

Riset

Film ini sendiri memang tidak main-main. Dari segi riset, pelaku film menggandeng orang WHO untuk memberi masukan. Penulis skenario, Scott Z. Burns, melakukan riset berbulan-bulan tentang ilmu pandemi. Burns juga mengatakan idenya menulis Contagion didapat dari ayahnya yang cemas terhadap kemungkinan flu burung jadi pandemik. Dia tidak ingin membuat cerita yang konvensional dan meminta saran dari seorang epidermologis, dr. Larry Brilliant. Selain itu dr. Dr. Ian Lipkin, seorang dokter yang berhasil mengidentifikasi banyak penyakit baru, ikut menjadi konsultan dalam film ini.

Sudut Pandang Cerita

Dari sisi cerita, penggunaan POV-3 jamak membantu penonton melihat berbagai aspek dan konflik yang terjadi di berbagai tempat.

Beth Emhoff mewakili suspect zero. Mitch dan anak perempuannya mewakili cerita orang sehat yang terjebak dalam lockdown. Mereka juga menjadi saksi bagaimana situasi berubah menjadi kacau karena penjarahan. Cheever dan Mears mewakili bagaimana birokrasi bekerja dan bagaimana pejabat tidak antusias untuk melakukan pencegahan. Mears juga mewakili pekerjaan dokter di lapangan yang memakan nyawanya sendiri. Alan mewakili dunia obat alternatif, hoaks, dan tuduhan konspirasi. Sun Feng dan Leonora memperlihatkan cara kerja penyelidikan termasuk konflik politik global soal vaksin. Sementara Ally dan Ian memperlihatkan bagaimana proses penemuan vaksin.

Teknik narasi ini diperkuat dengan dialog yang padat. Meski ada istilah teknis, penjelasannya cukup gamblang dan tidak terkesan sebagai film edukasi ataupun propaganda.

Ketegangan

Sayang saya tidak sempat mencatat sumbernya, tetapi sebelum ribut-ribut COVID-19, sekitar setahun sebelumnya, ada simulasi komputer bahwa jika terjadi pandemi, sekian banyak orang akan terinfeksi dan sekian akan meninggal. Kita mungkin menganggap remeh pandemi, tetapi bagi para ilmuwan, itu hanya soal waktu.

Mengapa Contagion lebih menakutkan ketimbang cerita zombie? Mungkin karena kita tahu zombie hanya fantasi. Virus lebih nyata dan telah beberapa kali jadi contoh pandemi. Yang jelas nyata, tetapi tidak bisa dikontrol jauh lebih menakutkan. Itu sebabnya Contagion lebih memberi dampak.

Musuh atau Situasi?

Ada pengarang yang menganggap penyakit sebagai penjahat (villain). Saya tidak sependapat. Penyakit adalah situasi. Jika penyakit dan virus adalah tokoh, harus ada interaksi yang jelas, dialog di antara keduanya, bahkan si virus harus melawan berbagai vaksin. Setidaknya, pembaca, pendengar, atau penonton harus bisa memahami mengapa si penyakit memilih si korban dan mengapa dia sangat ingin menginfeksi manusia. Tentu saja, kita tidak akan pernah mendapat jawaban 'manusiawi'. Penyakit tidak akan pernah berbicara atau bernegosiasi. Sama seperti alam. Manusia tidak punya arti ketika alam 'memutuskan' untuk gempa atau tsunami. Bedanya, penyakit bisa dicegah. Untuk itu saya tetap berprinsip bahwa penyakit adalah konflik eksternal dari alam. 

Dalam Contagion, meski konflik utamanya bersifat eksternal, konflik internal juga terjadi. Inilah momen 'cerita' dari tokoh-tokohnya. Beth ternyata berselingkuh. Dari Hong Kong, dia tidak langsung ke rumah, tetapi ke kota selingkuhannya. Mitch mati-matian ingin melindungi anak perempuannya. Sebelum meninggal Mears mencoba memberi selimut pada pasien di sebelahnya. Leonora memutuskan untuk kembali ke desa Sun Feng. Cheever mendapatkan vaksin untuk dia dan istrinya, tetapi memutuskan untuk memberi vaksin jatahnya pada seorang anak. Ally memutuskan untuk menguji vaksin pada dirinya sendiri karena terlalu lama jika harus ikut protokol. Sedangkan Alan mewakili ketamakan dan kericuhan yang ditimbulkan media sosial. 

Konflik eksternal dan internal ini menyatu sehingga cerita yang ditampilkan cukup kuat dan menuai banyak pujian.

Pada beberapa universitas dan mata kuliah tertentu, banyak dosen juga menyertakan film ini sebagai bagian dari kurikulumnya. Ini menunjukkan bahwa film ini cukup akurat.

Pelajaran

Untuk penulis skenario dan pengarang, catatan terbesar yang bisa diambil adalah keberanian penulis naskah untuk melakukan riset berbulan-bulan. Berbulan-bulan, lho. Keberanian untuk mengambil risiko riset yang begitu lama memberi hasil nyata. Contagion sebuah cerita yang memberi prediksi akurat bagaimana manusia bereaksi pada pandemi.

Jika kalian ingin membuat cerita yang terasa nyata, jangan takut melakukan riset mendalam.

Narasumber

Contagion (2011 film)
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Contagion_(2011_film)

"How the makers of ‘Contagion’ saw an outbreak like coronavirus coming" oleh Soumya Karlamangla di Los Angeles Times. 11 Maret 2020
https://www.latimes.com/california/story/2020-03-11/coronavirus-contagion-outbreak-accuracy-movie (diakses tanggal 12 Maret 2020)

Hamlet (sinopsis dan analisis)


Sinopsis

Hamlet seorang pangeran yang ayahnya telah meninggal selama beberapa waktu. Ibunya kemudian menikah dengan pamannya, Claudius, yang sekarang menjadi raja. Hamlet benci pernikahan itu.

