Teks, Subteks, dan Konteks



Beberapa minggu ini ketika wara-wiri di Youtube saya menemukan video edukasi tentang dialog dalam film. Meski selama ini saya sudah punya konsep membuat dialog menarik itu seperti apa, ternyata video-video ini menampilkan teori lain yang cukup menarik. Misalnya, saya selama ini tidak tahu perkara teks, subteks, dan konteks. Padahal pengetahuan ini krusial untuk dipahami.

Dulu saya pernah menulis tentang semiotika. Teks, subteks, dan konteks hampir mirip pemahamannya dengan semiotika. Dalam semiotika kita melihat sebuah kata atau informasi kemudian melihat bagaimana ia dikirim dan diterima. Semiotika berbicara banyak soal konteks.

Makna

Teks merupakan kata yang tertulis. Tidak harus satu. Bisa berupa frasa maupun kalimat. Dalam sebuah cerita, teks hanya memiliki makna yang sebenarnya. Jika tokoh berkata, “Berlian.” artinya memang batu berlian. Teks merupakan lapisan permukaan dari lapisan lain yang lebih dalam: subteks.

Subteks adalah daya emosional yang terkandung dalam sebuah ide atau pikiran. Ia merupakan niatan si tokoh yang terdiri dari kondisi emosional, keinginan, hasrat, tujuan, dll. Dalam subteks, ada pesan tersembunyi, pesan implisit yang harus ditemukan oleh pembaca atau pendengar. Jadi, ketika tokoh mengatakan sesuatu, pesan tersembunyi itulah yang seharusnya ditangkap, bukan kata-kata yang mereka ucapkan. Contoh, ketika tokoh berkata, “Berlian.”, bisa jadi yang ia maksud adalah orang yang cerdas atau cemerlang.

Hingga di sini, timbul pertanyaan. Mengapa kita tidak bisa memastikan pesan di balik kata ‘berlian’? Bisa saja berlian itu nama orang, ‘kan? Ini terjadi karena kita tidak memiliki konteks.

Konteks merupakan hal yang menjadi pegangan pembaca atau pendengar, berisi informasi yang dibutuhkan seperti siapa nama tokohnya, sedang di mana, hari apa, dll. Konteks memuat setting, hubungan (relationship) yang sebelumnya ada, dinamika kekuatan, dan aturan dunia yang dinavigasikan si tokoh. Jadi, kalau tokoh mengacungkan surat sambil berteriak, “Dari Berlian!”, kita segera mengasosiasikannya dengan nama orang. Bisa juga ada paragraf atau bab terdahulu yang menjelaskan siapa tokoh Berlian itu.


Gampangnya:

Teks itu kata (penanda, signifier).
Subteks itu niatan atau kode (makna di bawah penanda).
Konteks itu setting dan worldview.


Dari sini muncul lagi pertanyaan baru: mana yang lebih dulu?

Konteks sangat penting untuk dibangun lebih dulu. Mengapa? Karena dengan adanya konteks, pembaca atau pendengar memiliki akses terhadap makna yang jelas (clear meaning) dan secara emosional akan terlibat.


Manfaat

Dialog yang hanya terdiri dari teks tanpa diselingi subteks akan terasa membosankan.

Contoh:

Sebuah keluarga bersiap berangkat pagi hari.
Anak: pagi, Ma, Pa.
Mama: Pagi, Sayang.
Papa: Pagi.
Anak: Pa, uang jajanku untuk minggu ini belum dikasih.
Papa: ini.
Ayah dan anak kemudian keluar menuju mobil. Di rumah tetangga, nyonya rumah sedang menyiram bunga.
Anak: pagi, Tante Chan!
Tetangga: Eh, pagi. Dah mau berangkat, ya?


Dialog ini tidak memiliki tujuan lain selain apa yang terjadi saat itu.


Contoh lain:

A bertamu ke rumah B untuk mengerjakan tugas sekolah. Ketika waktunya makan malam …
B: makan, yuk. Udah disiapin nih.
A: aduh, aku masih kenyang. (pesan sebenarnya: aku segan)
B: udah santai aja. Gak ada siapa-siapa ini! (pesan sebenarnya: aku tahu kamu segan)

Contoh ini memperlihatkan subteks memberi peranan tarik ulur antara si A dan B sampai akhirnya A menyerah.

Obrolan tentang politik biasanya juga sarat dengan lapisan dalam. Perang kata-kata tidak frontal, tetapi lawan bicara (dan pembaca/pendengar) paham apa yang dimaksud si pembicara. Selain itu, bisa juga subteks terjadi ketika pembicaraan terjadi dalam situasi tertekan. Misalnya, ketika menghadapi kesulitan atau kemalangan. Orang cenderung tidak mengatakan terus terang. Biasanya mereka menyampaikan secara tidak langsung.

Contoh:
Ada orang yang mengatakan, “Mana si A? Mana?” Meski diucapkan dengan kemarahan, sebenarnya si pembicara ingin menyampaikan pesan kalau ia cemas karena A belum tiba setelah ditunggu sekian lama.

Contoh lain subteks, yang tak harus ‘arti terselubung’ adalah tema. Kadang, penulis bisa meletakkan tema atau ide penting dari keseluruhan cerita dalam sepenggal kalimat bersubteks. Misalnya dalam “Pride and Prejudice”, ada sebuah kalimat:

It is a truth universally acknowledged that a single man in possession of a great fortune, must be in want of a wife.

(Sudah merupakan kebenaran universal bahwa seorang pria single yang memiliki kekayaan pasti menginginkan istri)

Kalimat di atas merupakan subteks dalam bentuk majas ironi. Artinya apa yang tampak bertentangan dengan kenyataan atau yang dipikirkan si tokoh (atau bahkan si penulis). Buku ini juga mempunyai tema besar tentang rasa cinta yang datang bukan karena harta. Jadi penggalan kalimat di atas merupakan subteks atas dua hal: tema cerita dan ironi.

***


Jika kalimat dalam teks lebih penuh, subteks akan ikut penuh, sementara konteks akan menjadi lebih spesifik. Dengan begitu, pembaca atau pendengar lebih terprovokasi untuk mencari koneksi, mengisi kekosongan antarkata dan artinya.

Artinya? Penulis telah membangun investasi audiens (audience investment) biasanya dalam bentuk investasi emosi. Pembaca atau pendengar merasa memiliki wawasan spesial tentang dunia si tokoh. Inilah yang kemudian disebut illusion of intimacy atau ilusi kedekatan yang membantu penulis membuat tokoh yang menarik.


Untuk pemahaman lebih mendalam, silakan baca dan tonton video dari alamat yang saya sematkan ini:
Thought.co: “Understanding Subtext” oleh Richard Nordquist.
https://www.thoughtco.com/subtext-definition-1692006https://www.thoughtco.com/subtext-definition-1692006

Writer’s Digest: “Creating Setting and Subtext in Your Fiction” oleh Cris Freese
https://www.writersdigest.com/editor-blogs/there-are-no-rules/creating-setting-and-subtext-in-your-fiction

Youtube: “Dialogue Part 1: Text, Subtext, Context” oleh The Art of Story https://youtu.be/Ge0b5EPdL8I

Youtube: “How to Write Great Dialogue” oleh The Closer Look https://youtu.be/hEgsIV98ZmU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pencarian Artikel

Entri yang Diunggulkan

Samurai Seven: Siapa Pemenang Sebenarnya

Inilah salah satu cerita terbaik yang pernah saya tonton. Baik versi asli maupun anime sangat menarik. Seven Samurai (1954) memiliki be...

Artikel Terpopuler Minggu Ini