Tampilkan postingan dengan label Logika. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Logika. Tampilkan semua postingan

Logika Bahasa dan Logika Cerita

 


SAYA MAKAN ADIK TIDUR 

Semua pengarang harus tahu, hal penting dalam tulisan mereka adalah isinya. Mulai dari penokohan sampai bagaimana cerita berakhir, itu yang utama.

Sedikit orang tahu, kalau saya membalik kebutuhan mana yang lebih penting. Saya selalu memulai dari kemampuan berbahasa. Simpelnya, semua orang bisa baca tulis, tetapi belum tentu memahami isinya, bahkan belum tentu memahami logikanya.

Seperti kalimat pembuka di atas yang bisa multitafsir. Apakah saya makan adik yang sedang tidur? Apakah saya makan adik sambil tidur atau lalu tidur? Atau saya makan ketika adik tidur? Bagaimana jika kalimatnya: 'Makan adik saya tidur'? Kalimat-kalimar tersebut menjadi gamang dalam pemahaman.

Logika Bahasa dan Logika Cerita

Sebuah kata bisa menentukan seluruh cerita. Satu kata salah ditempatkan bisa merusak makna. Bahkan tidak adanya tanda koma bisa membuat orang bingung, seperti contoh di atas.

Keterampilan berbahasa tidak didapat dalam sekali belajar. Itu sebabnya latihan itu penting. Banyak membaca perlu bukan hanya untuk menambah wawasan, tetapi juga membiasakan diri dengan pola-pola kalimat. Tentu, bacaannya yang terseleksi, ya.

Logika cerita juga berkaitan dengan logika bahasa. Contoh: Para ibu berdiri di sana.
Dari sini kita tahu ada lebih dari satu ibu. Kalau kita tulis 'Ibu berdiri di sana', lebih mungkin ini hanya satu orang.

Bagaimana dengan 'Para ibu berdesakan menonton ayam sabung'? Meski kalimat ini secara struktur sudah oke, tetapi logikanya tidak terlalu tepat. Biasanya para pria yang menonton. Jadi, apakah ini salah ketik atau disengaja? Kita tidak tahu tanpa adanya teks lanjutan. Mungkin saja cerita ini tentang kaum mak-emak yang gemar judi sabung. Barangkali pengarang memang sengaja membuka kalimat dengan cara ini untuk menggelitik pikiran pembaca.

Namun, banyak juga pembaca yang tidak awas. Berita hoaks, misalnya. Mudah sekali menipu pembaca yang tidak menggerakkan logika kebahasaannya. Padahal, ada banyak petunjuk dalam teks tersebut yang bisa diuji kebenarannya.

Logika Waktu, Tempat, dan Penokohan

Kalau saya diminta mengecek cerita, biasanya mudah sekali saya mengendus kesalahan pengarang. Logika yang cacat itu biasanya datang dari logika waktu, logika tempat, logika karakterisasi, sampai logika umum. Misalnya, tokoh yang sakit di kantor lantai 30, bisa langsung didatangi dokter dalam waktu 5 menit. Daei segi lokasi, kalau dokternya lain gedung juga gak mungkin, ya. Ini logika lokasi. Contoh logika waktu: si A tinggal di Jakarta, si D di Bogor. Tengah malam ke Jakarta cuma 10 menit. Ya, sesepi-sepi Jakarta, gak mungkin juga naik motor bisa secepat itu. Logika karakterisasi itu misalnya inkonsistensi penokohan. Si A katanya tidak suka makan pedas, di tengah cerita makan pedas tanpa keluhan. Ini kan tidak masuk akal. Logika umum itu contohnya si A punya restoran dan ketika ada barang masuk tidak sesuai, langsung marah dan bahan tadi dibanting-banting. Ini tidak pas logikanya. Seolah-olah bahan tersebut tidak bisa dibuang tanpa perlu bersikap dramatis. Logika lain yang tidak nyambung: kok bisa bahan itu masuk? Biasanya restoran punya S.O.P dan suplier yang jelas. Nah, kelihatan di sini ada dua hal yang jadi masalah.

Logika Cerita

Namun, ada hal yang gak masuk akal dan dibiarkan dalam cerita. Ini saya sebut logika cerita. Contohnya dalam film Reservoir Dogs, tokoh yang sudah tertembak dan mengalami pendarahan hebat masih hidup berjam-jam (sempat pingsan juga). Atau John Wick diserang ribuan orang masih menang. Ini memang logika cerita yang ngaco, tetapi sedikit masih bisa dimaafkan. Dalam kedua contoh di atas, masing-masing punya tujuan mengapa tokohnya belum mati juga karena setup cerita yang membuat kisahnya 'bisa menerima kejanggalan ini'.

Sebagai tandingan, ada juga cerita yang sangat realistis (meski kategorinya cerita fantasi) seperti Game of Thrones. Dalam cerita ini, penonton pasti berharap Ed Stark tidak mati, diselamatkan dari hukum penggal. Kenyataannya, tidak ada yang menolong Ed. Dalam dunia nyata, banyak kasus seperti ini. Contoh lainnya adalah film Contagion yang hampir seperti prediksi wabah. Memang film ini ditopang ilmuwan PBB yang menjadi narasumber dan tentu tidak semua hal dalam cerita itu logis, tetapi masih bisa diterima akal sebagai bagian dari logika cerita. Prediksi tentang politik dan vaksin, juga kekisruhan borong belanja sudah terbukti.

Jadi, jangan sepelekan bahasa karena logika sering datang dari sebuah kata, tiap kata membentuk kalimat, dan tiap kalimat pada akhirnya membentuk cerita.

Pencarian Artikel

Entri yang Diunggulkan

Samurai Seven: Siapa Pemenang Sebenarnya

Inilah salah satu cerita terbaik yang pernah saya tonton. Baik versi asli maupun anime sangat menarik. Seven Samurai (1954) memiliki be...

Artikel Terpopuler Minggu Ini