Suatu malam, Hamlet bertemu hantu yang memintanya membalas dendam karena dialah sang raja yang dibunuh oleh Claudius. Hamlet pun bersiap. Namun, dia bukan tipe orang yang terburu-buru. Ia banyak merenung. Hal ini membuat cemas sang ratu, Gertrude, dan mengutus teman-teman Hamlet untuk mencari tahu. Polonius, seorang pejabat rumah tangga istana, menduga Hamlet sedang tergila-gila pada putrinya, Ophelia. Namun, Hamlet tidak tertarik. Ia menyuruh Ophelia pergi ke biara wanita.

Ketika lewat grup teater keliling, Hamlet mendapat ide untuk mengetes apakah Claudius si paman bersalah atau tidak. Dalam pertunjukan itu ada sebuah adegan yang dibayangkan Hamlet begitulah cara Claudius membunuh ayahnya. Ketika melihat adegan itu Claudius langsung pergi. Bagi Hamlet, inilah buktinya. Hamlet kemudian hendak membunuh pamannya, tetapi sang paman sedang berdoa. Hal itu membatalkan niatnya karena menurut Hamlet jika Claudius mati saat berdoa, arwahnya akan menuju surga.

Setelah itu Hamlet berhadapan dengan ratu di kamar. Ia tidak tahu kalau Polonius menguping dan ketika mendengar keributan, Hamlet menghunuskan pedangnya sebagaimana ia mengira Claudius yang bersembunyi. Polonius mati. Akibatnya Hamlet segera dikirim ke Inggris. Namun, diam-diam Claudius memerintahkan teman-teman Hamlet yang akan menemani perjalanan itu untuk memastikan Raja Inggris menghukum mati Hamlet.

Kematian Polonius membuat Ophelia hilang akal dan bunuh diri. Laertes, anak Polonius, pun marah setelah Claudius meyakinkan bahwa Hamletlah pembunuh keduanya. Claudius memanfaatkan situasi ketika Hamlet harus kembali karena kapalnya diserang perompak. Ia pun memanfaatkan kemarahan Laertes yang ingin membalas dendam. Sebuah duel direncanakan. Pada pedang milik Laertes, Claudius membubuhkan racun. Sebagai rencana cadangan, jika Hamlet yang menang, gelas anggurnya telah dibubuhi racun.

Hamlet tiba saat pemakaman Ophelia. Merasa sangat berduka, Hamlet menyerang Laertes dan mengatakan bahwa sebenarnya ia sangat mencintai Ophelia. Setelah kembali ke kastil, ia meyakini bahwa salah satu dari mereka harus mati karena kematian bisa datang kapan saja. Tak lama kemudian, datanglah utusan Claudius yang mengatur duel antara Laertes dan Hamlet.

Duel pun berlangsung. Hamlet berhasil melukai Laertes, tetapi menolak anggur yang ditawarkan Claudius. Malah, Ratu Gertrude yang meminumnya lalu tewas. Duel kembali berlangsung. Kali ini menyebabkan Hamlet terluka. Namun, ia masih hidup. Pertarungan terus berlangsung dan akhirnya Laertes terluka oleh pedang beracunnya. Sebelum tewas, ia memberi tahu bahwa Claudius bertanggung jawab atas kematian sang ratu. Hamlet menusuk Claudius dengan pedang beracun lalu memaksanya minum sisa anggur. Claudius tewas. Hamlet sendiri mati tak lama kemudian.

Kalian baru saja mendengarkan sinopsis superpendek dari Hamlet. Cerita tragedi ini dianggap sebagai karya Shakespeare yang paling kompleks, paling sering dibahas, dan paling sering diproduksi entah dalam bentuk film, televisi, maupun radio, terutama di masa modern. Tapi kenapa?

7 Alasan Mengapa kamu harus membaca Hamlet


1. Relevan

Apa yang ditampilkan dalam Hamlet merupakan permasalahan abadi manusia. Ada pembunuhan, dendam, keserakahan, konspirasi, tipu daya, dan pergumulan batin.

Claudius menginginkan kekuasaan. Ia mengkudeta raja yang sah. Hantu raja dan Hamlet dendam pada Claudius. Hamlet merencanakan pembalasan. Claudius memanipulasi Laertes dan berkonspirasi membunuh Hamlet untuk mengamankan kejahatannya. Melakukan duel demi harga diri plus tipu daya pembunuhan, hanya berakhir dengan kematian.

Relevan? Sering mendengar atau membaca kasus seperti ini? Ya. Dalam masa modern/ harta dan kekuasaan masih menjadi pemicu nafsu. Kita banyak mendengar kasus pembunuhan yang berbasis penguasaan atau kekayaan, juga demi harga diri. Dan semua itu membuat kita bertanya-tanya, mengapa mereka melakukannya.

2. Tema

Sebenarnya, apa sih tema besar Hamlet? Saya yakin kalian langsung bisa menebaknya. Ya. Balas dendam. Sepanjang cerita berisi pemikiran tentang membalas dendam. Namun, baru menjelang akhir cerita dendam itu dilaksanakan.

3. Karakter

Apakah Hamlet jahat? Menginginkan kematian dan membalas dendam, tentu bukan perbuatan terpuji. Saya pikir Hamlet seorang antihero jika bukan karakter abu-abu. Ada pergeseran dari tokoh baik menjadi gelap. Dia masih memiliki moralitas. Namun, sepertinya dia terjebak dalam pikirannya.

