Game of Throne S8E3 — Antara Perang, Timing, dan Plot




Peringatan: artikel ini mengandung spoiler yang cukup detail.

Sebenarnya saya sudah gatal mau nulis soal Game of Thrones (GoT) dari tayangnya episode pertama musim terakhir (S8E1), tapi pembahasan soal E1 dan E2 bisa ditunda karena menurut saya E3 cukup penting untuk dibahas. Sebagai gambaran umum, musim ke-8 dibuka dengan semua sekutu Stark tiba di Winterfell. Artinya, kita melihat reuni besar, pertemuan banyak tokoh yang dulu sempat berselisih pada satu tempat. Pada E2 reuniannya sedikit memuncak dengan kedatangan Jaime, tapi dengan cepat tema reuni berbaur dengan tema ‘malam terakhir’. Semua tokoh penting melakukan refleksi dan mempersiapkan mental untuk perang. Sesuai prediksi, E3 menjadi episode pertarungan paling berdarah dan terpanjang, selama 1 jam 16 menit menurut hitungan saya.

Ada beberapa poin besar di sini:
- pembagian babak
- plot
- momen emosional
- tempo cerita
dan semuanya yang saling terkait.

Penulis, sutradara dan editor cerita GoT mengakui bahwa E3 tergolong sulit karena peperangan terjadi di beberapa lokasi. Mereka harus memastikan cerita tetap menarik (karena adegan peperangan yang terlalu panjang akan melelahkan penonton), alur tidak melulu perang-mundur-perang-mundur, dan harus ada cerita yang disampaikan. Editor cerita, David Hill, menuturkan bahwa mereka membuat 3 konsentrasi (babak) cerita: pertahanan dinding jebol, para wight merangsek ke dalam, sampai akhirnya mereka menguasai sebagian besar benteng (kastel).

Untuk memudahkan ilustrasinya, saya paparkan pembagian berdasarkan lokasi, tokoh dan kelompok orang pada awal cerita:
- di luar benteng (pasukan Dothraki dan Jorah, Unsullies, wildlings termasuk Tormund, Sam, The Hound, Edd, Beric, Podrick, Gendry, Jamie, dan Brianne),
- menara pengawas (Ser Davos dan Aria),
- di sebuah bukit ada para naga (termasuk Daenerys dan John),
- rubanah (Varys, Misandae, dan Tyrion),
- Godswood (Bran dan Theon), dan
- gerbang (Lyanna Mormont).

Setelah pasukan Dothraki disapu bersih, plot langsung mengalir. Daenerys yang tidak bisa menerima kematian mereka langsung menerbangkan diri bersama naganya. Artinya, dia meninggalkan rencana perang dan ini mengubah semua dinamika cerita. Dari sini, cerita kembali dipecah. Ada adegan perang di luar tembok dan perang di udara (naga).

Situasi semakin memburuk setelah Night King memerintahkan para wight untuk menjadi jembatan agar bisa menyeberangi parit api. Cerita yang tadinya memberi porsi hampir sama pada tiap orang di luar benteng untuk tampil di layar, sekarang berubah fokus menjadi situasi defensif hidup atau mati di dalam benteng. Sansa disuruh turun ke rubanah oleh Arya. Grup Theon mempersiapkan diri. Lyanna menunggu gerbang didobrak. Suasana kaos total. Sampai di titik ini, kita telah menyelesaikan babak pertama.

Miguel Sapochnik, sutradara untuk S8E3, mengatakan mereka membagi cerita jadi tiga genre. Babak pertama merupakan suspensi dan pembangun cerita. Miguel menandaskan bagian ini menggunakan teknik build up cerita monster ketika monsternya belum terlihat. Dalam hal ini, saya lihat segalanya dimulai ketika Dothraki habis dibantai  dalam senyap. Namun, wajah para wight belum terlihat. Hal ini menciptakan ketegangan dan kegelisahan pada wajah tokoh-tokoh lain.

Babak kedua memberi fokus pada Arya hampir 80 persen. Pertempuran di atas dinding terus memaksanya mundur. Di tempat lain The Hound kehilangan nyali dan Beric yang melihat Arya dalam kesulitan segera bertanya pada The Hound apa yang mau ia lakukan. Dari sisi karakter dan lokasi, Arya bergerak turun melewati lorong hingga tiba di perpustakaan. Genre berubah menjadi genre horor, dengan suasana gelap dan senyap, kontras terhadap suasana di luar yang kaos dan berlatar api. Bagian ini paling menegangkan karena hampir sepanjang cerita Arya harus bertahan sendiri. Sedikit banyak, saya malah teringat dengan gim “Resident Evil” dan sejenisnya. Lokasi sempat beralih pada The Hound dan Berick yang mencari Arya. Mereka bertemu di satu titik dan membarikade sebuah ruangan. Di dalamnya ada Melisandre.

Bagian ketiga menjadi genre action. Perang di udara terjadi ketika  Danearys dan John harus melawan naga berapi biru, Viserion, milik Night King. Dany sempat membakar Night King, tetapi gagal. John coba menyerang, alih-alih Night King malah menghidupkan orang-orang yang baru mati untuk mengepung John. Sementara itu, rubanah yang diyakini sebagai tempat teraman menjadi ladang pembantaian karena sihir Night King ikut membangkitkan mumi-mumi leluhur keluarga Stark. Di taman Godswood Theon dan para ironborn mati-matian menjaga Bran sampai tinggal Theon dan Bran yang tersisa hidup. John yang tadinya di luar benteng berhasil masuk. Ia melaju melewati rekan dan tokoh lain yang nyawanya sudah di ujung tanduk. Namun, usahanya pergi ke Godswood terhalang oleh Viserion. Jorah bertahan di luar benteng bersama Dany dan kedua naganya yang terluka. Night King berhadapan dengan Bran. Sebagai puncak dari situasi yang sudah luar biasa genting dan tak tertolong ini, Arya menjadi penyelamat karena sukses membunuh Night King. Wight dan Nightwalker berjatuhan jadi debu.