Claudius, di lain pihak memainkan peranan antagonis merangkap penjahat (villain) dan meskipun dia menyadari perbuatannya salah, dia tidak melepaskan diri. Di sinilah tragedi sebenarnya berawal. Seandainya Claudius mengakui kejahatannya dan mengusahakan rekonsiliasi dengan Hamlet, mungkin meski tidak berakhir happy ending, tingkat tragedinya tidak sekelam akhir yang kita lihat.

4. Dilema

Hamlet menyadari kejahatannya ketika dia ingin memastikan Claudius mati masuk neraka. Kenyataan Claudius berdoa menjadi dilema moral bagi Hamlet.

Ia juga mengalami krisis eksistensial dalam beraksi, dan pikiran-pikiran soal kematian:
To be or not to be—that is the question:
Whether ’tis nobler in the mind to suffer
The slings and arrows of outrageous fortune,
Or to take arms against a sea of troubles
And, by opposing, end them ...
(Hamlet, Act 3, Scene 1.)

(Melakukan atau tidak—itu pertanyaannya: Apakah lebih mulia berpikir untuk menderita dari
Pengumban dan panah keberuntungan yang memalukan,
Atau mengambil senjata/ melawan lautan masalah
Dan, secara bertentangan, mengakhirinya.)

5. Moral

Siapa yang paling diuntungkan dalam cerita ini? Tidak ada. Tidak satu tokoh pun mendapat keuntungan.

Obsesi Hamlet membuatnya lupa ada sisi lain kehidupan. Laertes terbawa amarah dan dendam sehingga mudah dimanipulasi.

Mungkin korban yang paling sia-sia adalah Ophelia. Pikirannya polos dan hanya jadi komoditas Polonius untuk menguatkan posisinya dalam hirarki kerajaan.

Bagaimana dengan Hantu? Ya, dendamnya sudah terbalas. Namun, apakah sepadan dengan membawa kematian bagi istri dan anaknya? Bukankah keinginannya terdengar egois?

Mungkin pertanyaannya jadi lebih besar:
Apakah membalas dendam menjadi satu-satunya cara menyelesaikan masalah?
Apakah membalas dendam harus dengan membunuh?

6. Terbuka pada interpretasi

Cerita Hamlet tergolong terbuka untuk perdebatan, lho. Makanya banyak ahli yang mempertanyakan perihal psikologi, kebiasaan, sosiologi, dan aspek lain yang terkait dengan cerita ini.

Misalnya ada perdebatan apakah Hamlet gila, sekadar terbawa nafsu, atau terobsesi? Kenyataan dia mengingkari perasaannya pada Ophelia buat saya menunjukkan dia orang yang waras dan penuh kalkulasi. Dia juga seorang pemikir sehingga monolognya filosofis.

Lalu apakah Ophelia benar-benar bunuh diri atau jatuh ke air? Apakah tenggelam merupakan simbolisme atau metafora atas kejadian lain?

Bagaimana dengan Ratu Gertrude? Sepertinya dia memang terlibat perselingkuhan karena diisyaratkan oleh Hantu. Namun, apakah dia terlibat persekongkolan pembunuhan? Dia terlihat kaget ketika Hamlet menuduhnya. Apakah dia tahu kalau anggur untuk Hamlet sebenarnya sudah diracun? Mengapa dia berkata

"I will, my lord; I pray you, pardon me" (Act 5, scene 2.)
Saya akan (meminumnya), Yang Mulia.

7. Fakta

Hamlet adalah drama terpanjang Shakespeare yang butuh 4 jam penampilan. Tapi jangan salah, Hamlet adalah cerita blockbuster dari masa Shakespeare sampai sekarang. Alasannya? Barangkali Pangeran Hamlet adalah refleksi dari diri kita sendiri yang diam-diam curiga, diam-diam berkomplot dengan kematian, dan siap membalas dendam. Setidaknya dalam pikiran kita.

7 Hal yang Jangan Kamu Lakukan pada Episode Pilot



Peringatan: tonton dulu episode 1 sinetron ini sebelum baca komentar saya. Maxstream bisa diunduh di Google Play. Setelah terpasang, di bagian pencarian tinggal ketik judulnya. Tidak perlu login (pengalaman saya pakai wifi) bisa langsung nonton. Selebihnya, artikel ini mengandung beberan (spoiler) dan dibagi jadi dua tayangan.

Beberapa minggu yang lalu saya ngasih komen langsung pada salah satu tim produksi "Cerita Dokter Cinta". Versi yang ada di sini lebih fokus pada dunia penulisan, terutama bagaimana menulis episode pembuka (pilot episode) televisi.

Saya hanya nonton episode 1 karena episode pilot selalu penting buat saya. "Cerita Dokter Cinta" (saya singkat jadi CDC) episode 1 bercerita tentang sekelompok koas yang datang untuk menjalani hari koas di rumah sakit. Setelah malam, akhirnya mereka bisa bersantai sejenak, mendengarkan acara radio "Dokter Cinta". Dokter yang mengepalai kelompok koas ini juga pulang, mengurus ibunya yang sudah pikun. Itu saja intinya dalam 16 menit tayang. 

1.Tidak ada konflik (yang jelas)

Perhatikan blurb atau logline CDC yang dipasang di Maxstream:
Kisah dokter Obygin Ryan, …, dalam membantu persalinan pasien dan mengatasi persoalan cinta di antara mereka yang penuh konflik


Saya tidak tahu di mana letak konfliknya karena episode pilot tidak punya konflik sama sekali. Semuanya hanya setup dan pengenalan tokoh. Buat saya, 16 menit itu bisa dipangkas jadi 5 menit karena naskahnya tidak efisien. 

Ada beberapa adegan bagus yang bisa dijadikan konflik, ternyata hanya tempelan. Misalnya, Ryan sedang membantu ngasih CPR lalu masalah selesai begitu saja. Adegan selanjutnya, dia sudah di depan koas untuk briefing. Coba kalau pasiennya mati dan dia terlambat menemui koas, pasti lebih menarik karena ada konflik batin sehingga adegan ketika bersama ibunya akan lebih emosional. Kalau adegan ini digarap, kita bisa melihat bahwa Ryan adalah tokoh utama. 

2.Adegan superklise

CDC masih terjebak dengan pola seperti ini:
-tokoh utama terlambat bangun
-tabrakan dengan tokoh lain
Silakan baca selengkapnya 10 Pembuka Cerita yang Klise.

3.Tokoh tidak tergarap

Siapa yang sebenarnya jadi tokoh utama di sini? Si cewek kesiangan atau Ryan? Kesannya tetap si cewek kesiangan yang jadi tokoh utama karena penonton digiring untuk mengikuti dia dari rumah hingga di rumah sakit. Kalau dilihat dari poster dan prolog, seharusnya Ryan yang lebih banyak dapat porsi. Bahkan, walaupun ceritanya terdiri dari banyak tokoh, tokoh utamalah yang seharusnya memimpin cerita pada episode pilot.

Masalah lain dalam sinetron (lokal dan luar) adalah menghadirkan tokoh lucu untuk menyegarkan cerita (walaupun saya tahu dalam CDC nanti dia punya masalah). Yang fatal adalah mereka harus ditampilkan konyol dari awal entah dengan ekspresi yang kelihatan bodoh atau perilaku yang cocok untuk ditertawakan. Lebih fatal lagi jika … (ke poin selanjutnya)

3.Adegan/informasi/dialog sia-sia

Adegan komedi yang ditempel paksa jelas sia-sia. Contoh lain dalam CDC misalnya adegan makan di lorong dan kedua koas bertukar makanan. Apa fungsi adegan ini? Tidak ada. Apakah bertukar makanan bikin keracunan? Tidak. Apakah karena habis pegang makanan terus bawa bakteri ke pasien (tidak cuci tangan)? Tidak. Adegan ini hanya ditutup dengan seorang perawat memanggil mereka untuk kembali kerja. Artinya, ketimbang percakapan konyol, adegan ini bisa digarap lebih baik. 

Contoh dialog/monolog sia-sia lainnya adalah ketika si cewek terlambat terbirit-birit ke dapur sambil bergumam, "Kesiangan, kesiangan, kesiangan!" Monolog ini jelas tidak penting karena penonton sudah tahu si tokoh kesiangan cukup dari gayanya terbirit-birit.

Adegan dokter cewek nyanyi (dengan peralatan superprofesional) juga tidak jelas maksudnya apa. Apakah dia merangkap Youtuber atau punya podcast? Kalau demi backsound, tidak perlu juga harus dia yang nyanyi.

4.Setup yang tidak tergarap, ketidaklogisan

Buat saya, alasan kenapa adegan makan di lorong dan adegan si dokter nyanyi tidak masuk akal karena tidak adanya setup yang jelas. Penonton tiba-tiba disuguhkan dengan mereka duduk dan membuka makanan. Padahal kalau ada setup mereka cuma punya waktu singkat untuk makan dan tidak bisa ke mana-mana selain di lorong, penonton cerewet seperti saya tidak akan protes. Yang terjadi, saya protes karena makan di lorong dan bisa terlihat pasien, jelas tidak profesional. Ketimbang ngobrol soal tuker makanan, di sini juga bisa diset bagaimana penonton perlu tahu kalau si dokter ini bisa nyanyi dan main gitar (karena peralatannya kelewat pro). 

Yang paling parah dalam CDC, fakta bahwa mereka hari itu kerja sekian jam untuk pertama kalinya, diletakkan menjelang akhir cerita. Karena di awal tidak ada penjelasan ini, saya pikir ini hari normal koas dan 'kebetulan' ada yang telat. Apalagi semua tugas koas selesai dengan mulus. Jika fakta ini diletakkan di depan, akan jelas mengapa para koas yang jadi fokus dalam episode ini. Ini yang akan menjadi goal (tujuan) Ryan: berhasil membimbing semua koas. Sayangnya ini tidak ditunjukkan dalam cerita. 

5.Perpindahan scene tidak mulus

Berkaitan dengan poin ke-11. Adegan Ryan memberi bantuan darurat, terasa tidak masuk akal karena scene tidak digambarkan utuh. Misalnya, CPR cuma dua detik lalu lebih banyak adegan dengan alat kejut jantung. Karena penggalannya tidak rapi, yang terbiasa nonton "Doctor-X", "E.R.", "House M.D.", dll, pasti merasa janggal. Ketimbang dibikin maraton sebagai 1 scene, sebenarnya adegan ini bisa dibuat paralel dengan kejadian lain: koas yang terlambat masih di dalam lift dan kelompok koas lain sudah menunggu di ruang lain. Tiga kejadian … dan sebenarnya bisa menaikkan tensi ketegangan karena orang akan lebih penasaran apakah si pasien mati atau tidak. 

6.Lokasi yang tidak masuk akal

Saya mengerti bahwa cerita ini sebuah cerita romantis, tapi tolong jangan mengada-ada. Baru kali ini saya melihat rooftop dijadikan tempat bersantai yang indah di sebuah rumah sakit. Lebih gila lagi, tidak ada atap di atas sofa (pergola, misalnya)  dan setahu saya rumah sakitnya tidak terlalu tinggi. Debu, hujan, dan kuman ancaman nyata. Dan masa sih kalau hujan petugas kebersihan harus selalu repot gotong sofa ke tempat aman? Ketimbang ke rooftop, lebih masuk akal mereka ke kedai kopi keren di rumah sakit. 

Jangan bikin set demi keindahan sinematografi. Rumah sakit tidak indah. Itu kenyataan. Jadi, buatlah cerita yang kuat untuk menampilkan keromantisan dari tokoh-tokohnya.