Kita baru selesai memecah adegan, plot, babak. Namun, buat saya bedah GoT belum kelar di sini.

Jika kita menarik garis yang lebih panjang, sebenarnya episode 3 ini dibagi 5 bagian:
- Pembuka: Sam menuruni tangga dan berpapasan dengan Tyrion, sementara persiapan final untuk perang tengah berlangsung.
- Wight menjebol benteng (genre suspense)
-Arya melawan zombi di perpustakaan (genre horor)
- Semua adegan perang di luar dan di halaman benteng, rubanah, dan Godswood (genre action)
- Penutup: Melisandre menyongsong pagi

Bayangkan, kita membuat grafik. Cerita bergerak naik dengan pelan di bagian pembuka kemudian temponya naik dengan stabil di bagian awal suspense dan meningkat drastis saat pertahanan jebol. Ketegangan bertambah saat masuk ke genre horor, turun sebentar dengan adanya dialog Arya—Melisandre. Begitu masuk ke genre action, tempo dipacu makin cepat sampai momen Arya membunuh Night King. Baru setelah itu tempo turun sampai adegan penutup selesai.

Cooling Down Pendek

Namun, tidak mungkin membuat cerita hanya terus-terusan naik tempo dan tingkat ketegangannya. Penonton butuh cooling down pendek di antara adegan ketika berhadapan dengan suspense tingkat tinggi. Hal ini dilakukan dengan memberi gambar-gambar yang diam atau indah. Contohnya dalam babak ‘genre suspense’ dan ‘genre action’), sesekali gambar hanya memperlihatkan langit biru di atas awan, dengan dua naga mengepakkan sayap seperti kupu-kupu. Adegan seperti ini, meski tidak lebih dari 4 detik, memberi jeda buat penonton untuk mengambil napas sebelum lanjut ke adegan yang menegangkan lagi. Jadi, jika kita kembali lagi pada grafik, ada gelombang naik turun kecil di antara ketegangan.

Cara lainnya adalah dengan memberi drama. Sekali lagi, berpegang pada kata-kata para penulis, sutradara, dan editor cerita: cerita harus tetap disampaikan. Kita harus mengingat bahwa adegan perang minim kata dan biasanya hanya monolog perintah untuk melakukan sesuatu. Jadi, kehadiran dialog yang tenang, membantu penonton untuk merasakan bahwa masih ada sisi manusiawi di tengah perang.

Adegan di dalam rubanah dan Godswood sebenarnya menjadi cooling down dari ketegangan di luar. Tempat-tempat yang sunyi seperti ini membantu sensori penonton untuk rileks.  Isi percakapan antara Tyrion—Sansa dan antara Theon—Bran selain jadi faktor cooling down, juga pembangkit emosi. Tyrion dan Sansa cukup canggung dan berjarak sejak mereka bertemu kembali di S8E1. Untuk pertama kalinya Sansa bisa tersenyum dan memuji Tyrion dalam episode ini. Sementara itu, percakapan Bran dan Theon menjadi titik emosional pamungkas, semacam pengakuan Bran atas loyalitas Theon yang sempat hilang. Intinya, penonton diberi kesempatan untuk bersimpati pada tokoh-tokoh tertentu.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, inilah beberapa hal yang bisa dipelajari dari GoT S8E3 dalam membuat episode perang:
- tempo itu kunci. Mulailah dengan tempo pelan lalu bangun ketegangan.

- ketegangan terjadi karena masalah baru muncul dan tidak bisa diselesaikan. Pastikan selalu berpegang pada prinsip sebab akibat.

- jika cerita dan tokoh terlalu banyak dan kompleks, beri fokus pada individual atau grup tertentu.

- jika sebuah plot sudah mencapai titik puncak, beri sedikit cooling down sebelum ke pindah adegan menegangkan selanjutnya.

- selalu ingat bahwa perang itu kejam, brutal, dan tidak indah.

- selalu ingat, dalam situasi berat, ada drama kemanusiaan.

- beri harapan, baik palsu maupun yang sebenarnya. Dalam GoT saat Dany membakar Night King, Dany berharap Night King mati, tetapi tidak terjadi. Penonton juga berharap John yang menyelamatkan Bran, tetapi harapan ini kandas.

- pada peperangan yang menentukan, pastikan ada tokoh yang mati. Setiap tokoh memiliki tujuan. Jika harus mati dalam perang, buat dia mati.

Selamat menulis.


Narasumber:
“Game of Thrones”. Musim ke-8, episode 3. Produksi HBO. Tayang dan ditonton tanggal 29 April 20019.

“The Game of Thrones—Season 8 Episode 3—Game Revealed” oleh GameofThrones. 29 April 2019. Akses pada tanggal 1 Mei 2019.
https://youtu.be/_3M0Xt97aFI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pencarian Artikel

Entri yang Diunggulkan

Samurai Seven: Siapa Pemenang Sebenarnya

Inilah salah satu cerita terbaik yang pernah saya tonton. Baik versi asli maupun anime sangat menarik. Seven Samurai (1954) memiliki be...

Artikel Terpopuler Minggu Ini