7.Menggurui

Adegan Ryan saat briefing yang mengingatkan tugas dokter di atas komersialitas, jelas tidak penting. Lebih penting dalam adegan ini dijelaskan siapa dan apa tugas mereka. Lagipula, seharusnya anak koas sudah tahu ekspektasi dunia kedokteran seperti apa. Kalau pun ada yang tetap mengutamakan uang, bukankah itu jadi konflik menarik? (Semoga di episode lain memang ada yang kemaruk uang)

Baca juga tentang Pesan Moral (yang Menggurui).

Penutup

Kalau diasah, cerita ini bisa luar biasa menarik. Saya rasa masalah penulis naskah lokal memang masih terlalu berbasis sinetron dan belum bisa keluar dari sistem yang lama. Penonton sinetron di televisi adalah penonton murni eskapis sehingga kualitas cerita tidak penting. Sebenarnya sayang. Platform penayangan sudah bagus karena bisa mendapat penonton spesifik dan menemukan penonton yang—dalam bahasa saya—'eskapis, tapi mau mikir', seperti mahasiswa, pekerja muda perkotaan, dan kelompok ekonomi menengah ke atas. 

Semoga proyek sinetron berbasis internet lainnya bisa tampil lebih edgy dan memorable. Begitupun semoga proyek dari PH yang digawangi Ichwan Persada ini di masa depan lebih baik.

Catatan

Sebuah episode pilot harus:
-sudah jelas premisnya apa
-sudah tergambar genre dan target penontonnya
-jelas siapa tokoh utama dan antagonisnya (gak harus villain)
-sudah jelas karakterisasi tokoh-tokohnya seperti apa
-sudah ada pencetus masalahnya
-sudah jelas konflik utamanya apa
-ada kejadian yang sangat menarik

Plot Twist: Eucatastrophe


Artikel ini mengandung beberan (spoiler)

Eucatastrophe (baca: yuu.ketas.tro.fi) merupakan sebuah istilah yang digagas oleh J. R. R. Tolkien yang bisa diartikan sebagai sebuah kejadian tiba-tiba yang memastikan si protagonis tidak menemui malapetaka mengerikan. 

Tolkien menggunakan bahasa Yunani yaitu prefiks 'eu' dan 'catastrophe'. Prefiks 'eu' berarti 'baik'. Sementara itu, 'catastrophe' atau katastrofe dalam KBBI V diartikan sebagai (1) malapetaka besar yang datang tiba-tiba (2) sebagai istilah sastra berarti akhir drama, terutama drama klasik yang bersifat tragedi.

Hal lain yang dibahas dalam artikel ini: fakta, ciri, dan tip membuat Eucatastrophe, perbedaannya dengan deus ex machina, dan contoh.


Cerita yang mengandung eucatastrophe biasanya meletakkan si tokoh dalam bencana yang berakhir dengan kesejahteraan (well-being) atau kebaikan si tokoh. Bukan sekadar happy ending, eucatastrophe memberi sukacita (joy). Timothy Willard menulisnya sebagai "ketika segala asa sepertinya hilang, keadaan sudah begitu suram, harapan muncul". 

Dalam bahasa yang sederhana, bisa diartikan begini: situasi sudah begitu buruknya. Si tokoh sepertinya tak punya harapan untuk memperbaiki atau menyelesaikan tugasnya. Eh, datanglah sesuatu yang menyelamatkannya. Yang baca sudah harap-harap cemas sampai menahan napas. Begitu situasi terselamatkan, pembaca pun girang setengah mati.

Tolkien mengatakan bahwa eucatastrophe tidak menyangkal kegagalan mendadak oleh protagonis, melainkan menyangkal kekalahan final universal dan merupakan evangelium (kabar baik), memberi secercah pandangan tentang Sukacita, [dan] kepedihan layaknya kesedihan. (Timothy Willard mengutip Tolkien on Fairy-Stories, Expanded Edition with Commentary and Notes oleh J. R. R. Tolkien, Verlyn Flieger, and Douglas A. Anderson. London: Harper Collins Publ., 2014.)

Sebagai ilustrasi, pembaca atau penonton cemas setengah mati apakah Gandalf bisa melarikan diri dari menara Sauron dalam Lord of the Rings. Ketegangan ini dijawab dengan datangnya burung raksasa ketika situasi Gandalf sangat terdesak. Pembaca/penonton mungkin akan berteriak girang, melompat-lompat, atau bahkan merasa lega. Perasaannya meluap, lebih dari sekadar senang, tetapi sukacita (girang).

Fakta seputar Eucatastrophe

- Istilah eucatastrophe pertama kali ditulis Tolkien dalam esainya "On Fairy-Stories" pada tahun 1942 (ada juga sumber yang mengatakan tahun 1947).
- Meski minat Tolkien adalah mitologi, eucatastrophe juga erat dengan pemikiran Tolkien terhadap gospel Kristen.
- Eucatastrophe berlawanan dengan catastrophe. Catastrophe berakhir dengan tragedi. Eucatastrophe berakhir dengan kebahagiaan.
-Tolkien berbagi diskusi dengan C. S. Lewis (pengarang serial Narnia) tentang kekristenan (termasuk eucatastrophe) yang kemudian menginspirasi Lewis untuk menulis esai "Myth Became Fact" pada tahun 1944.

Ciri Eucatastrophe

1. Eucatastrophe lebih dari sekadar akhir yang bahagia. Ia adalah kesukacitaan yang 'mengambil giliran'  dalam cerita (karena tidak ada akhir yang sejati pada setiap dongeng). Ia adalah anugerah yang ajaib, tidak akan bisa diandalkan untuk terulang kembali.
2. Tidak menyangkal adanya kesedihan dan kegagalan. Namun, ia menyangkal kekalahan akhir universal (universal final defeat),dan memberikan sekilas gambaran tentang Sukacita.
3. Tiba-tiba, tak diduga
4. Ajaib
5. Happy ending
6. Tokoh berada dalam situasi terdesak dan tidak ada jalan keluar
7. Masalah terselesaikan bukan karena si tokoh yang memiliki kontrol untuk menyelesaikannya, tetapi karena ada faktor luar atau intervensi, misalnya keajaiban.

Tip Membuat Eucatastrophe

- Pastikan si tokoh meyakini bahwa dirinya sudah di ambang malapetaka.
- Meskipun kejadiannya kecil, pastikan kejadian itu sangat penting bagi si tokoh.
- Kebaikan yang datang setelah pembaca yakin kalau yang terburuklah yang akan datang, harus diungkapkan dengan segera.
- Kejadiannya tidak harus membahayakan si tokoh
- Tidak harus terjadi di akhir cerita.
- Bisa berbentuk emosi, tidak harus selalu berbentuk plot.

Eucatastrophe vs. Deus Ex Machina

Susah-susah gampang untuk melihat perbedaan eucatastrophe dengan Deus ex machina. Secara umum keduanya sama-sama:
- tiba-tiba dan tak diduga
- ajaib
- tokoh berada dalam situasi terdesak dan tidak ada jalan keluar
- sama-sama bisa dipakai dalam drama dan komedi

Untuk cerita modern, Deus ex machina bisa tercampur dengan eucatastrophe. Misalnya film "Monty Python and the Holy Grail". Sebagai sebuah komedi, film ini digadang berbau Deus ex machina, padahal memiliki happy ending. Namun, karena plotnya kelihatan tidak masuk akal (polisi modern mendadak nongol di zaman Raja Arthur), akhirnya jatuh ke Deus ex machina.

Berikut perbedaan umum antara eucatastrophe dan Deus ex machina.

                                                                                                
EucatastropheDeus Ex Machina
masuk akaltidak masuk akal
happy ending bercampur dengan kesedihan dan kesalahanhappy ending menutup ending yang masih bolong-bolong
cocok dengan cerita sering kali tidak pas dengan cerita
datang dari dalam ceritakadang-kadang bukan dari dalam cerita
harapan adalah faktor pentingharapan bukan faktor
alami dari dalam ceritapalsu dan dipaksakan


Contoh

1. Lord of the Rings (buku/film)

a) Ketika Frodo merasa mustahil untuk membuang cincin ke api gunung berapi, Gollum datang mengambil cincin itu. Pembaca/penonton merasa kejahatan menang. Namun karena terlalu gembira, Gollum terjatuh ke dalam api bersama cincinnya. Dengan demikian, Sauron dan semua kelompok kejahatan yang bersekutu dengannya berhasil dilumpuhkan. Perang yang tengah terjadi pun terhenti. Dunia terselamatkan.

b) Meskipun kebaikan telah menang, Frodo merasa dirinya berbeda ketika pulang ke kampung Hobbit dan sebagai penutup dia meninggalkan kampungnya. Ini bagian eucatastrophe yang tidak menyangkal adanya kesedihan dan kegagalan.

2. Game of Thrones (buku/serial TV)

Dalam season 8, episode 3, Perang Winterfell menjadi pertarungan keras antara manusia dan white walkers. Pada saat situasi sudah genting (sepertinya pihak manusia sudah kewalahan dan banyak tokoh penting gugur), Bran Stark berhadapan langsung dengan Night King. Night King siap membunuh Bran. Tanpa diduga, Arya muncul dan membunuhnya. Seluruh pasukan white walkers lenyap dan manusia menang. Adegan ini contoh terbaik eucatastrophe di mata saya karena sebelum momen sukacita, momen Arya nongol sempat memberi sukacita, lalu penonton sempat merasa tidak punya harapan ketika Night King mencekiknya, dan kembali bersorak ketika pisau jatuh dan ditangkap oleh tangan Arya yang lain sehingga bisa menusuk Night King. Dan kali ini benar-benar sorak panjang. Ada banyak video reaksi Youtube yang bisa dipakai dalam mempelajari reaksi penonton saat menonton episode ini.

3. Harry Potter and the Deathly Hallows (buku)

Neville berusaha menahan laju Voldemort dan disiksa dengan Sorting Hat. Orang lain tak berani melawan Voldemort. Sementara itu, banyak tokoh baik terluka dan gugur. Kemudian centaur menyerang, Neville terbebaskan, dan Harry yang diyakini sudah tewas nongol sebagai Not Quite Dead and mengalahkan Voldemort.


Narasumber:

"Eucatastrophe" oleh Wikipedia.
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Eucatastrophe (diakses tanggal 27 Agustus 2019)

"Eucatastrophe: J. R. R. Tolkien and C. S. Lewis's Magic Formula for Hope" oleh Tim Willard. Situs A Pilgrim in Narnia. 21 Desember 2015.
https://apilgriminnarnia.com/2015/12/21/eucatastrophe/ (Diakses tanggal 27 Agustus 2019)

"Game of Thrones: 5 Hidden Bombshells Waiting to Rock the Battle of Winterfell". Artikel oleh Joanna Robinson di situs Vanity Fair.com. 28 April 2019.
https://www.vanityfair.com/hollywood/2019/04/game-of-thrones-melisandre-golden-company-bronn-bran-warg-crypts-secret-tunnels (diakses tanggal 27 Agustus 2019)

"Just A Fool's Hope: J. R. R. Tolkien's Eucatastrophe as the Paradigm of Christian Hope" oleh Margaret Bush di situs Scholar Crossing: Liberty University.
https://www.google.com/url?q=http://digitalcommons.liberty.edu/cgi/viewcontent.cgi%3Farticle%3D1328%26context%3Dhonors&sa=U&ved=2ahUKEwj06t21nqHkAhVBg-YKHdorAbM4ChAWMAB6BAgCEAE&usg=AOvVaw2JbPt9Ckg3fwpy074h5cMA (diakses tanggal 26 Agustus 2019)

KBBI V oleh Badan Pengembangan dan  Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Aplikasi v. 0.2.1 Beta

"Near-Villain Victory aka: Eucatastrophe" di situs TV Tropes.
https://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/NearVillainVictory?from=Main.Eucatastrophe (diakses tanggal 28 Agustus 2019)

"Plot Twist". Wikipedia.
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Plot_twist (diakses tanggal 2 Agustus 2019)

"Plot Twist in Fiction: Making a Story Standout" oleh Francesca Turauskis. Artikel 15 Februari 2015.
https://the-artifice.com/plot-twists-in-fiction/ (diakses tanggal 2 Agustus 2019)

"The 10 Types of Plot Twists" oleh Chazda Hill. Artikel 8 Februari 2017.
http://greatstorybook.com/10-types-plot-twists/ (diakses tanggal 2 Agustus 2019)

"The Hobbit: Deus Ex Machina and Eucatastrophe" di-upload oleh Kenny di situs SlideServe.com. 27 Juli 2014.
https://www.slideserve.com/kenny/the-hobbit (diakses tanggal 26 Agustus 2019)

"WTHeck is this Narrative Technique Called Eucatastrophe?" oleh Chazda Hill. Ditulis tanggal 7 Maret 2016 di situs Great Story Book.
http://greatstorybook.com/wtheck-narrative-technique-called-eucatastrophe/ (diakses tanggal 28 Agustus 2019)

Plot Twist: Deus Ex Machina


Artikel ini mengandung beberan (spoiler)

Deus ex machina (baca: dèyus èks makina) adalah sebuah istilah dalam bahasa Latin. Jika diterjemahkan secara literal, artinya dewa dari mesin (god from machine). 

Bingung? Begini sejarahnya:

Dalam drama Yunani dan Romawi kuno, sering kali dewa turun dari langit untuk menyelesaikan masalah dari cerita tersebut. Nah, biasanya aktor pemeran sang dewa akan diderek turun oleh alat yang disebut 'mechane'. Jadi permesinan dalam dunia drama sudah ada sejak abad ke-5 SM. (Britannica.com). 

Dalam cerita, Deus ex machina biasanya orang atau benda yang datang tiba-tiba dan memberikan solusi yang dibuat-buat terhadap masalah yang tak terpecahkan.

Plot Twist: Chekhov's Gun


Artikel ini mengandung beberan (spoiler)

Chekhov's gun atau Senapan Chekhov adalah sebuah konsep yang intinya segala elemen dalam cerita harus memberi kontribusi secara keseluruhan. (Now Novel)

Bingung? Dalam bahasa yang sederhana, konsep ini menekankan bahwa apa pun yang kita letakkan ke dalam cerita harus memiliki fungsi.


Plot Twist: Anagnorisis



Artikel ini mengandung beberan (spoiler)

Anagnorisis (a.na.gno.ri.sis) atau penemuan adalah sebuah momen ketika tokoh mendapatkan pencerahan tentang jati dirinya atau orang lain. Pengetahuan baru inilah yang mengubah pemahaman tentang dirinya. Plot twist ini sifatnya internal. 

Fitur khusus:
- Anagnorisis biasanya datang setelah plot twist lain yang disebut Peripeteia.
- Dengan teknik ini, informasi karakter yang tersamarkan kemudian dibuka.
- Anagnorisis boleh dibilang sebagai salah satu teknik plot twist tertua.
- Salah satu contoh cerita klasik yang memakai anagnorisis adalah Oedipus Tyrannus (atau Oedipus Rex) karya Sophocles yang pertama kali ditampilkan pada tahun 429 SM.

Contoh

Oedipus Tyrannus (atau Oedipus Rex)

Oedipus, raja Thebes, menyuruh kakak iparnya bertanya pada peramal mengapa ada penyakit di negerinya. Si peramal memberi tahu bahwa penyakit itu merupakan kutukan karena pembunuhan raja sebelumnya, Laius. 

Oedipus memanggil Tiresias, orang suci. Tiresias mengatakan bahwa Oedipus adalah si pembunuh yang ia cari. Marah, Oedipus menghina Tiresias dan sebelum pergi Tiresias menyiratkan, si pembunuh adalah warga Thebes, abang dan ayah bagi anak-anaknya; anak dan suami dari ibunya sendiri.

Jocasta, istri Laius yang kini istri Oedipus, mengingatkannya pada ramalan lama yang mengatakan Laius dibunuh anaknya sendiri, tetapi tidak terbukti. Soalnya Laius terbunuh bandit. 

Hal ini bikin Oedipus waswas. Bertahun yang lalu, ada orang mabuk yang menuduh Oedipus bukan anak ayahnya. Ia kemudian pergi ke peramal yang mengatakan bahwa suatu saat ia akan membunuh ayahnya dan meniduri ibunya. Sejak saat itu ia meninggalkan kotanya dan sempat ribut dengan sekelompok pengelana dan membunuh mereka, tepat di daerah tempat Laius terbunuh. Berdasarkan deskripsi Jocasta, Laius mati diserang beberapa orang. Jika demikian, Oedipus aman. 

Pada akhirnya Oedipus menemukan benang merah bahwa waktu kecil ia dibuang dan dia anak kandung Laius. Ibunya, Jocasta, memberikannya pada seorang gembala, agar ramalan Laius dibunuh anaknya tidak terjadi.

Kisah 1001 Malam, bagian "Tiga Buah Apel"

  Cerita berawal dari penemuan mayat perempuan. Jaksa diperintahkan untuk menemukan pelaku, kalau tidak, ia yang akan dihukum mati. Saat gagal, dua orang maju, masing-masing mengaku sebagai pembunuh. Pria yang lebih muda bisa membuktikan ceritanya. Orang yang lebih tua adalah ayah mertua yang ingin menyelamatkan hidup menantunya. 

Istrinya minta dibelikan apel khusus, jadi si pria ini pergi ke kota lain untuk mendapatkannya. Saat kembali, apel itu tidak dimakan. Namun, si suami menemukan seorang budak membawanya. Kata si budak, apel itu dari kekasihnya, dibelikan oleh suaminya. Karena marah, si suami membunuh si istri dan membuang jasadnya ke sungai.

Ketika pulang, si anak mengaku mengambil satu apel yang kemudian dicuri si budak. Anak itu sempat bercerita pada si budak soal perjalanan ayahnya. Si ayah kemudian dibebaskan. 

Protagonis kita kemudian harus menemukan budak tersebut. Namun, sudah masuk tenggat, si budak gagal ditemukan. Sebelum protagonis dihukum, ia sempat memeluk anak perempuannya dan menemukan apel itu di kantong baju anaknya. Si anak kemudian bercerita bahwa ia membawanya dari budak mereka. Jadi, tersangka selama ini adalah budak si protagonis sendiri.

"The Sixth Sense" (film)

Tokoh utama membantu seorang anak yang bisa berbicara dengan hantu. Ternyata, dia sendiri adalah hantu.

Narasumber:

"Oedipus Rex". Wikipedia.
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Oedipus_Rex (diakses tanggal 3 Agustus 2019)

"Plot Twist". Wikipedia.
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Plot_twist (diakses tanggal 2 Agustus 2019)

"Plot Twist in Fiction: Making a Story Standout" oleh Francesca Turauskis. Artikel 15 Februari 2015.
https://the-artifice.com/plot-twists-in-fiction/ (diakses tanggal 2 Agustus 2019)

"The 10 Types of Plot Twists" oleh Chazda Hill. Artikel 8 Februari 2017.
http://greatstorybook.com/10-types-plot-twists/ (diakses tanggal 2 Februari 2019)

"The Three Apples". Wikipedia.
https://en.m.wikipedia.org/wiki/The_Three_Apples (diakses tanggal 3 Agustus 2019)

Plot Twist: Jenis, Aplikasi, dan Contoh

Foto dari Pixabay


Artikel ini mengandung beberan (spoiler).

Dalam dunia cerita, plot twist memberi kenikmatan dan kepuasan bagi pendengar atau pembaca karena pergerakan cerita jadi tak terduga. Siapa sangka Ned Stark (Game of Thrones) bakal dipenggal pada episode penutup musim pertama? Siapa juga yang bakal menyangka Daenerys berujung jadi 'jahat'? Siapa yang terbawa pikiran kalau Aringarosa (Da Vinci Code) tokoh jahat, padahal bukan? Siapa pula yang bakal kepikiran kalau tokoh dalam Fight Club sebenarnya berkepribadian ganda?

Contoh di atas merupakan plot twist. Plot twist merupakan teknik literasi yang mengubah plot secara radikal dari plot yang seharusnya (Wikipedia). Istilahnya, kalau seharusnya Plot A berlanjut B, yang terjadi di sini bisa saja belok ke Plot M. Bisa pula malah dipingpong dengan plot maju dan mundur.

Beberapa hal yang terkait plot twist:
- Plot twist membuat cerita jadi menarik.
- Biasanya memberi kejutan, hal tak terduga bagi pembaca menjelang akhir cerita.
- Kebanyakan plot twist dipakai dalam cerita misteri dan thriller.
- Beberapa teknik plot twist membutuhkan pengaburan (foreshadowing), salah arah (misleading), atau menahan informasi (withholding information).
- Sebuah cerita bisa saja mengandung beberapa plot twist yang berbeda.
- Plot twist bisa saja terjadi di pertengahan atau awal cerita. Contohnya dalam Game of Thrones, Ned Stark yang kita kira tokoh utama cerita tersebut, tewas di akhir musim pertama tayang dari 8 musim. 
- Plot twist yang salah garap menghasilkan plot klise atau tertebak pembaca/pendengar/penonton.
- Plot twist seharusnya dibuat untuk kebaikan cerita, bukan untuk mengejutkan atau menipu pembaca/pendengar/penonton. 

Jenis plot twist:
- Anagnorisis 
- Chekhov’s Gun
- Deus ex machina
- Eucatastrophe
- False protagonist
- In media res
- Non-linear narrative
- Peripeteia
- Poetic Justice
- Red herring
- Reverse chronology 
- Unreliable narrator

Karena pembahasannya banyak, saya putuskan untuk membuat artikel terpisah untuk tiap istilah.

Narasumber:

"Plot Twist". Wikipedia.
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Plot_twist (diakses tanggal 2 Agustus 2019)

"Plot Twist in Fiction: Making a Story Standout" oleh Francesca Turauskis. Artikel 15 Februari 2015.
https://the-artifice.com/plot-twists-in-fiction/ (diakses tanggal 2 Agustus 2019)

"The 10 Types of Plot Twists" oleh Chazda Hill. Artikel 8 Februari 2017.
http://greatstorybook.com/10-types-plot-twists/ (diakses tanggal 2 Februari 2019)

Pencarian Artikel

Entri yang Diunggulkan

Samurai Seven: Siapa Pemenang Sebenarnya

Inilah salah satu cerita terbaik yang pernah saya tonton. Baik versi asli maupun anime sangat menarik. Seven Samurai (1954) memiliki be...

Artikel Terpopuler Minggu Ini